Samarinda, (Antaranews Kaltim) - Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor berjanji akan memberikan sanksi kepada perusahaan tambang yang terbukti sebagai penyebab peristiwa jalan longsor terjadi di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara.
Namun, demikian Isran mengatakan bahwa sanksi yang akan diberikan kepada perusahaan tambang bukan penutupan atau pencabutan izin.
"Kalau memang faktanya ada kesalahan, harus diberikan sanksi, tapi bukan penutupan, kita lihat aja nanti," kata Isran saat menghadiri Rapat Paripurna DPRD Kaltim, Jumat.
Menurut Isran sanksi penutupan aktivitas tambang tidak bisa diberlakukan, mengingat izin pertambangan yang dikeluarkan sudah sah.
"Semua izin yang dikeluarkan oleh bupati/wali kota sebelum Undang-Undang yang berlaku itu sah. Tidak bisa mengatakan itu salah bupati/wali kota," tutur Isran.
Sebelumnya, Pemprov telah menurunkan tim untuk menganalisa penyebab terjadinya longsor.
Tim terdiri dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) hingga aparat kepolisian yang langsung turun ke lokasi kejadian.
Nantinya hasil investigasi tim tersebut akan diumumkan beserta sanksi yang bakal diberikan.
"Semua tim saya suruh ke sana bagaimana dampaknya. Polisi juga sudah ke sana untuk meneliti benar gak ini pengaruh tambang. Jadi kalau dia gak benar ya kita umumkan," ungkapnya.
Isran menilai longsor yang terjadi di Sangasanga bukan berasal dari aktivitas tambang batu bara.
Bahkan Isran bersikeras jarak aktivitas pertambangan dengan titik lokasi longsor terbilang jauh dan tidak melanggar aturan.
"Jarak antara kejadian itu 200 meter dengan wilayah tambang dan bukan jalan rayanya. Ini jauh dan tidak ada pengaruh dari galian tambang. Cuma jalan sekitar 200 meter. Longsornya sekitar 500 meter," ujar Isran dengan yakin.
Sementara itu Kepala Dinas ESDM Provinsi Kaltim, Wahyu Widhi mengatakan jarak antara aktivitas tambang dengan pemukiman dan fasilitas publik sudah diatur dalam Perda Nomor 1 Tahun 2016 terkait tata ruang.
Menurut Widhi, Perda tersebut menyebutkan jarak aktiviras pertambangan dengan pemukiman dan fasilitas umum yaitu 1 Km.
"Diatur di tata ruang, Perda 1 tahun 2016 ada 1 km jaraknya untuk pemukiman dan fasilitas umum. Tapi bagaimana pemukiman mendekati tambang akan kita lihat teknisnya. Sebab sudah lama semua itu. Fasilitas umum tidak boleh dekat wilayah tambang. harus ada buffer zone minimal 500 meter," ucap Widhi.
Mantan Kepala Dinas Kehutanan Kaltim itu meminta semua pihak bersabar lantaran tim investigasi masih bekerja mengumpulkan bukti dan meneliti penyebab terjadinya longsor.
"Investigasi saja belum selesai selanjutnya akan kami analisa bersama. Saya minta jika PT ABN bersalah ya kita beri sanksi," ungkap Widhi.