Samarinda (ANTARA Kaltim) - Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kaltim H Riza Indra Riadi mengatakan, Karst Sangkulirang Mangkaliat yang berada di Kabupaten Kutai Timur (Kutim), kini sudah masuk 5 besar di UNESCO sebagai nominasi peninggalan warisan alam dan cagar budaya dunia.
Riza menjelaskan, pihaknya bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Samarinda wilayah Kalimantan sebagai unit pelaksana teknis Direktorat Jenderal Kebudayaan untuk mendukung Karst Sangkulirang Mangkaliat menjadi cagar budaya dunia (natural and cultural world heritage).
Riza menjelaskan, setelah masuknya Karst Mangkaliat ke UNESCO, selanjutnya mereka akan segera melengkapi persyaratan sebelum dikirim ke Paris. Selanjutnya tim UNESCO akan turun ke lapangan untuk melakukan verifikasi. Untuk itu tentu dibutuhkan waktu yang cukup lama, sama halnya dengan penetapan sistem perairan Subak di Bali dan Candi Borobudur sebagai word heritage.
"Kalau Karst Mangkaliat sudah ditetapkan sebagai word heritage, maka ini merupakan satu-satunya yang pertama di Kalimantan dan perhatian dunia akan terarah ke sana, bantuan pembangunan dunia untuk kawasan tersebut pun akan mengalir dengan sendirinya," kata Reza.
Namun hal terpenting lanjut Riza adalah bagaimana agar dapat dilakukan pengelolaan lebih optimal untuk melindungi kawasan tersebut, baik terkait budaya maupun aspek sumber daya alamnya.
Merupakan suatu kebanggaan apabila keinginan untuk menjadikan kawasan Karst Sangkulirang Mangkaliat menjadi warisan dunia itu dapat dicapai. Kebanggaan tidak saja bagi masyarakat Kaltim maupun Kalimantan, tetapi juga bagi masyarakat Indonesia secara keseluruhan.
Diharapkan Karst Sangkulirang Mangkaliat dapat menjadi obyek wisata dan mampu meningkatkan ekonomi masyarakat sekitar, seperti terjadi di sekitar Candi Borobudur.
"Peninggalan yang masih bisa ditemukan di karst tersebut, yakni adanya peninggalan purbakala antara lain, goa, telapak tangan, tulang-tulang dan gigi mahluk purbakala. Namun saat ini ada juga yang sudah diamankan di Museum Kutai Timur," tandasnya.
Dikatakan, kawasan tersebut merupakan hulu dari lima sungai utama di Berau dan Kutai Timur, yaitu Sungai Tabalar, Sungai Lesan, Sungai Pesab, Sungai Bengalon dan Sungai Karangan dan merupakan sumber air utama bagi masyarakat.
“Kawasan karst ini menopang lebih dari 100.000 jiwa yang tinggal di hampir 100 kampung 13 kecamatan di dua kabupaten,†jelasnya.
Kawasan karst yang terbentang di Kecamatan Kelay, Biatan, Talisayan, Batu Putih, dan Biduk-biduk Kabupaten Berau. Juga meliputi Gunung Kulat yang berada di perbatasan antara Berau dan Kutim. Di Kutim, kawasan tersebut terbentang di beberapa kecamatan, antara lain Kecamatan Kombeng, Bengalon, Karangan, Kaubun, Sandaran, Sangkulirang dan Kecamatan Kaliorang.
“Sesuai hasil ekspedisi biologi pada 2004 oleh The Nature Conservancy (TNC) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) telah mengidentifikasi 120 jenis burung, 200 jenis serangga, satu jenis kecoa raksasa, 400 jenis flora dan 50 jenis ikan. Bahkan dari kawasan tersebut tepatnya di Gunung Beriun, terdapat habitat orang utan,†paparnya. (Humas Prov kaltim/mar)