Sangatta (ANTARA Kaltim) - Kepala Dinas Perkebunan Kabupaten Kutai Timur, Akhmadi Baharuddin mengatakan, pihaknya hingga saat ini belum tertarik mengembangkan komoditas pisang abaka yang merupakan jenis tanaman endemik.
Menurut Akhmadi Baharuddin, hingga saat ini Kutai Timur belum mempunyai program atau perencanaan untuk mengembangkan perkebunan pisang abaka. Hal itu karena masih fokus dengan perkebunan kelapa sawit.
"Saat masih fokus dengan kebun kelapa sawit sebagai unggulan daerah, selain merica dan karet. Kalau pisang abaka itu yang untuk serat ya," kata Akhmadi.
Ia mengatakan, untuk mengembangkan pisang abaka di Kutai Timur ini harus ada kajian lebih dulu, apakah cocok dengan kondisi tanah atau tidak.
Selain itu yang paling penting lagi adalah apakah ada pasar, sebab, setahu saya jenis pisang abaka ini harganya murah, sehingga belum bisa memberikan pendapatan bagi daerah.
"Kita harus pelajari lebih dulu pasarannya bagaimana, harganya bagaimana. Makanya kita belum pikirkan," katanya.
Sebelumnya, Joko Prihanto dari Bagian Pengadaan Bahan Baku PT Retota Sakti mengatakan, Kutai Timur berpotensi menjadikan pisang abaka sebagai unggulan daerah, selain daerah lain di Jawa dan Sulawesi Utara.
Menurut Joko Prihanto yang hadir ke Kaliorang Kutai Timur sebagai pengajar dan narasumber membuat kerajinan membuat serat pisang bagi warga, Kutai Timur cocok dikembangkan pisang abaka dan menjadi unggulan daerah.
"Kalau Kutai Timur ingin mengembangkan pisang abaka 5 ribu hektare saja, maka akan menjadikannya sebagai penghasil serat abaka terbesar di Indonesia bahkan ketiga dunia setelah Filipina dan Ekuador" kata Joko Prihanto.
Saat ini hanya dua daerah yang menjadi penghasil serat pisang abaka, yakni Sulawesi Utara khususnya di Kepulauan Talaud seluas 5.000 hektare yang baru dikembangkan oleh pemkab setempat dan menjadikannya sebagai tanaman unggulan.
Sedangkan kebutuhan dunia saat ini terus meningkat, sebagai bahan tali kapal, kertas saring, kertas stensil, kertas rokok, kertas uang, masker atau pakaian modis, tas, tempat tidur gantung dan masih banyak lagi.
Kajian Bank Indonesia (BI) Perwakilan Sulut menemukan permintaan dunia terhadap serat pisang abaka mencapai 600.000 ton pertahun. Namun, sejauh ini baru terpenuhi sekitar 15 persen atau hanya 90.000 ton per tahun yang dipasok dari Filipina sebanyak 80.000 ton dan Ekuador sebanyak 10.000 ton.
"Produksi serat pisang abaka Indonesia saat ini masih kecil yakni di bawah 10 persen dari kebutuhan dunia atau masih dibawah 9.000 ton" katanya Joko Prihanto yang juga mengatakan PT Retota Sakti saat ini sudah melakukan kerja sama dengan pihak Australia untuk menerima hasil produksi serat abaka dari Indonesia. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2014
Menurut Akhmadi Baharuddin, hingga saat ini Kutai Timur belum mempunyai program atau perencanaan untuk mengembangkan perkebunan pisang abaka. Hal itu karena masih fokus dengan perkebunan kelapa sawit.
"Saat masih fokus dengan kebun kelapa sawit sebagai unggulan daerah, selain merica dan karet. Kalau pisang abaka itu yang untuk serat ya," kata Akhmadi.
Ia mengatakan, untuk mengembangkan pisang abaka di Kutai Timur ini harus ada kajian lebih dulu, apakah cocok dengan kondisi tanah atau tidak.
Selain itu yang paling penting lagi adalah apakah ada pasar, sebab, setahu saya jenis pisang abaka ini harganya murah, sehingga belum bisa memberikan pendapatan bagi daerah.
"Kita harus pelajari lebih dulu pasarannya bagaimana, harganya bagaimana. Makanya kita belum pikirkan," katanya.
Sebelumnya, Joko Prihanto dari Bagian Pengadaan Bahan Baku PT Retota Sakti mengatakan, Kutai Timur berpotensi menjadikan pisang abaka sebagai unggulan daerah, selain daerah lain di Jawa dan Sulawesi Utara.
Menurut Joko Prihanto yang hadir ke Kaliorang Kutai Timur sebagai pengajar dan narasumber membuat kerajinan membuat serat pisang bagi warga, Kutai Timur cocok dikembangkan pisang abaka dan menjadi unggulan daerah.
"Kalau Kutai Timur ingin mengembangkan pisang abaka 5 ribu hektare saja, maka akan menjadikannya sebagai penghasil serat abaka terbesar di Indonesia bahkan ketiga dunia setelah Filipina dan Ekuador" kata Joko Prihanto.
Saat ini hanya dua daerah yang menjadi penghasil serat pisang abaka, yakni Sulawesi Utara khususnya di Kepulauan Talaud seluas 5.000 hektare yang baru dikembangkan oleh pemkab setempat dan menjadikannya sebagai tanaman unggulan.
Sedangkan kebutuhan dunia saat ini terus meningkat, sebagai bahan tali kapal, kertas saring, kertas stensil, kertas rokok, kertas uang, masker atau pakaian modis, tas, tempat tidur gantung dan masih banyak lagi.
Kajian Bank Indonesia (BI) Perwakilan Sulut menemukan permintaan dunia terhadap serat pisang abaka mencapai 600.000 ton pertahun. Namun, sejauh ini baru terpenuhi sekitar 15 persen atau hanya 90.000 ton per tahun yang dipasok dari Filipina sebanyak 80.000 ton dan Ekuador sebanyak 10.000 ton.
"Produksi serat pisang abaka Indonesia saat ini masih kecil yakni di bawah 10 persen dari kebutuhan dunia atau masih dibawah 9.000 ton" katanya Joko Prihanto yang juga mengatakan PT Retota Sakti saat ini sudah melakukan kerja sama dengan pihak Australia untuk menerima hasil produksi serat abaka dari Indonesia. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2014