Penyidik pada Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum KLHK) menetapkan dua tersangka dan memburu satu orang lagi yang diduga melarikan diri dalam kasus temuan 55 kontainer kayu ilegal asal Berau, Kalimantan Timur, di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.

”Kedua tersangka adalah AK, 59 tahun, warga RT2 Bangkuduan, Desa Biduk-biduk, Kecamatan Biduk-biduk, Berau, dan MB (49) warga Kebun Agung Gang 13 RT 6 Kelurahan Lempake, Samarinda Utara,” urai Kepala Balai Gakkum KLHK Kalimantan David Muhammad, Sabtu. 

Satu lagi yang masih dicari adalah AR, warga Jalan Tekukur, Kelurahan Labanan Jaya, Kecamatan Teluk Bayur, Berau, Kalimantan Timur.

“Yang bersangkutan sudah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO),” lanjut David sambil menambahkan bahwa kedua tersangka kini ditahan di Rumah Tahanan Polrestabes Samarinda.

Penyidik menjerat tersangka AK  dan MB dengan Pasal 83 ayat (1) huruf b Jo Pasal 12 huruf e dan atau Pasal 87 Ayat (1) huruf b Jo Pasal 12 huruf l Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H) sebagaimana telah diubah pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang. 

“Ancamannya pidana penjara paling lama 5 tahun serta pidana denda paling banyak Rp2,5 miliar,” kata David. 

Penahanan para tersangka adalah hasil dari penyelidikan Gakkum KLHK pada tiga industri pengolahan kayu, yaitu CV AK di Desa Tembudan, Kecamatan Batu Putih, kemudian UD (Usaha Dagang) UJ di Kelurahan Labanan, Kecamatan Teluk Bayur; dan UD LJ di Kelurahan Labanan Jaya, juga di Kecamatan Teluk Bayur.

Seluruhnya ada di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur bagian utara.

Dari hasil penyelidikan tersebut diketahui bahwa pada industri pengolahan kayu CV AK ditemukan kayu bulat (istilah untuk log, batang pohon utuh yang baru dipotong cabang-cabangnya dan bagian dasarnya) tanpa ID Barcode (kode batang) yang berisi berbagai data mengenai asal kayu.

Kayu tersebut juga tidak dilengkapi dengan dokumen yang sah. Bahkan  tidak ada kesesuaian antara jenis kayu dengan dokumen LMKB (laporan mutasi kayu bulat), laporan yang dibuat sendiri oleh perusahaan yang berisi antara lain jenis kayu dan panjang serta diameternya (tallysheet, catatan pengukuran). 

Lebih jauh bahkan kayu-kayu di CV AK, papar David, tidak ditemukan datanya (termasuk nota angkutan yang digunakan dalam pengangkutan kayu olahan) di dalam SIPUHH (Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan), sistem elektronik yang dibuat KLHK untuk mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan menyebarkan informasi penataan hasil hutan kayu.

“Dengan demikian kayu tersebut patut diduga ilegal,” tegas David.

Kemudian pada penyelidikan terhadap UD UJ, Tim Gakkum dan Balai Pengelolaan Hutan Lestari (BPHL) Wilayah XI Samarinda menemukan adanya dugaan penerbitan dan penggunaan dokumen SKSHH (surat keterangan sahnya hasil hutan) online terhadap kayu olahan yang tidak dimiliki UD UJ.

Penerbitan dokumen dilakukan oleh Pejabat Penerbit SKSHH atau GANISPH atau tenaga teknis pengelolaan hutan pada UD UJ tersebut. Sebab ini, industri pengolahan kayu UD UJ diduga menampung kayu olahan hasil gergajian dengan gergaji mesin atau chainsaw (pacakan) ilegal untuk digunakan sebagai bahan baku industri. 

Padahal AR yang masih buron, yang bersangkutan adalah pemilik UD LJ yang diduga  menampung kayu  pacakan tersebut. 

AR tidak muncul meskipun sudah dipanggil dua kali untuk dimintai keterangan oleh penyidik Gakkum.

Selanjutnya untuk keperluan penyidikan, petugas mengamankan dan menyita barang bukti dari  CV AK berupa dokumen tata usaha kayu, kayu bulat jenis ulin, kayu gergajian jenis ulin, mesin pengolah kayu jenis bandsaw dan mesin genset serta tiga kontainer berisi kayu gergajian jenis ulin, dokumen SKSHH-KO, Konosemen (Bill of Landing) yang diterbitkan PT Salam Pasific Indonesia Lines (PT SPIL) dan sejumlah bukti tagihan. 

Dalam penanganan kasus UD UJ, penyidik  mengamankan dan menyita dokumen SKSHH dan Surat Keputusan Penunjukan Pejabat Penerbit atau GANISPH serta tiga kontainer berisi kayu gergajian yang saat ini masih dalam proses pengukuran dan pengujian kayu. 

Pada kasus UD LJ, Penyidik mengamankan dan menyita kayu pacakan yang ada.

“Kami sudah perintahkan Penyidik untuk mengungkap adanya kemungkinan pelaku lain yang terlibat dalam aktivitas ilegal logging di Kabupaten Berau, baik itu terkait penggunaan dokumen palsu, pengolahan, maupun pemasaran hasil hutan secara illegal,” kata  Dirjen Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani. 

Rasio Ridho juga menegaskan   bahwa KLHK konsisten dan berkomitmen tegas menindak pelaku kejahatan terhadap lingkungan hidup dan kehutanan. Para pelaku, ujarnya, hanya mencari keuntungan pribadi dengan merugikan negara dan mengancam kehidupan masyarakat karena merusak ekosistem dan lingkungan, sebab itu harus dihukum maksimal. 

Rasio menegaskan penindakan ini penting dilakukan untuk menyelamatkan sumberdaya alam dan mengganti kerugian negara, serta untuk memenuhi komitmen Indonesia dalam pengendalian perubahan iklim.
Penindakan ini juga untuk kelestarian dan keberlanjutan sumber daya alam tersebut. 

Rasio juga mengungkapkan hingga saat ini KLHK sudah menggelar 2.123 operasi pengamanan lingkungan hidup dan kehutanan dan operasi peredaran hasil hutan ilegal yang menghasilkan 1.535 perkara di pengadilan.

Para pelaku kemudian dihukum  tidak hanya  dengan Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H).Para pelaku,  khususnya pemodal dan penerima manfaat utama (beneficial ownership) juga dijerat dengan Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). 
 

Pewarta: Novi Abdi

Editor : M.Ghofar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2024