Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Balikpapan mulai memetakan kerawanan dalam menghadapi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 27 November mendatang.
"Pemetaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi permasalahan dan merumuskan langkah-langkah strategis pencegahan yang harus dilakukan Bawaslu bersama mitra strategis," kata Komisioner Bawaslu Balikpapan Ahmad Aziz di Balikpapan, Minggu (21/7).
Aziz mengemukakan, pemetaan ini memberikan gambaran secara utuh untuk tantangan yang harus dihadapi guna memastikan proses Pilkada yang aman, adil, dan bebas dari kecurangan.
Adapun untuk dimensi sosial dan politik yang terdiri dari sub dimensi keamanan, otoritas penyelenggara pemilu, dan otoritas penyelenggara negara. Menurut Aziz, pada dimensi politik, isu netralitas ASN/TNI/Polri menjadi faktor kerawanan utama.
Dia menyampaikan, ASN sudah terikat oleh beberapa Undang-Undang termasuk UU ASN dan Pilkada, dalam hal ini tidak diperbolehkan berafiliasi atau berpihak dalam suatu menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.
"Sehingga netralitas tetap harus terjaga,” tegas dia.
Aziz menuturkan, netralitas pada Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pilkada mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan penyelenggaraan pesta demokrasi 5 tahun yang lalu.
"Tahun 2020 hanya ada beberapa kasus, dan di tahun 2024 ada 7 kasus yang kami tangani," sebutnya.
Menurutnya, bicara netralitas ASN, juga berpotensi terjadi penyelewengan penggunaan fasilitas negara calon petahana pada saat pelaksanaan Pilkada.
"Maka diperlukan pengawasan ketat agar dan ASN tetap netral dan tidak terlibat dalam politik praktis selama Pilkada," ujarnya.
Tak hanya netralitas, politik uang atau yang lebih dikenal dengan istilah serangan fajar yaitu pemberian uang, barang, jasa atau materi lainnya yang dapat dikonversi dengan nilai uang di tahun politik atau saat kampanye juga mengalami peningkatan.
"Yang jelas meningkat, bukan hanya temuan tetapi laporan dari masyarakat, jadi perlu diawasi," ujarnya.
Dikemukakannya politik uang berkaitan dengan pendeknya masa kampanye sehingga dapat meningkatkan tekanan pada kandidat untuk menggunakan cara-cara instan, termasuk politik uang, untuk mendapatkan dukungan suara.
"Praktik politik uang merusak integritas pemilu dan mengurangi partisipasi politik yang sehat," katanya.
Ketua Bawaslu Balikpapan Wasanti menambahkan, merujuk hasil temuan dan riset dari hasil Pemetaan Potensi Kerawanan Pemilihan Serentak 2024 ini, Bawaslu juga mencatat sejumlah isu strategis yang harus menjadi perhatian bersama, seperti isu pengembangan Ibukota Negara (IKN) dan proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) di Balikpapan yang melibatkan banyak pekerja dari berbagai daerah.
"Hal ini menimbulkan kerawanan terkait hak pilih pekerja yang tidak dapat menggunakan hak pilihnya karena lokasi kerja yang jauh dari tempat tinggal mereka," katanya.
Lanjut Wasanti, pendirian Tempat Pemungutan Suara (TPS) lokasi khusus memerlukan pengawasan ketat dan pendataan akurat terhadap pekerja proyek untuk menghindari manipulasi suara dan kecurangan.
Selain itu, polarisasi di masyarakat semakin meningkat dengan penyebaran ujaran kebencian, hoax, dan isu SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan). Menurut Wasanti, kondisi ini dapat memperkeruh suasana dan memicu konflik horizontal.
"Maka penting untuk mengedukasi masyarakat dan menegakkan hukum terhadap penyebaran informasi yang menyesatkan," tuturnya.
Menurutnya, proses pemungutan dan penghitungan suara harus berjalan transparan dan akuntabel, segala bentuk kecurangan harus diantisipasi dan ditindak tegas.
