Samarinda (ANTARA Kaltim) - Anggota Komisi II DPRD Kalimantan Timur Sudarno menilai PT Total E&P Indonesie teledor sehingga menyebabkan terjadinya semburan gas.
"Saya menilai ini keteledoran sebab mereka menyatakan sudah tahu adanya potensi terjadi semburan gas tapi mengapa mereka tetap melakukan pengeboran hingga terjadi semburan seperti sekarang," ungkap Sudarno kepada wartawan di Samarinda, Rabu.
Semburan gas di kawasan pengeboran minyak PT Total E&P Indonesie di sumur TN-C414 lapangan Tunu, Kecamatan Anggana, Kabupaten Kutai Kartanegara itu berlangsung pada Jumat (8/11) sekitar pukul 23.45 Wita.
DPRD Kaltim, lanjut politikus PDIP itu, akan segera mengambil sikap terkait terjadinya semburan gas tersebut.
"Dari hasil pengamatan saya di lapangan akan segera kami bicarakan dan tidak menutup kemungkinan kami (DPRD) akan memanggil pihak PT Total E&P Indonesie untuk menanyakan masalah itu, termasuk upaya penanggulan dan dan waktu yang dibutuhkan agar area itu bisa kembali normal sehingga nelayan bisa kembali beraktivitas secara normal," katanya.
"Saya juga sempat berbincang dengan masyarakat yang berada di sekitar rig dan mereka mengaku khawatir dengan kejadian itu," ungkap Sudarno.
Deputy Executive Vice President East Kalimantan Manager Total Agus Suprijanto mengakui pada setiap rencana pengeboran sudah ada langkah antisipasi jika terjadi situasi tertentu termasuk telah mengetahui risiko terjadinya insiden tersebut.
"Sejak awal risiko dan kondisi tanah sudah diidentifikasi termasuk bagaimana cara penanganannya. Insiden tersebut tidak berdampak terlalu signifikan termasuk pada proses produksi," kata Agus Suprijanto.
Setelah insiden itu, kata dia, seluruh pekerja yang berjumlah 109 orang sudah dievakuasi.
"Terpenting, bagaimana menyelamatkan pekerja sehingga tidak ada korban. Sejak Sabtu pagi, kami telah melakukan evakuasi dan hingga siang 109 pekerja berhasil dievakuasi," ungkap Agus Suprijanto.
Lokasi pemukiman penduduk terdekat dari rig itu, menurut dia, sekitar 2,8 kilometer.
PT Total E&P Indonesie, lanjut Agus Prijanto, telah mengantisipasi berbagai kemungkinan dengan meminta nelayan untuk tidak melintas di radius dua kilometer dari rig Raissa tersebut.
"Berdasarkan hasil pertemuan dengan sejumlah tokoh masyarakat di sekitar kawasan rig itu, kami meminta agar nelayan tidak melintasi pada radius dua kilometer dari rig itu," kata Agus Suprijanto.
PT Total E&P Indonesie juga telah melakukan koordinasi dengan berbagai pihak termasuk unsur Muspida Kabupaten Kutai Kartanegara, BLH dan BLHD serta camat dan kepolisian setempat.
"Kami telah melakukan berbagai langkah untuk menanggulangi dampak kejadian itu termasuk mengambil sampel air untuk diuji di laboratorium. Saat ini, proses identifikasi terus dilakukan terkait dampak yang ditimbulkan pada masyarakat sekitar termasuk terus mengkaji kompensasi yang akan diberikan kepada masyarakat," ujar Agus Suprijanto. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013
"Saya menilai ini keteledoran sebab mereka menyatakan sudah tahu adanya potensi terjadi semburan gas tapi mengapa mereka tetap melakukan pengeboran hingga terjadi semburan seperti sekarang," ungkap Sudarno kepada wartawan di Samarinda, Rabu.
Semburan gas di kawasan pengeboran minyak PT Total E&P Indonesie di sumur TN-C414 lapangan Tunu, Kecamatan Anggana, Kabupaten Kutai Kartanegara itu berlangsung pada Jumat (8/11) sekitar pukul 23.45 Wita.
DPRD Kaltim, lanjut politikus PDIP itu, akan segera mengambil sikap terkait terjadinya semburan gas tersebut.
"Dari hasil pengamatan saya di lapangan akan segera kami bicarakan dan tidak menutup kemungkinan kami (DPRD) akan memanggil pihak PT Total E&P Indonesie untuk menanyakan masalah itu, termasuk upaya penanggulan dan dan waktu yang dibutuhkan agar area itu bisa kembali normal sehingga nelayan bisa kembali beraktivitas secara normal," katanya.
"Saya juga sempat berbincang dengan masyarakat yang berada di sekitar rig dan mereka mengaku khawatir dengan kejadian itu," ungkap Sudarno.
Deputy Executive Vice President East Kalimantan Manager Total Agus Suprijanto mengakui pada setiap rencana pengeboran sudah ada langkah antisipasi jika terjadi situasi tertentu termasuk telah mengetahui risiko terjadinya insiden tersebut.
"Sejak awal risiko dan kondisi tanah sudah diidentifikasi termasuk bagaimana cara penanganannya. Insiden tersebut tidak berdampak terlalu signifikan termasuk pada proses produksi," kata Agus Suprijanto.
Setelah insiden itu, kata dia, seluruh pekerja yang berjumlah 109 orang sudah dievakuasi.
"Terpenting, bagaimana menyelamatkan pekerja sehingga tidak ada korban. Sejak Sabtu pagi, kami telah melakukan evakuasi dan hingga siang 109 pekerja berhasil dievakuasi," ungkap Agus Suprijanto.
Lokasi pemukiman penduduk terdekat dari rig itu, menurut dia, sekitar 2,8 kilometer.
PT Total E&P Indonesie, lanjut Agus Prijanto, telah mengantisipasi berbagai kemungkinan dengan meminta nelayan untuk tidak melintas di radius dua kilometer dari rig Raissa tersebut.
"Berdasarkan hasil pertemuan dengan sejumlah tokoh masyarakat di sekitar kawasan rig itu, kami meminta agar nelayan tidak melintasi pada radius dua kilometer dari rig itu," kata Agus Suprijanto.
PT Total E&P Indonesie juga telah melakukan koordinasi dengan berbagai pihak termasuk unsur Muspida Kabupaten Kutai Kartanegara, BLH dan BLHD serta camat dan kepolisian setempat.
"Kami telah melakukan berbagai langkah untuk menanggulangi dampak kejadian itu termasuk mengambil sampel air untuk diuji di laboratorium. Saat ini, proses identifikasi terus dilakukan terkait dampak yang ditimbulkan pada masyarakat sekitar termasuk terus mengkaji kompensasi yang akan diberikan kepada masyarakat," ujar Agus Suprijanto. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013