Balikpapan - Dinas Kesehatan Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, menyatakan sejumlah korban yang meninggal dunia akibat serangan virus demam berdarah dengue di daerah setempat, pada umumnya terlambat mendapakan perawatan intensif di rumah sakit.

"Mereka datang saat kondisinya sudah payah, sudah mengalami DSS," kata Kepala Dinkes Kota Balikpapan dr Balerina di Balikpapan, Jumat.

DSS atau dengue shock syndrome adalah suatu keadaan di mana penderita selain mengalami demam terus-menerus, juga mengalami perdarahan di kulit, mulut, atau hidung.

Menurut Balerina, apabila pasien sudah dalam kondisi seperti itu, harapan sembuh tinggal 10 persen.

"Terlihat, mereka kemudian hanya dirawat sehari di rumah sakit dan tidak mampu bertahan hingga meninggal dunia," ujarnya.

Sebanyak lima penderita DBD di Balikpapan yang meninggal seluruhnya bayi dan balita. Dua korban terakhir awal pekan ini adalah bayi berusia enam bulan dan anak usia tiga tahun yang bersama keluarganya tinggal di Kelurahan Teritip, kawasan timur laut Kota Minyak yang masih bersuasana alam perdesaan.

Sebelumnya, selama Januari 2015 sudah tiga orang anak meninggal dunia di berbagai wilayah di Balikpapan dan Februari tercatat dua orang, dari total 195 warga yang terkena DBD.

"Jadi, kami terus gencarkan penyuluhan dan membantu masyarakat memberantas jentik-jentik nyamuk penular DBD," kata dr Balerina.

Pemerintah Kota Balikpapan juga menggelar Gerakan Serentak Pembasmian Sarang Nyamuk (Gertak PSN) DBD dan kerja bakti massal.

Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi bersama unsur Forum Pimpinan Daerah melakukan kerja bakti, bergotong royong membersihkan lingkungan RT 30 dan RT 36 Telaga Sari, lokasi dua korban DBD tinggal.

Sebelumnya, sejumlah perusahaan di Balikpapan menyumbang bubuk abate, di antaranya PT Pertamina (Persero) yang menyerahkan 100 kg abete lewat program CSR.

Melalui program Gertak PSN, di setiap keluarga kini harus ada yang bertugas mengawasi tempat-tempat yang berpotensi menjadi sarang nyamuk, seperti tempat penampungan air.

Sementara petugas pengawas jentik yang disebut "jumantik" (juru pemantau jentik), tugasnya mengawasi seluruh rumah, baik di dalam maupun di pekarangan, agar jangan sampai ada potensi bagi nyamuk untuk bersarang.

"Tidak mesti orangtua atau orang dewasa. Anak yang sudah mengerti seperti siswa kelas 5 atau 6 SD juga bisa," lanjut Balerina.

Para jumantik diberi kartu yang berisi panduan untuk mengontrol rumahnya dari bahaya tempat bersarang jentik nyamuk Aedes aegypti.

Berdasarkan data Dinkes Balikpapan, pada tahun 2015 terdapat 25 korban meninggal akibat DBD, dari 2.088 penderita yang harus dirawat di rumah sakit.

"Mulai sekarang kita lawan secara sistematis. Kita mulai dari tempatnya berkembang biak nyamuk dengan konsisten," tegas Wali Kota Rizal Effendi yang baru terpilih kembali untuk masa jabatan kedua. (*)

Pewarta: Novi Abdi

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016