Samarinda (ANTARA Kaltim) -  Hasil swadaya warga Kampung Tepian Buah, Kecamatan Segah, Berau, Kalimantan Timur, terhadap pembangunan dan kemajuan lokal mencapai Rp1,6 miliar pada 2015 yang menggambarkan tingkat partisipasi warga cukup tinggi.

"Tingkat partisipasi yang diwujudkan bentuk swadaya pada 2015 mengalami peningkatan ketimbang 2014 sebesar Rp1,37 miliar. Hasil swadaya ini juga menunjukkan masih lebih tinggi dari nilai APBDes Tepian Buah," ujar Kepala Kampung Tepian Buah Surya Emi Susianti dihubungi di Berau, Kamis.

Sehari sebelumnya, rombongan Bupati Barau Muharam, Wakil Bupati Agus Tamtomo, dan Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) Kaltim Moh Jauhar Efendi berkunjung ke kampung tersebut bersama tim pembina Kaltim dalam rangka melakukan pembinaan untuk persiapan Lomba Desa 2017.

Emi menjelaskan hasil swadaya masyarakat antara lain diperoleh dari gotong royong pembangunan rumah warga senilai Rp162 juta, kelompok seni tari adat Rp195 juta, pengajar Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Rp81 juta, dan kebersihan kampung senilai Rp65 juta.

"Hasil swadaya masyarakat ini merupakan salah satu unggulan yang akan kami ikutkan dalam lomba desa/kampung, selain masih ada beberapa unggulan lain yang juga kami sertakan," ujar Emi.

Unggulan lainnya adalah kampung tersebut berhasil mengubah budaya minor warga, seperti kebiasaan mengonsumsi minuman keras secara bebas ketika ada acara-acara tertentu seperti upacara pernikahan maupun acara adat.

Menurutnya, ketika mulai menghapuskan kebiasaan mengonsumsi minuman keras, tantangannya sangat besar seiring banyaknya warga yang tidak setuju, bahkan keluarganya juga terancam ketika awal menerapkan perubahan tersebut.

Namun, karena dengan niat tulus demi kebaikan warganya, Emi Susianti tetap menerjang semua tantangan sehingga pada akhirnya bersama lembaga adat dan aparat keamanan berhasil membuat Peraturan Kampung tentang Larangan Miras.

Dalam aturan itu disebutkan setiap penjual atau pembuat minuman keras tradisional dikenai denda Rp5 juta, sedangkan bagi warga yang mengonsumsi dikenai denda Rp2 juta.

Pada tahun pertama penerapan aturan tersebut, lanjut Emi, sering dilakukan sidang karena memang masih banyak warga yang melanggar, baik penjual maupun mereka yang mengonsumsi, tapi sekarang jarang ada pelanggar.

Untuk sidang kasus minuman keras dilakukan oleh lembaga adat dan melibatkan aparat keamanan.

"Saat menyaksikan warga saya menjalani sidang dan harus membayar denda, sebenarnya saya tidak tega, tetapi karena ini demi kesehatan dan kebaikan warga, maka aturan harus ditegakkan. Sedangkan pemasukan dari denda minuman keras digunakan untuk keperluan sosial kampung," ujar Kepala Kampung perempuan ini.(*)

Pewarta: M Ghofar

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016