Balikpapan, (Antaranews Kaltim) – Masyarakat Kecamatan Bahau Hulu, Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara, berharap di tahun 2019 ini program BBM Satu Harga juga mencapai mereka.


“Semoga keinginan ini didengar dan bisa diwujudkan,” kata Sekretaris Kampung Long Alango Sumardi Ingan, Kamis.

Harga BBM atau Bahan Bakar Minyak di Long Alango dan sekitarnya rata-rata Rp15.000 per liter premium. Solar juga disamakan.

Pada 15 Februari lalu, Pertamina menyamakan harga BBM di Long Ampung, Kecamatan Kayan Selatan, kecamatan jauh di selatan Malinau, ibukota kabupaten, dan lebih dekat ke Kutai Barat di Kalimantan Timur.

Sebelumnya harga BBM di Long Ampung mencapai Rp35.000 per liter, atau saat langka bisa sampai Rp70.000-100.000 per liter. Sekarang harganya sudah sama, Rp5.150 untuk solar dan Rp6.450 untuk premium.

“Iri kami pada daerah terpencil seperti kami yang sudah dapat BBM satu harga,” kata Sumardi lagi. Sumardi adalah Orang Kenyah. Ayahnya memberinya nama demikian dari nama seorang tentara penjaga perbatasan sahabatnya.

Ibu kota kecamatan, Long Alango, berjarak 2 hari perjalanan longboat menyusuri Sungai Kayan dan kemudian Sungai Bahau dari Tanjung Selor, ibukota Provinsi Kalimantan Utara.

Dengan pesawat terbang memang bisa lebih cepat, hanya 30 menit dari Bandara RA Bessing, Malinau. Tapi saat ini jadwal pesawat terbang perintis sedang tidak pasti.

“Daftar tunggunya agak panjang,” kata Bulan Ajang, agen tiket Susi Air di Long Alango. Dalam daftar itu, orang sakit mendapat prioritas utama.

Kecamatan Bahau Hulu berpenduduk 1.346 jiwa pada tahun 2016. Sebanyak sepertiganya, atau 530 jiwa, tinggal di Long Alango. Hampir seluruh penduduk bekerja sebagai petani.
     
"Kami pakai bensin ya buat mesin perahu ces, atau genset. Di sini sekarang juga banyak motor dan mobil walau tidak banyak," kata Ishak, warga Long Alango. Perahu ces bagi warga Long Alango samalah dengan motor bagi warga Tanjung Selor atau kebanyakan warga Indonesia, untuk sarana berpergian ke mana-mana. 

Bila di Long Alango harga satu liter premium adalah Rp15.000, di Long Kemuat, sedikit lebih ke hulu dari Alango sudah naik Rp5.000 menjadi Rp20.000 per liter. Demikian juga harga solar. Harga tersebut berlaku di musim hujan. Bila masuk musim kemarau dan sungai surut, secara bertahap harga BBM naik menjadi Rp25 ribu per liter hingga Rp50 ribu per liter di puncak musim kemarau. Harga naik karena pasokannya seret.

“Karena kami mau ke kota juga susah, mau naik kembali ke kampung sini lebih susah lagi,” kata Victor, satu dari delapan pemilik toko serba ada di Long Alango. Susahnya, sekali lagi, karena Sungai Bahau surut.

Pada musim kemarau dengan sungai yang surut, longboat para pedagang hanya bisa sampai Long Pujungan atau Long Aran. Itu pun sepanjang jalan begitu memasuki Sungai Bahau harus berhenti di beberapa tempat. Di tempat-tempat itu perahu ada yang harus ditarik melewati bagian yang dangkal, ada juga separo atau bahkan seluruh muatan diturunkan lalu diangkut orang, dan kembali dimuat ke perahu setelah perahu melewati jeram, sampai muatan harus dibagi-bagi ke perahu-perahu kecil karena dalamnya sungai sudah tak bisa dilewati lagi oleh perahu besar.

Para penumpang ikut membantu menarik perahu saat melewati bagian sungai yang surut. novi abdi/Antara (novi abdi/antara)

Dari Long Aran atau Long Pujungan ke Long Alango hanya bisa menggunakan perahu kecil atau perahu ces. Perjalanannya rata-rata 3 jam. Satu perahu hanya bisa dimuati satu drum kapasitas 200 liter.

“Karena kami kan tidak hanya bawa minyak. Ada barang lain, mungkin ada penumpang juga,” kata Nyi An, satu motoris yang biasa membantu Victor. Dalam sekali perjalanan kembali, tidak kurang ada 7 perahu ces lagi yang menjemput muatan dari perahu besar.

Perjalanan turun atau ke hilir longboat bisa menghabiskan 5 drum minyak, dan perjalan kembali ke hulu dengan muatan penuh, tak kurang dari 7 drum. Di setiap perahu besar harus ada juru batu, atau navigator yang membantu mengarahkan perahu. Di satu perahu juga bisa ada 3-4 motoris, dan ada lagi kuli angkut.

“Memang penumpang juga sering bantu kita, baik menarik perahu, atau bongkar muat, dan memindahkan barang. Tapi itu kan kerelaan saja dan kepatutan kita bergotong-royong. Tapi kami tetap harus menyediakan cukup orang untuk semua kegiatan di perjalanan itu,” jelas Victor, yang juga jadi juru batu di haluan, mengangkat muatan, bahkan turut juga menghela perahu bila melewati air surut.

Karena keadaan ini, perjalanan pulang dan pergi adalah ekspedisi petualangan. Perjalanan itu memerlukan banyak orang, dan dengan sendirinya perlu banyak ongkos.e

Kenapa orang-orang ini mau tinggal di tempat yang jauh itu?

“Ini kan tempat lahir kami. Tanah tempat tumpah darah,” kata Bulan Ajang seraya tersenyum.

Pewarta: Novi Abdi

Editor : Abdul Hakim Muhiddin


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2019