Samarinda (ANTARA Kaltim) - Perburuan terhadap hewan liar yang diduga telah membunuh sedikitnya 34 ekor ternak kambing gimbal dan 24 ekor ayam ras yang dilakukan ratusan warga Lempake, Samarinda, Kalimantan Timur, Minggu, berakhir nihil, meskipun telah melakukan penyisiran kawasan hutan dan perbukitan.
"Meski perburuan hari ini hasilnya nihil, tapi itu bukan masalah karena yang terpenting dari usaha ini adalah adanya persatuan masyarakat dibantu kepolisian dan Babinsa dalam mencari apa penyebab kematian tidak wajar terhadap hewan ternak," ujar Camat Samarinda Utara Samsu Alam di Samarinda, Minggu.
Kawasan hutan dan perbukitan yang disisir oleh warga dan dibagi dalam puluhan tim itu tersebar di 14 RT, yakni kawasan RT 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 25, 42, 43, 37, 36, dan 30.
Menurut Samsu, warga Lempake geram karena dalam dua pekan terakhir hewan ternak tersebut mati, padahal sebelumnya tidak ada tanda-tanda sakit.
Bahkan kematiannya juga tidak wajar, karena seolah darahnya disedot mengingat di bagian leher dan bagian paha ada bekas luka kecil sebesar ujung pulpen yang diduga sebagai titik untuk mengisap darah.
Misteri inilah yang coba dipecahkan aparat bersama warga sampai kemudian berdasarkan hasil musyawarah dilakukan penyisiran semua hutan yang mengitari rumah penduduk. Sedangkan sebelumnya hanya intensif melakukan ronda malam, namun masih ada kambing yang mati.
Disinggung mengenai kesaksian warga saat ronda dan melihat adanya dua ekor anjing besar berkepala manusia yang sempat mewarnai pemberitaan sejumlah media lokal dan media sosial, Samsu mengaku tidak bisa percaya begitu saja karena tidak ada bukti dan bisa saja apa yang dilihat itu hanya ilusi.
"Meski perburuan dugaan adanya hewan liar pembunuh puluhan ternak hari ini tidak mendapat hasil, namun saya nilai apa yang dilakukan warga bukan merupakan hal yang sia-sia, tapi dampak dari perburuan hari ini justru sangat besar, seperti persatuan warga, efek jera bagi pelaku, dan ajang silaturahmi bagi semua," ucapnya.
Sementara itu, Lurah Lempake Nurharyanto mengatakan, sejak adanya kematian ternak yang tidak wajar sebelum Hari Raya Idul Fitri 1438 Hijriah, warga aktif melakukan ronda malam, namun masih saja ada peternak yang kecolongan atas kematian ternaknya oleh makhluk yang belum diidentifikasi wujudnya.
"Salah seorang peternak yang kecolongan adalah Pak Ngateman. Tadinya dia punya 12 kambing gimbal, tapi kini tinggal empat ekor karena yang lainnya mati seperti darahnya diisap. Pertama Pak Ngateman kehilangan enam ekor kambing, besoknya lagi dua ekor kambingnya mati," ucap Yanto.
Menurutnya, satu kambing harganya variatif antara Rp2,5 juta hingga Rp3,5 juta, sehingga jika dirata-ratakan satu ekor seharga Rp3 juta, maka untuk 34 kambing gimbal yang telah mati tersebut peternak kambing di Lempake menderita kerugian senilai Rp102 juta.
"Sekarang kambing milik Pak Ngateman yang sisa empat ekor ini dititipkan di kandang milik Pak Ali, supaya lebih mudah menjaga bersama. Kambing Pak Ali juga ada tiga yang mati dengan tanda-tanda kematian yang sama seperti kambing lainnya. Untuk mencegah agar musibah ini tidak terulang ronda malam dan kewaspadaan warga kita tingkatkan," ujar Yanto lagi. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017
"Meski perburuan hari ini hasilnya nihil, tapi itu bukan masalah karena yang terpenting dari usaha ini adalah adanya persatuan masyarakat dibantu kepolisian dan Babinsa dalam mencari apa penyebab kematian tidak wajar terhadap hewan ternak," ujar Camat Samarinda Utara Samsu Alam di Samarinda, Minggu.
Kawasan hutan dan perbukitan yang disisir oleh warga dan dibagi dalam puluhan tim itu tersebar di 14 RT, yakni kawasan RT 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 25, 42, 43, 37, 36, dan 30.
Menurut Samsu, warga Lempake geram karena dalam dua pekan terakhir hewan ternak tersebut mati, padahal sebelumnya tidak ada tanda-tanda sakit.
Bahkan kematiannya juga tidak wajar, karena seolah darahnya disedot mengingat di bagian leher dan bagian paha ada bekas luka kecil sebesar ujung pulpen yang diduga sebagai titik untuk mengisap darah.
Misteri inilah yang coba dipecahkan aparat bersama warga sampai kemudian berdasarkan hasil musyawarah dilakukan penyisiran semua hutan yang mengitari rumah penduduk. Sedangkan sebelumnya hanya intensif melakukan ronda malam, namun masih ada kambing yang mati.
Disinggung mengenai kesaksian warga saat ronda dan melihat adanya dua ekor anjing besar berkepala manusia yang sempat mewarnai pemberitaan sejumlah media lokal dan media sosial, Samsu mengaku tidak bisa percaya begitu saja karena tidak ada bukti dan bisa saja apa yang dilihat itu hanya ilusi.
"Meski perburuan dugaan adanya hewan liar pembunuh puluhan ternak hari ini tidak mendapat hasil, namun saya nilai apa yang dilakukan warga bukan merupakan hal yang sia-sia, tapi dampak dari perburuan hari ini justru sangat besar, seperti persatuan warga, efek jera bagi pelaku, dan ajang silaturahmi bagi semua," ucapnya.
Sementara itu, Lurah Lempake Nurharyanto mengatakan, sejak adanya kematian ternak yang tidak wajar sebelum Hari Raya Idul Fitri 1438 Hijriah, warga aktif melakukan ronda malam, namun masih saja ada peternak yang kecolongan atas kematian ternaknya oleh makhluk yang belum diidentifikasi wujudnya.
"Salah seorang peternak yang kecolongan adalah Pak Ngateman. Tadinya dia punya 12 kambing gimbal, tapi kini tinggal empat ekor karena yang lainnya mati seperti darahnya diisap. Pertama Pak Ngateman kehilangan enam ekor kambing, besoknya lagi dua ekor kambingnya mati," ucap Yanto.
Menurutnya, satu kambing harganya variatif antara Rp2,5 juta hingga Rp3,5 juta, sehingga jika dirata-ratakan satu ekor seharga Rp3 juta, maka untuk 34 kambing gimbal yang telah mati tersebut peternak kambing di Lempake menderita kerugian senilai Rp102 juta.
"Sekarang kambing milik Pak Ngateman yang sisa empat ekor ini dititipkan di kandang milik Pak Ali, supaya lebih mudah menjaga bersama. Kambing Pak Ali juga ada tiga yang mati dengan tanda-tanda kematian yang sama seperti kambing lainnya. Untuk mencegah agar musibah ini tidak terulang ronda malam dan kewaspadaan warga kita tingkatkan," ujar Yanto lagi. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017