Bontang (ANTARA Kaltim) - Legislator dari Komisi I DPRD Kota Bontang, Agus Haris berjanji, akan teru mengawal persoalan tenaga kerja di daerah itu, baik yang bergulir di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) termasuk memperjuangkan hak untuk mendapatkan uang penghargaan.
"Kami akan mengawal berbagai kasus ketenagakerjaan yang telah bergulir di Mahkamah Agung dan memperjuangkan hak mereka untuk mendapatkan uang penghargaan bagi `outsourcing` atau pekerja tidak tetap," ungkap Agus Haris saat melakukan rapat kerja bersama beberapa serikat pekerja di Bontang, Selasa.
Persoalan tenaga kerja lokal tidak pernah selesai karena menurut Agus Haris, ada kepentingan pihak perusahaan dalam mengeruk hasil dan terkesan menyepelekan Undang-undang Tenaga kerja No 13 tahun 2003.
"Mereka (SPSI/serikat pekerja seluruh Indonesia) meminta Komisi I, memfasilitasi ke pihak perusahan untuk pembayaran uang pesangon dan uang penghargaan pasca pemutusan hubungan kerja," kata Agus Haris yang juga Ketua Komisi I DPRD Kota Bontang.
Walaupun Komisi I DPRD Kota Bontang lanjut Agus Haris belum sepenuhnya memahami isi dan tuntutan para pekerja, namun kasus ketenagakerjaan tersebut akan segera dituntaskan.
"Ini pekerjaan yang harus dituntaskan agar para pekerja merasakan hak konstitusionalnya terpenuhi," ujarnya.
Komisis I DPRD Kota Bontang tambah dia, akan melakukan kajian terkait upah pekerja di beberapa daerah yang nantinya dijadikan refensi dalam pengambilan keputusan.
"Pekan ini, kami akan melakukan kajian, setelah itu baru mengambil keputusan terkait upah ataupun pesangon, apakah hal itu sudah sesuai dengan Undang-undang Ketenagakerjaan dan Permenaker," ujar Agus Haris.
Sementara, perwakilan SPSI Kota Bontang Benyamin, meminta pihak perusahaan yang beroperasi di daerah itu agar tidak hanya mengambil keuntungan semata tetapi juga memperhatikan hak-hak pekerja.
"Kami meminta perusahaan agar menenuhi dulu hak-hak para pekerja termasuk dengan uang pesangon dan uang penghargaan kemudian memikirkan keuntungan," ujar Benyamin.
Padahal, menurut Benyamin, dalam Undang-undang No 13 tahun 2003 tentang Tenaga Kerja pasal 156 ayat 3 sudah jelas mengatur tentang upah
Bahkan, sudah ada keputusan Mahkamah kontitusi (MK) terkait tenaga "outsorcing" sehingga sudah berkekuatan hukum tetap.
"Ini artinya, seharusnya tidak ada lagi tenaga `outsoorcing` di Bontang.namun, faktanya di lapangan masih ada karyawan dengan terus menerus bekerja hanya berdasar UMSK (upah menengahsektor kota)," katanya.
"Dasar hukum itu pun sudah termaktuf di dalam UU no 13 tahun 2003, maupun peraturan menteri tenaga kerja (Permenaker)no 19 tahun 2012 terkait sistem upah," ungkap Benyamin.
Beberapa waktu yang lalu, DPRD Kota Bontang telah membentuk pansus terkait tenaga kerja lokal di lingkungan PT Badak LNG, namun sejauh ini belum mendapatkan kepastian hukum .
"Salah satu senior yang ada (SPSI PT Badak) telah melakukan upaya hukum ke pengadilan Industrial yang ada di Samarinda. Hasilnya, SPSI menang namun, PTB mengajukan Banding ke Mahkamah Agung (MA) dan sampai saat ini kepastian hukum tersebut belum turun," ungkap Benyamin.
Ia berharap, Komisi I DPRD Kota Bontang ,dapat memberikan keputusan yang terbaik dengan tidak merugikan kedua belah pihak.
"Kami harapkan, pihak Komisi I, mengawal hak-hak pekerja dengan tetap mengacu pada aturan yang berlaku sehingga hal ini tidak merugikan pihak perusahaan dan pekerja," ujar Benyamin. (*)
Legislator Bontang Janji Kawal Hak Pekerja
Selasa, 10 Februari 2015 18:00 WIB
Kami akan mengawal berbagai kasus ketenagakerjaan yang telah bergulir di Mahkamah Agung dan memperjuangkan hak mereka untuk mendapatkan uang penghargaan bagi `outsourcing` atau pekerja tidak tetap,"