"Keterbukaan dalam setiap tahapan pemilihan menjadi kunci untuk menjaga kepercayaan publik," ujar Wasanti
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2024
"Pemetaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi permasalahan dan merumuskan langkah-langkah strategis pencegahan yang harus dilakukan Bawaslu bersama mitra strategis," kata Komisioner Bawaslu Balikpapan Ahmad Aziz di Balikpapan, Minggu (21/7).
Aziz mengemukakan, pemetaan ini memberikan gambaran secara utuh untuk tantangan yang harus dihadapi guna memastikan proses Pilkada yang aman, adil, dan bebas dari kecurangan.
Adapun untuk dimensi sosial dan politik yang terdiri dari sub dimensi keamanan, otoritas penyelenggara pemilu, dan otoritas penyelenggara negara. Menurut Aziz, pada dimensi politik, isu netralitas ASN/TNI/Polri menjadi faktor kerawanan utama.
Dia menyampaikan, ASN sudah terikat oleh beberapa Undang-Undang termasuk UU ASN dan Pilkada, dalam hal ini tidak diperbolehkan berafiliasi atau berpihak dalam suatu menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.
"Sehingga netralitas tetap harus terjaga,” tegas dia.
Aziz menuturkan, netralitas pada Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pilkada mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan penyelenggaraan pesta demokrasi 5 tahun yang lalu.
"Tahun 2020 hanya ada beberapa kasus, dan di tahun 2024 ada 7 kasus yang kami tangani," sebutnya.
Menurutnya, bicara netralitas ASN, juga berpotensi terjadi penyelewengan penggunaan fasilitas negara calon petahana pada saat pelaksanaan Pilkada.
"Maka diperlukan pengawasan ketat agar dan ASN tetap netral dan tidak terlibat dalam politik praktis selama Pilkada," ujarnya.
Tak hanya netralitas, politik uang atau yang lebih dikenal dengan istilah serangan fajar yaitu pemberian uang, barang, jasa atau materi lainnya yang dapat dikonversi dengan nilai uang di tahun politik atau saat kampanye juga mengalami peningkatan.
"Yang jelas meningkat, bukan hanya temuan tetapi laporan dari masyarakat, jadi perlu diawasi," ujarnya.
Dikemukakannya politik uang berkaitan dengan pendeknya masa kampanye sehingga dapat meningkatkan tekanan pada kandidat untuk menggunakan cara-cara instan, termasuk politik uang, untuk mendapatkan dukungan suara.
"Praktik politik uang merusak integritas pemilu dan mengurangi partisipasi politik yang sehat," katanya.
Ketua Bawaslu Balikpapan Wasanti menambahkan, merujuk hasil temuan dan riset dari hasil Pemetaan Potensi Kerawanan Pemilihan Serentak 2024 ini, Bawaslu juga mencatat sejumlah isu strategis yang harus menjadi perhatian bersama, seperti isu pengembangan Ibukota Negara (IKN) dan proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) di Balikpapan yang melibatkan banyak pekerja dari berbagai daerah.
"Hal ini menimbulkan kerawanan terkait hak pilih pekerja yang tidak dapat menggunakan hak pilihnya karena lokasi kerja yang jauh dari tempat tinggal mereka," katanya.
Lanjut Wasanti, pendirian Tempat Pemungutan Suara (TPS) lokasi khusus memerlukan pengawasan ketat dan pendataan akurat terhadap pekerja proyek untuk menghindari manipulasi suara dan kecurangan.
Selain itu, polarisasi di masyarakat semakin meningkat dengan penyebaran ujaran kebencian, hoax, dan isu SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan). Menurut Wasanti, kondisi ini dapat memperkeruh suasana dan memicu konflik horizontal.
"Maka penting untuk mengedukasi masyarakat dan menegakkan hukum terhadap penyebaran informasi yang menyesatkan," tuturnya.
Menurutnya, proses pemungutan dan penghitungan suara harus berjalan transparan dan akuntabel, segala bentuk kecurangan harus diantisipasi dan ditindak tegas.
"Keterbukaan dalam setiap tahapan pemilihan menjadi kunci untuk menjaga kepercayaan publik," ujar Wasanti
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2024