Samarinda (ANTARA Kaltim) - Menikah dan membangun keluarga, kemudian mempunyai keturunan adalah impian setiap manusia, namun tidak sedikit yang gagal mempertahankan bangunan keluarga karena ternyata menikah itu tidak semudah dan seindah yang dibayangkan.
Tidak mudahnya karena bukan hanya menautkan dua hati dalam satu ikatan perkawinan, tetapi juga menyatukan dua keluarga besar.
Oleh karena itu, penting kiranya untuk melangkah ke jenjang pelaminan, salah satunya harus dilakukan tes kesehatan pranikah dan tes bebas narkoba.
Konsep negara maju dimulai dari sebuah keluarga, jika keluarga sehat, maka negara kuat. Hal ini diperkuat dengan teori dalam ilmu sosiologi "family is the fundamental unit of society", yang artinya keluarga adalah unit yang terpenting sekali dalam masyarakat.
Kalau pondasi keluarga lemah, maka bangunan masyarakat juga akan lemah. Jika masyarakat lemah, maka negara juga akan lemah.
Lantas apa kaitannya dengan tes narkoba bagi calon pengantin? karena narkoba, selain memengaruhi kesehatan, juga merusak moral dan mental manusia. Zat racun yang terkandung di dalam narkoba mempunyai daya rusak terhadap susunan syaraf otak manusia.
Bisa dibayangkan bagaimana jadinya jika sebuah keluarga dipimpin oleh seorang pecandu narkoba. Bagaimana pula nasib keturunannya jika dilahirkan dari rahim seorang ibu yang pecandu narkoba.
Jawabannya hampir pasti tidak akan melahirkan keturunan bagus ataupun menjadi keluarga yang kurang berkualitas.
Banyak kasus kekerasan dan sadisme yang terjadi dalam rumah tangga diakibatkan oleh narkoba. Seorang pecandu narkoba berpotensi besar melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) serta kekerasan terhadap anak, mengingat efek narkoba mengganggu dan merusak sistem kerja otak, yang berakibat hilangnya fokus dalam mengambil keputusan.
Publik pasti belum lupa akan kejadian lima orang anak ditelantarkan oleh kedua orang tuanya di Perumahan Citra Grand Cluster Nusa Dua Cibubur.
Tim Jatanras Polda Metro Jaya mengamankan pasangan suami istri Purnomo Utomo (45) dan Nurindra Sari (42) pada Kamis (14/5/2015), karena dilaporkan oleh tetangganya telah menelantarkan kelima anaknya hidup di jalanan dan tinggal di pos jaga komplek perumahan selama satu bulan.
Akhirnya terkuak, laki-laki yang berprofesi sebagai dosen di salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta itu di hadapan penyidik mengaku kerap menggunakan narkoba di hadapan anak-anaknya.
Ini hanya salah satu bukti, bahwa narkoba mampu menghancurkan sebuah keluarga serta menghilangkan kasih sayang orang tua kepada anak-anaknya.
Padahal idealnya, keluarga merupakan tempat pertama dan utama, di mana seorang anak dididik dan dibesarkan menjadi seseorang yang kelak berguna bagi bangsa, negara dan agamanya.
Dan yang terpenting, kita sebagai negara patut khawatir karena penelitian yang dilakukan Badan Narkotika Nasional bersama Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia pada 2015 mencatat setidaknya ada lebih kurang lima juta masyarakat Indonesia yang menyalahgunakan narkoba.
Bisa dikatakan, akan ada lima juta keluarga yang berpotensi berantakan layaknya keluarga Purnomo Utomo. Sungguh sangat disayangkan, negara sebesar Indonesia dengan kekayaan alam melimpah harus terpuruk karena racun yang bernama narkoba.
Tes Bebas Narkoba
Nah, selanjutnya langkah apa yang bisa kita lakukan sebagai negara yang berkewajiban melindungi segenap tumpah darahnya?.
Dari sekian banyak upaya yang sudah dan telah dijalankan pemerintah khususnya BNN, cara efektif yang dapat diujicobakan atau diaplikasikan adalah memberlakukan tes bebas narkoba bagi para calon pengantin.
Agar tidak muncul penyesalan di kemudian hari, calon mempelai harus saling mengetahui kondisi kesehatan masing-masing, utamanya harus bersih dari penyalahgunaan narkoba.
Selain menghancurkan moral, penyalahguna narkoba dengan jarum suntik juga berpotensi menularkan penyakit mematikan, seperti HIV/AIDS, hepatitis B dan C.
Hal ini dikuatkan dalam kompilasi hukum Islam di Indonesia buku I hukum perkawinan Bab XII Hak dan Kewajiban Suami-Istri; bagian ke satu umum pasal 77 ayat 1, menyebutkan bahwa suami-istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat.
