Anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Rusman Ya’qub mendukung pernyataan sikap penolakan terhadap Rancangan Undang Undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law oleh Forum Komunikasi Organisasi Profesi Kesehatan Kaltim.
Forum tersebut terdiri dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), dan Ikatan Bidan Indonesia (IBI).
“Memang sudah sewajarnya organisasi profesi kesehatan melakukan penolakan terhadap RUU Kesehatan Omnobus Law. Karena ini ada kaitannya dengan keresahan mereka pada pelayanan kesehatan yang profesional,” kata Rusman di Samarinda, Kamis.
Ia mengatakan, salah satu yang diprotes mereka adalah profesi tenaga kesehatan tidak ada lagi rekomendasi Surat Tanda Register (STR) dari Orpro, padahal itu penting untuk pembaharuan ilmu kesehatan.
Menurutnya, ilmu kesehatan selalu berkembang dari waktu ke waktu. Dengan dihapusnya rekomendasi STR dari Orpro Kesehatan, akan berdampak pada jaminan hak kesehatan dan pelayanan kesehatan masyarakat. Itu akan merugikan masyarakat dan memperburuk kualitas pelayanan kesehatan.
“Dunia kesehatan itu terus berkembang, sehingga diperlukan update bagi profesi kedokteran. Kalau ini berlaku seumur hidup, nanti para dokter tidak mau belajar lagi,” kata Rusman.
Sementara Ketua IDI Kaltim dr Hj Padillah Mante Runa menuturkan penolakan tersebut berawal dari keresahan organisasi lintas profesi, terutama pada pelayanan kesehatan yang profesional. Organisasi profesi tidak ada lagi rekomendasi Surat Tanda Register (STR) dari Orpro.
"Misalnya pada organisasi IDI, surat rekomendasi diberikan lima tahun sekali, untuk menjaga kualitas dari tenaga kesehatan tersebut, baik dokter, perawat, apoteker, dan bidan. STR itu harus diperpanjang dengan syarat-syarat seperti kredit poin yang harus dipenuhi," katanya.
Lanjut Padillah, tenaga kesehatan wajib mengembangkan diri dan meningkatkan kompetensi, melalui seminar, simposium, dan lainnya untuk memenuhi kredit poin.
Dia menjelaskan, dalam RUU Omnibus Law ini, STR akan berlaku seumur hidup, hal ini berbahaya dalam profesi kedokteran bahkan profesi kesehatan yang lain.
Padahal katanya, eksistensi UU No. 29 tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran, UU No. 36 tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan, UU No. 38 tahun 2014 Tentang Keperawatan, dan UU No. 4 tahun 2019 Tentang Kebidanan telah berjalan dengan baik dan tertib.
Padillah menegaskan, penghapusan Undang-Undang profesi kesehatan tidak hanya berpotensi melemahkan peran organisasi profesi, tetapi juga akan menimbulkan dampak dan kerugian yang lebih besar terhadap kepentingan masyarakat. Undang-Undang profesi kesehatan dan Kedokteran bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat. (Fandi/ADV/DPRD Kaltim)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2022