Jakarta (ANTARA News) - Modernisasi pertanian khususnya pada budi daya
padi menjadi sebuah keniscayaan karena akan membuat usaha padi menjadi
lebih efisien, produktifitas meningkat dan berujung pada kesejahteraan
petani.
Menteri Pertanian Amran Sulaiman juga menegaskan untuk mendukung
swasembada beras maka Indonesia sudah saatnya melakukan modernisasi
pertanian dengan penggunaan alat dan mesin pertanian.
Ia mengungkapkan, apabila usaha tani dilakukan dengan mekanisasi penuh, akan ada efisiensi waktu, biaya dan tenaga.
"Hitungan kami, biaya input akan hemat 30 sampai 40 persen dan
produktifitas dapat ditingkatkan 10 sampai 20 persen," kata Mentan.
Oleh karena itu, pihaknya akan mengusulkan kepada Presiden Joko
Widodo untuk penambahan pagu Kementan di APBN menjadi Rp45 triliun dari
sebelumnya sebesar Rp30,1 triliun.
Arah moderniasi pertanian memang harus terus didorong mengingat
munculnya industrialisasi di daerah pusat produksi padi, selain
memberikan efek positif berupa penyerapan tenaga kerja, ternyata
berdampak semakin berkurangnya tenaga kerja bidang pertanian.
Terlebih kaum muda lebih menyukai menjadi buruh pabrik dibanding
terjun ke sawah. Selain lebih bergengsi, profesi buruh mempunyai
pendapatan yang bisa harapkan setiap bulan, berbeda jika terjun ke
pertanian yang mengandalkan pendapatan dari hasil panen.
Data Badan Pusat Statistik menunjukkan pertumbuhan tenaga kerja
sektor pertanian tahun 2010 sampai 2013 minus 2,2 persen, artinya terus
berkurang. Tahun 2010 tercatat 38,7 juta dan kemudian menurun di tahun
2013 menjadi 36,9 juta.
Saat ini di sejumlah daerah sentra produksi padi sudah mulai
kesulitan untuk mencari tenaga pengolahan lahan, penanam bibit dan
panen. Ketiga tahapan budi daya padi itu memerlukan tenaga dalam jumlah
besar. Keterbatasan tenaga membuat penanaman serentak di satu hamparan
menjadi sulit dilakukan, dan berakibat semakin sulit dilakukan
pemberantasan hama secara serentak.
Salah cara untuk mengatasi hal itu, adalah dengan pola mekanisasi
pertanian dari hulu sampai hulir, artinya mulai dari pengolahan lahan,
penanaman bibit sampai panen.
Percontohan Nasional
Kementan kemudian mengagas perlunya
percontohan nasional mekanisasi penuh di hamparan luas minimal 100
hektare. Jika sukses maka bisa dilakukan percontohan di setiap
provinsi.
Terpilihlah gabungan kelompok tani (Gapoktan) Tani Mandiri di Desa
Dalangan, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah yang merupakan gabungan
empat kelompok tani sehingga hamparan lahan yang diujicoba mencapai 170
hektare.
Kelompok itu kemudian diberi bantuan, empat traktor roda empat,
dua traktor roda dua, tujuh unit mesin tanam atau "rice transplanter",
771 unit tray atau kotak tanam, dan satu mesin panen atau "combine
harvester".
Gapoktan itu juga diminta membentuk Usaha Pelayanan Jasa Alat dan
Mesin Pertanian (UPJA) yang akan mengelola jasa sewa mesin dan
pemeliharaannya. Terbentuklah kemudian UPJA Bagyo Mulyo yang diketuai
Drs Karjono.
Selama 2015 sudah dua musim tanam dilalui kelompok itu menggunakan
mesin pertanian dan mereka mampu membuktikan bahwa pertanian modern
dengan mekanisasi dari penanaman sampai panen telah mampu meningkatkan
produksi padi dan menekan biaya produksi.
"Semula petani masih ragu apakah penggunaan alat modern
pertanian mampu lebih menguntungkan. Pada satu kali musim tanam terbukti
ada efisiensi di biaya tanam, benih, dan biaya panen," kata Kepala
Dinas Pertanian Sukoharjo Ir Nelli Harjianti saat meninjau pola
pertanian modern di Desa Dalangan, Kecamatan Tawangsari, Sukoharjo, Jawa
Tengah, Agustus 2015.
Ia menjelaskan, untuk satu hektare lahan biaya tanam dengan
mesin penanam padi bisa menghemat Rp1,25 juta, pengadaan benih dengan
mesin tanam menghemat Rp700 ribu dan panen dengan mesin menghemat biaya
panen Rp500 ribu.
Manajer UPJA Bagyo Mulyo Drs Karjono, juga mengungkapkan,
selain untuk kebutuhan kelompoknya, mesin itu juga disewakan ke kelompok
tani lain sekaligus tenaga operatornya.
"Petani cukup puas dan animo semakin tinggi. Sangat banyak
order sewa dari kelompok tani lain sampai kita menolak order karena
sudah padat jadwal sewanya," katanya.
Ia menjelaskan, hasil sewa mesin pertanian selama dua musim
tanam sudah bisa membeli traktor tangan seharga Rp23 juta dan membeli
321 kotak tanam atau tray.