Tujuan itu akan sulit tercapai, jika calon pengantin terkontaminasi narkoba. Kementerian Agama melalui Kantor Urusan Agama (KUA) yang berwenang mencatatkan pernikahan, mempunyai peran strategis dalam upaya pencegahan narkoba.
Pencegahan ini dapat dilakukan dengan memasukkan materi bahaya narkoba pada kursus calon pengantin (Suscatin) serta memberlakukan tes bebas narkoba bagi calon pengantin.
Dalam pelaksanaan tes bebas narkoba calon pengantin ini, penerapan untuk skala nasional perlu dibuat Peraturan Menteri Agama yang mewajibkan masing-masing calon engantin melampirkan surat keterangan bebas narkoba dari BNN maupun instansi lain seperti rumah sakit.
Jika aturan itu dianggap masih belum cukup kuat, BNN dapat berkoordinasi dengan Kemenag untuk mengusulkan materi tes narkoba bagi calon pengantin pada revisi UU Perkawinan ke Mahkamah Konstitusi.
Tentu proses ini akan berlangsung cukup lama dan memerlukan banyak waktu, karena revisi UU harus masuk dalam agenda Program Legislasi Nasional di DPR RI.
Untuk akselerasi program penanganan darurat narkoba, pimpinan daerah baik gubernur maupun bupati/wali kota juga dapat melakukan inisiasi menerbitkan peraturan daerah untuk memberlakukan pelaksanaan tes narkoba bagi calon pengantin di daerahnya masing-masing.
Jika ke depan aturan tes narkoba ini dapat dilaksanakan di Indonesia, pertanyaan yang kemudian muncul adalah bagaimana jika salah satu pasangan pengantin ternyata positif sebagai pengguna narkoba?
Dalam hal ini, KUA dapat bekerja sama dengan BNN untuk menyarankan agar dilakukan penundaan pernikahan dan selanjutnya memberi kesempatan pasangan calon pengantin yang positif narkoba tersebut mengikuti program rehabilitasi terlebih dahulu.
Penulis berkeyakinan semua orang tua akan menerima saran (rehabilitasi) ini, karena pada dasarnya orang tua mana yang rela melepaskan anak kesayangannya untuk menikah serta membangun bahtera keluarga dengan seorang pecandu narkoba. Tentu semua tidak akan rela. (*)
Penulis adalah Humas Badan Narkotika Nasional Kota Samarinda, Kaltim.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017
Tidak mudahnya karena bukan hanya menautkan dua hati dalam satu ikatan perkawinan, tetapi juga menyatukan dua keluarga besar.
Oleh karena itu, penting kiranya untuk melangkah ke jenjang pelaminan, salah satunya harus dilakukan tes kesehatan pranikah dan tes bebas narkoba.
Konsep negara maju dimulai dari sebuah keluarga, jika keluarga sehat, maka negara kuat. Hal ini diperkuat dengan teori dalam ilmu sosiologi "family is the fundamental unit of society", yang artinya keluarga adalah unit yang terpenting sekali dalam masyarakat.
Kalau pondasi keluarga lemah, maka bangunan masyarakat juga akan lemah. Jika masyarakat lemah, maka negara juga akan lemah.
Lantas apa kaitannya dengan tes narkoba bagi calon pengantin? karena narkoba, selain memengaruhi kesehatan, juga merusak moral dan mental manusia. Zat racun yang terkandung di dalam narkoba mempunyai daya rusak terhadap susunan syaraf otak manusia.
Bisa dibayangkan bagaimana jadinya jika sebuah keluarga dipimpin oleh seorang pecandu narkoba. Bagaimana pula nasib keturunannya jika dilahirkan dari rahim seorang ibu yang pecandu narkoba.
Jawabannya hampir pasti tidak akan melahirkan keturunan bagus ataupun menjadi keluarga yang kurang berkualitas.
Banyak kasus kekerasan dan sadisme yang terjadi dalam rumah tangga diakibatkan oleh narkoba. Seorang pecandu narkoba berpotensi besar melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) serta kekerasan terhadap anak, mengingat efek narkoba mengganggu dan merusak sistem kerja otak, yang berakibat hilangnya fokus dalam mengambil keputusan.
Publik pasti belum lupa akan kejadian lima orang anak ditelantarkan oleh kedua orang tuanya di Perumahan Citra Grand Cluster Nusa Dua Cibubur.
Tim Jatanras Polda Metro Jaya mengamankan pasangan suami istri Purnomo Utomo (45) dan Nurindra Sari (42) pada Kamis (14/5/2015), karena dilaporkan oleh tetangganya telah menelantarkan kelima anaknya hidup di jalanan dan tinggal di pos jaga komplek perumahan selama satu bulan.
