Samarinda (ANTARA Kaltim) - Dengan anggaran untuk pendidikan yang dialokasikan sebesar 20 persen dari APBD Kaltim, seharusnya tak ada lagi anak-anak di Kaltim yang tidak mengenyam pendidikan atau putus sekolah.
Pernyataan tersebut disampaikan Anggota DPRD Kaltim Veridiana Huraq Wang terkait masih ditemukannya anak usia sekolah SD, SMP dan SMA yang ditemukan putus sekolah di beberapa kabupaten/kota di Kaltim.
Hal tersebut menurutnya merupakan suatu fenomena yang memprihatinkan. Di provinsi yang terkenal dengan kekayaan alamnya ini masih terdapat anak usia sekolah yang tidak mendapatkan pendidikan formal alias putus sekolah karena faktor kemiskinan; orangtua kesulitan mencari biaya.
Politikus PDI Perjuangan ini sangat menyayangkan gerakan Wajib Belajar (Wajar) 12 tahun yang diterapkan Pemerintah Provinsi Kaltim tidak dapat mencegah orangtua untuk tidak menyekolahkan anaknya.
“Terus terang saya prihatin mendengar fakta itu. Seharusnya, Perda Pendidikan Kaltim bisa menjadi pelindung bagi anak sekolah untuk tetap bisa mengenyam pendidikan, dan tak ada alasan orangtua untuk tidak menyekolahkan anaknya,†ujarnya.
Menghindari bertambahnya angka anak putus sekolah, dia mengimbau agar Dinas Pendidikan (Disdik) bisa segera mengecek hal tersebut di lapangan dan melakukan tindakan cepat untuk mengembalikan mereka ke sekolah. Jangan sampai, alasan materi menjadi alasan anak-anak di Kaltim tidak bersekolah. Apalagi saat ini seluruh kabupaten/kota di Kaltim juga sudah memasukan anggaran 20 persen di APBD untuk pendidikan.
“Diimbau Disdik untuk turun ke lapangan, karena masalah wajib belajar 12 tahun ini jangan hanya menjadi slogan saja. Selain itu pemerintah kabupaten/kota mestinya harus bertanggung jawab jika di wilayahnya masih ada anak yang tidak bersekolah karena orang tuanya tak mampu. Apa gunanya ada pendidikan gratis?†ucapnya dengan nada tanya.
Padahal, sebutnya, Perda Pendidikan yang telah disahkan DPRD Kaltim beberapa waktu lalu mengatur wajib belajar 12 tahun. Juga masalah pemerataan infrastruktur pendidikan, kesejahteraan guru, pendidikan gratis termasuk sanksi administratif jika masih ada sekolah yang melakukan pungutan-pungutan yang membenani orangtua siswa.
"Seharusnya Perda Pendidikan tersebut bisa implementatif dan mengakomodir kepentingan semua pihak termasuk masyarakat" pungkasnya. (Humas DPRD Kaltim/adv/lin/oke)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2014
Pernyataan tersebut disampaikan Anggota DPRD Kaltim Veridiana Huraq Wang terkait masih ditemukannya anak usia sekolah SD, SMP dan SMA yang ditemukan putus sekolah di beberapa kabupaten/kota di Kaltim.
Hal tersebut menurutnya merupakan suatu fenomena yang memprihatinkan. Di provinsi yang terkenal dengan kekayaan alamnya ini masih terdapat anak usia sekolah yang tidak mendapatkan pendidikan formal alias putus sekolah karena faktor kemiskinan; orangtua kesulitan mencari biaya.
Politikus PDI Perjuangan ini sangat menyayangkan gerakan Wajib Belajar (Wajar) 12 tahun yang diterapkan Pemerintah Provinsi Kaltim tidak dapat mencegah orangtua untuk tidak menyekolahkan anaknya.
“Terus terang saya prihatin mendengar fakta itu. Seharusnya, Perda Pendidikan Kaltim bisa menjadi pelindung bagi anak sekolah untuk tetap bisa mengenyam pendidikan, dan tak ada alasan orangtua untuk tidak menyekolahkan anaknya,†ujarnya.
Menghindari bertambahnya angka anak putus sekolah, dia mengimbau agar Dinas Pendidikan (Disdik) bisa segera mengecek hal tersebut di lapangan dan melakukan tindakan cepat untuk mengembalikan mereka ke sekolah. Jangan sampai, alasan materi menjadi alasan anak-anak di Kaltim tidak bersekolah. Apalagi saat ini seluruh kabupaten/kota di Kaltim juga sudah memasukan anggaran 20 persen di APBD untuk pendidikan.
“Diimbau Disdik untuk turun ke lapangan, karena masalah wajib belajar 12 tahun ini jangan hanya menjadi slogan saja. Selain itu pemerintah kabupaten/kota mestinya harus bertanggung jawab jika di wilayahnya masih ada anak yang tidak bersekolah karena orang tuanya tak mampu. Apa gunanya ada pendidikan gratis?†ucapnya dengan nada tanya.
Padahal, sebutnya, Perda Pendidikan yang telah disahkan DPRD Kaltim beberapa waktu lalu mengatur wajib belajar 12 tahun. Juga masalah pemerataan infrastruktur pendidikan, kesejahteraan guru, pendidikan gratis termasuk sanksi administratif jika masih ada sekolah yang melakukan pungutan-pungutan yang membenani orangtua siswa.
"Seharusnya Perda Pendidikan tersebut bisa implementatif dan mengakomodir kepentingan semua pihak termasuk masyarakat" pungkasnya. (Humas DPRD Kaltim/adv/lin/oke)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2014