Samarinda (ANTARA Kaltim) - Forum Satu Bumi menggelar demonstrasi di depan kantor Gubernur Kalimantan Timur, Jumat, menyikapi bencana banjir di Kota Samarinda dan mendesak gubernur mencabut semua Izin Usaha Pertambangan batu bara yang tersebar di Samarinda.

"Kami minta gubernur tegas dalam menangani banjir di Samarinda karena banjir ini bukan murni akibat alam, namun karena ulah manusia yang paling besar adalah aktivitas tambang. Untuk itu, gubernur harus cabut 63 IUP batu bara di Samarinda," ujar koordinator aksi Muhammad Jamil.

Dalam aksi itu, FSB juga menuntut Gubernur Kaltim menetapkan 30 persen kawasan untuk ruang terbuka hijau di Samarinda, kemudian memulihkan wilayah resapan air di Samarinda.

Menurut Jamil, pada Musyawarah Rencana Pembangunan RKPD untuk Pembangunan 2018 yang digelar 3 April 2017, Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak menyatakan akan mencabut semua izin tambang batu bara di Samarinda.

Saat itu, gubernur juga menyatakan akan meminta pemerintah pusat untuk menciutkan atau mengurangi luas izin PKP2B di Samarinda, demi memenuhi kekurangan RTH yang seharusnya mencapai 30 persen, karena hingga saat ini RTH di Samarinda hanya ada 0,9 persen.

"Kami dari FSB menuntut kepada gubernur membuktikan janjinya, karena jika janji ini tidak ditepati maka Samarinda akan selalu dilanda banjir," ujar Sarah Agustio, peserta aksi demo lainnya saat menyampaikan orasi.

Sarah yang juga Humas Aksi FSB ini melanjutkan, setelah pernyataan gubernur pada 3 April tersebut hingga hari ini Samarinda masih dilanda banjir di banyak kawasan.

Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Samarinda, sudah ada tujuh titik di Kecamatan Samarinda Utara yang terendam banjir dan ada 2.096 penduduk menjadi korban banjir, sementara total rumah yang terendam banjir ada sekitar 4.000 KK.

Ia menilai pemerintah lalai dalam mengurus warganya dan hal ini dapat dibuktikan dengan 71 persen kawasan Kota Samarinda sekarang dikepung oleh 63 IUP pertambangan batu bara.

Tambang yang kebanyakan dekat dengan permukiman warga tersebut bukan hanya memicu banjir, tapi juga membahayakan warga, karena sudah ada belasan nyawa melayang akibat tenggelam di lubang bekas tambang.

"Samarinda sudah hampir tidak memiliki hutan kota karena hanya terdapat 0,9 persen dari yang seharusnya 30 persen. Kawasan resapan air pun lenyap, lahan pangan terus berkurang, banyak sumber air bersih menghilang atau tercemar. Gubernur harus bertanggungjawab mengembalikan itu semua," ujarnya melalui pengeras suara. (*)

Pewarta: M Ghofar

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017