Akhirnya terkuak, laki-laki yang berprofesi sebagai dosen di salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta itu di hadapan penyidik mengaku kerap menggunakan narkoba di hadapan anak-anaknya.
Ini hanya salah satu bukti, bahwa narkoba mampu menghancurkan sebuah keluarga serta menghilangkan kasih sayang orang tua kepada anak-anaknya.
Padahal idealnya, keluarga merupakan tempat pertama dan utama, di mana seorang anak dididik dan dibesarkan menjadi seseorang yang kelak berguna bagi bangsa, negara dan agamanya.
Dan yang terpenting, kita sebagai negara patut khawatir karena penelitian yang dilakukan Badan Narkotika Nasional bersama Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia pada 2015 mencatat setidaknya ada lebih kurang lima juta masyarakat Indonesia yang menyalahgunakan narkoba.
Bisa dikatakan, akan ada lima juta keluarga yang berpotensi berantakan layaknya keluarga Purnomo Utomo. Sungguh sangat disayangkan, negara sebesar Indonesia dengan kekayaan alam melimpah harus terpuruk karena racun yang bernama narkoba.
Tes Bebas Narkoba
Nah, selanjutnya langkah apa yang bisa kita lakukan sebagai negara yang berkewajiban melindungi segenap tumpah darahnya?.
Dari sekian banyak upaya yang sudah dan telah dijalankan pemerintah khususnya BNN, cara efektif yang dapat diujicobakan atau diaplikasikan adalah memberlakukan tes bebas narkoba bagi para calon pengantin.
Agar tidak muncul penyesalan di kemudian hari, calon mempelai harus saling mengetahui kondisi kesehatan masing-masing, utamanya harus bersih dari penyalahgunaan narkoba.
Selain menghancurkan moral, penyalahguna narkoba dengan jarum suntik juga berpotensi menularkan penyakit mematikan, seperti HIV/AIDS, hepatitis B dan C.
Hal ini dikuatkan dalam kompilasi hukum Islam di Indonesia buku I hukum perkawinan Bab XII Hak dan Kewajiban Suami-Istri; bagian ke satu umum pasal 77 ayat 1, menyebutkan bahwa suami-istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat.
Tujuan itu akan sulit tercapai, jika calon pengantin terkontaminasi narkoba. Kementerian Agama melalui Kantor Urusan Agama (KUA) yang berwenang mencatatkan pernikahan, mempunyai peran strategis dalam upaya pencegahan narkoba.
Pencegahan ini dapat dilakukan dengan memasukkan materi bahaya narkoba pada kursus calon pengantin (Suscatin) serta memberlakukan tes bebas narkoba bagi calon pengantin.
Dalam pelaksanaan tes bebas narkoba calon pengantin ini, penerapan untuk skala nasional perlu dibuat Peraturan Menteri Agama yang mewajibkan masing-masing calon engantin melampirkan surat keterangan bebas narkoba dari BNN maupun instansi lain seperti rumah sakit.
Jika aturan itu dianggap masih belum cukup kuat, BNN dapat berkoordinasi dengan Kemenag untuk mengusulkan materi tes narkoba bagi calon pengantin pada revisi UU Perkawinan ke Mahkamah Konstitusi.
Tentu proses ini akan berlangsung cukup lama dan memerlukan banyak waktu, karena revisi UU harus masuk dalam agenda Program Legislasi Nasional di DPR RI.
Untuk akselerasi program penanganan darurat narkoba, pimpinan daerah baik gubernur maupun bupati/wali kota juga dapat melakukan inisiasi menerbitkan peraturan daerah untuk memberlakukan pelaksanaan tes narkoba bagi calon pengantin di daerahnya masing-masing.
Jika ke depan aturan tes narkoba ini dapat dilaksanakan di Indonesia, pertanyaan yang kemudian muncul adalah bagaimana jika salah satu pasangan pengantin ternyata positif sebagai pengguna narkoba?
Dalam hal ini, KUA dapat bekerja sama dengan BNN untuk menyarankan agar dilakukan penundaan pernikahan dan selanjutnya memberi kesempatan pasangan calon pengantin yang positif narkoba tersebut mengikuti program rehabilitasi terlebih dahulu.
Penulis berkeyakinan semua orang tua akan menerima saran (rehabilitasi) ini, karena pada dasarnya orang tua mana yang rela melepaskan anak kesayangannya untuk menikah serta membangun bahtera keluarga dengan seorang pecandu narkoba. Tentu semua tidak akan rela. (*)
Penulis adalah Humas Badan Narkotika Nasional Kota Samarinda, Kaltim.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017