Samarinda (ANTARA Kaltim)- Anggota Komisi IV DPRD Kaltim Abdul Djalil Fattah mengatakan, sekali lagi pemerintah pusat harus memperhatikan pembangunan seluruh daerah terkhusus, Kalimantan Timur yang sumber daya alamnya banyak dinikmati oleh pemerintah pusat.
“Realitanya pembangunan terpusat di Ibu Kota Negara. Sebagian besar warga negara kita di perbatasan terutama di desa-desa belum merasakan nikmatnya pembangunan. Lihat saja infrastrukturnya yang jauh dari kata layak,†ungkap politikus Golkar ini sesaat sebelum memulai rapat dengan Badan Perpusatakaan Daerah Kaltim, Selasa (2/7) kemarin.
Fakta di perbatasan, lemahnya infrastruktur menjadi pemicu mahalnya biaya logistik dari dalam daerah yang berimbas mahalnya bahan-bahan pokok. Berbeda jauh kondisinya saat barang-barang tersebut didatangkan dari Malaysia.
“Kekhawatiran itu pasti ada. Apalagi jika warga negara Indonesia (WNI) yang ada di perbatasan memilih untuk hidup bergantung pada negara tetangga dengan proses yang cenderung lebih memudahkan,†ucap Djalil.
Permasalahan di daerah perbatasan, pada level lokal misalnya dari masalah keterisolasian, kemiskinan, keterbatasan prasarana dan sarana pelayanan publik, rendahnya kualitas SDM, dan yang menjadi isu nasional; terjadinya penumpukan TKI di Kabupaten Nunukan akibat deportasi dari Malaysia.
“Deretan masalah tersebut bisa diatasi, jika saja terjadi pemerataan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah pusat ke semua daerah,†ujar wakil rakyat yang getol memperjuangkan kesejahteraan perbatasan ini.
Adanya slogan “NKRI harga mati†terasa hambar saat kondisi pembangunan di perbatasan seakan setengah hati. “Saya masih pertanyakan istilah tersebut, harga mati yang seperti apa? Saya harap NKRI harga mati benar-benar terimplementasi dengan kondisi perbatasan yang sejahtera dengan pembangunan yang maksimal,†tegas legislator kelahiran Bulungan ini. (adv/dit/dhi/met)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013
“Realitanya pembangunan terpusat di Ibu Kota Negara. Sebagian besar warga negara kita di perbatasan terutama di desa-desa belum merasakan nikmatnya pembangunan. Lihat saja infrastrukturnya yang jauh dari kata layak,†ungkap politikus Golkar ini sesaat sebelum memulai rapat dengan Badan Perpusatakaan Daerah Kaltim, Selasa (2/7) kemarin.
Fakta di perbatasan, lemahnya infrastruktur menjadi pemicu mahalnya biaya logistik dari dalam daerah yang berimbas mahalnya bahan-bahan pokok. Berbeda jauh kondisinya saat barang-barang tersebut didatangkan dari Malaysia.
“Kekhawatiran itu pasti ada. Apalagi jika warga negara Indonesia (WNI) yang ada di perbatasan memilih untuk hidup bergantung pada negara tetangga dengan proses yang cenderung lebih memudahkan,†ucap Djalil.
Permasalahan di daerah perbatasan, pada level lokal misalnya dari masalah keterisolasian, kemiskinan, keterbatasan prasarana dan sarana pelayanan publik, rendahnya kualitas SDM, dan yang menjadi isu nasional; terjadinya penumpukan TKI di Kabupaten Nunukan akibat deportasi dari Malaysia.
“Deretan masalah tersebut bisa diatasi, jika saja terjadi pemerataan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah pusat ke semua daerah,†ujar wakil rakyat yang getol memperjuangkan kesejahteraan perbatasan ini.
Adanya slogan “NKRI harga mati†terasa hambar saat kondisi pembangunan di perbatasan seakan setengah hati. “Saya masih pertanyakan istilah tersebut, harga mati yang seperti apa? Saya harap NKRI harga mati benar-benar terimplementasi dengan kondisi perbatasan yang sejahtera dengan pembangunan yang maksimal,†tegas legislator kelahiran Bulungan ini. (adv/dit/dhi/met)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013