UPJA juga membedakan harga sewa alat pertanian dimana untuk
anggota Gapoktan Tani Mandiri rata-rata lebih murah Rp100 ribu
dibanding kelompok lain.
Penggunaan mesin tanam juga ternyata memunculkan jenis usaha baru
yaitu jasa persemaian pada pada tray. Puluhan ibu-ibu di Desa Dalangan
akhirnya menjadi buruh semai padi di tray dengan pendapatan lumayan
yaitu rata-rata Rp130 ribu untuk persemaian padi satu hektar. Pekerjaan
itu bisa diselesaikan satu hari selanjutnya hanya pemeliharaan selama
15 hari.
"Banyak ibu rumah tangga yang mengerjakan persemaian dan banyak pemuda yang menjadi operator mesin," katanya.
Kendala operasi
Salah satu kendala penanaman serentak untuk 170
hektare adalah keterbatasan jumlah tray atau kotak persemaian yang
hanya tersedia sekitar 2.500 kotak , itupun sebagian membeli dengan dana
kelompok dan meminjam pada sejumlah instansi termasuk Dinas Pertanian
Provinsi Jawa Tengah. Padahal untuk ujicoba penanaman serentak di lahan
seluas 170 hektare paling tidak diperlukan minimal 10.000 kotak dengan
tiga mesin tanam.
Mesin tanam hanya bisa bekerja jika benih disemai pada tray,
sehingga keterbatasan tray membuat proses penanaman harus menunggu tray
kosong diisi kembali benih baru atau menunggu 16 hari kemudian.
Harga satu tray di agen resmi sekitar Rp35.000, itupun tidak banyak
tersedia, teknisi peralatan di UPJA pernah menggunakan tray buatan
sendiri dengan bahan kayu. Sayangnya tray kayu itu tidak bisa bekerja
secara sempurna dan sehingga lebih banyak mengganggu operasional.
Soal inilah yang kemudian disampaikan kepada Dirjen Prasarana
dan Sarana Pertanian Kementan Soemardjo Gatot Irianto yang berkunjung ke
UPJA Bagyo Mulyo.
"Kita akan minta industri dalam negeri mampu
membuat tray itu, karena desainnya cukup sederhana dan berbahan plastik.
Kalau perlu ada BUMN yang ditunjuk untuk memproduksi, karena secara
nasional kebutuhan tray akan besar," katanya.
Produksi lebih baik
Salah
satu hal yang tidak diduga dalam ujicoba menggunakan mesin tanam adalah
anakan tanaman lebih banyak dan mempercepat waktu panen dibanding
menggunakan cara tradisional.
"Jumlah rumpun padi yang ditanam dengan mesin bisa mencapai
40--60, sementara cara tradisional hanya sekitar 25 rumpun, jadi
produksinya juga naik sekitar 1,5 ton per hektare," kata Ngatimin (39),
Kordinator Alsintan UPJA Bagyo Mulyo, padi yang ditanam dengan mesin
mempunyai
Ngatimin yang juga Ketua Kelompok Tani Ngudi Rahayu menjelaskan
kedalaman tanam benih dengan proses tanam mesin lebih dangkal daripada
cara manual sehingga jumlah anakan atau rumpun lebih banyak.
Selain itu dia juga mengungkapkan hasil pengamatan lahan ujicoba
dimana masa panen setelah penanaman menggunakan mesin ternyata lebih
cepat, yaitu sekitar 95 hari, padahal biasanya waktu panen dengan cara
manual berkisar 115--120 hari .
"Mesin tanam mampu mempertahankan akar benih baik dengan
kedalaman dangkal sehingga benih lebih cepat beradaptasi, ini
kemungkinan yang membuat pertumbuhannya lebih cepat," katanya.
Dengan waktu panen yang lebih cepat, apalagi dibantu mesin
panen, Ngatimin menyatakan optimistis persawahan kelompoknya seluas 45
hektare bisa tanam tiga kali setahun.
Ia juga mengungkapkan keuntungan lain pertanian modern itu
adalah penanaman padi di desa mereka bisa lebih serentak sehingga
penanggulangan organisme pengganggu tanaman (OPT) bisa lebih efektif.
"Dulu
kalau mau menanam padi menunggu tenaga dari luar desa dulu sehingga
bisa dua bulan baru bisa selesai penanaman," kata Ngatimin yang kini
ikut melatih mahasiswa menggunakan mesin pertanian.
Ia mengungkapkan, sudah dua periode tanam, hama tikus yang selama
puluhan tahun selalu menjadi 'hantu' yang menakutkan, jarang muncul.
"Dulu sawah di sini terkenal sebagai langganan puso karena hama
tikus, tetapi sekarang kok nggak ada hama tikus lagi," katanya.
Gapoktan Tani Mandiri sudah membuktikan modernisasi mendatangkan
banyak keuntungan, tinggal menunggu percontohan serup di setiap
kabupaten kota. Tidak perlu menunggu bantuan Pemerintah Pusat, karena
sebenarnya pemerintah daerah bisa memberikan pinjaman bergulir kepada
kelompok tani unggulan sehingga semakin cepat langkah modernisasi
pertanian di Indonesia. (*)
Pertanian Modern Sebuah Keniscayaan
Selasa, 8 September 2015 11:34 WIB