Balikpapan (ANTARA Kaltim) - Kontraktor Kontrak Kerja sama (KKKS) wajib melakukan sertifikasi barang milik negara, berupa tanah sesuai kebijakan Kementerian Keuangan, kata Wahyu Dono Kelompok Kerja Formalitas SKK Migas Kalimantan-Sulawesi.
"Seluruh aset yang dikelola KKKS akan menjadi barang milik negara, sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 4 Tahun 1971, dengan batas waktu sertfikasi hingga 2018," jelas Wahyu Dono di Balikpapan, Sabtu.
Ia menjelaskan, untuk KKKS yang sudah hampir selesai adalah PT Chevron, dengan luasan lahan 1.400 hektare, 600 hektare lahan di antaranya sudah bersertifikasi atas nama Pemerintah Republik Indonesia.
"Tahun lalu sudah diserahkan kepada kami, kemudian kami serahkan ke Kementerian Keuangan," kata Wahyu Dono.
Sementera untuk TEPI Total menurut dia, masih dalam tahap pengukuran, begitu juga di Sulawesi YOB Tomori sedang berjalan tahapan pengukuran dan tidak ada masalah
"SKK Migas mendapat instruksi harus meyetorkan ke kas negara, penyetoran tidak ke kantor pertanahan tapi langsung ke kas negara," ungkap Wahyu Dono.
Tumpang tindih lahan lanjut dia, menjadi salah satu kendala dalam sertifikasi barang milik negara tersebut.
"Status lahan yang tadinya hutan biasa kemudian ditetapkan jadi kawasan hutan konservasi atau cagar budaya, sementara kegiatan hulu migas sudah lebih dulu dilakukan, ini jadi kendala," ujarnya.
"Kami koordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan adannya kendala itu," ucap Wahyu Dono.
Dalam kasus tersebut menurut ia, barang milik negara tersebut dihaous atau tidak, bukan kewenangan SKK Migas, tetap kewenangan Kementerian Keuangan dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Persoalan lainnya tambah Wahyu Dono, yakni luasan hasi pengukuran tanah atau penentuan tanah berubah akibat faktor alam dan faktor ukur, karena administrasi pelepasan lahan awal belum sesuai kaidah tanah saat ini.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016
"Seluruh aset yang dikelola KKKS akan menjadi barang milik negara, sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 4 Tahun 1971, dengan batas waktu sertfikasi hingga 2018," jelas Wahyu Dono di Balikpapan, Sabtu.
Ia menjelaskan, untuk KKKS yang sudah hampir selesai adalah PT Chevron, dengan luasan lahan 1.400 hektare, 600 hektare lahan di antaranya sudah bersertifikasi atas nama Pemerintah Republik Indonesia.
"Tahun lalu sudah diserahkan kepada kami, kemudian kami serahkan ke Kementerian Keuangan," kata Wahyu Dono.
Sementera untuk TEPI Total menurut dia, masih dalam tahap pengukuran, begitu juga di Sulawesi YOB Tomori sedang berjalan tahapan pengukuran dan tidak ada masalah
"SKK Migas mendapat instruksi harus meyetorkan ke kas negara, penyetoran tidak ke kantor pertanahan tapi langsung ke kas negara," ungkap Wahyu Dono.
Tumpang tindih lahan lanjut dia, menjadi salah satu kendala dalam sertifikasi barang milik negara tersebut.
"Status lahan yang tadinya hutan biasa kemudian ditetapkan jadi kawasan hutan konservasi atau cagar budaya, sementara kegiatan hulu migas sudah lebih dulu dilakukan, ini jadi kendala," ujarnya.
"Kami koordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan adannya kendala itu," ucap Wahyu Dono.
Dalam kasus tersebut menurut ia, barang milik negara tersebut dihaous atau tidak, bukan kewenangan SKK Migas, tetap kewenangan Kementerian Keuangan dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Persoalan lainnya tambah Wahyu Dono, yakni luasan hasi pengukuran tanah atau penentuan tanah berubah akibat faktor alam dan faktor ukur, karena administrasi pelepasan lahan awal belum sesuai kaidah tanah saat ini.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016