Pepaya mini Balikpapan atau yang di sebut pepaya miba berpotensi menjadi produk lokal Kalimantan Timur yang bisa diekspor hingga ke luar negeri.
"Pepaya miba ini hasil tanaman pak Agus Basuki di Balikpapan Utara, dan ini buah khas di Balikpapan," kata Penjabat (Pj) Gubernur Kaltim Akmal Malik seusai meninjau kebun Pak Agus, Sabtu (30/3) .
Kebun Pak Agus terletak di Kilometer 12 Balikpapan Utara, tepatnya tak jauh dari Waduk Manggar sumber air untuk warga Kota Balikpapan.
Di kebun itu, terdapat beragam tanaman buah-buahan, mulai dari jambu kristal, pepaya Kalifornia, pepaya miba, dan lainnya.
Ia mengatakan asa dan peluangnya sangat menggiurkan, namun cukup disayangkan karena produksinya masih terbatas.
"Saya tadi berbincang dengan Pak Agus, untuk produksinya masih minim, jumlah orang yang berminat menanam juga terbatas," ungkap Akmal.
Oleh sebab itu, Akmal meminta sama kepada Agus yang disebutnya sebagai petani kolonial untuk mengembangkannya ke petani milenial.
"Cari anak baru, anak muda yang bisa untuk menanam pepaya miba, sehingga menjadi khas Kaltim dan Balikpapan, pepaya paling manis se Indonesia." pintanya.
"Nanti saya juga kembangkan, ada yang saya ajak dan memiliki lahan 6 hektare untuk menanam bibit itu," sambung Akmal.
Akmal menambahkan, pepaya ini juga bisa dilakukan hilirisasi agar nilai jual-nya pun juga bisa meningkat dengan dilakukan pengemasan sedemikian rupa, seperti menjadi olahan keripik dan lain sebagainya.
Agus menjelaskan kepada Pj Gubernur alasan di balik nama pepaya mini yakni karena bentuknya yang mini, hanya setangkup tangan orang dewasa.
Meski demikian, rasanya bisa disebut luar biasa manis, sebagai pembanding, pepaya biasa paling manis hanya sampai 12 brix pada brix refractor, mesin pengukur derajat kemanisan, sedangkan untuk pepaya miba mencapai 18 brix
Bibit awal pepaya mini sendiri didapat para petani Balikpapan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) dan di kembangkan di Balikpapan Timur serta Balikpapan Utara.
Untuk menanam pepaya mini Balikpapan, para petani mengikuti jadwal pemeliharaan yang sangat ketat.
Pemupukan, yang terutama menggunakan pupuk kandang, tidak boleh terlambat, tapi juga tidak boleh terlalu cepat. Semuanya harus tepat..
"Biasanya pepaya ini untuk memasok hotel, restoran, katering, juga supermarket, tidak hanya Balikpapan, tapi juga ke Jakarta dan Surabaya," kata Agus.
Bahkan ujar Agus pepaya miba dari kota minyak ini sudah rutin masuk dalam daftar menu di Istana Negara, Jakarta.
Menarik minat Komunitas Petani Muda Keren Indonesia
Pepaya mini Balikpapan rupanya menarik minat komunitas Petani Muda Keren Indonesia. Hal itu diakui langsung oleh AA Gede Agung Wedhatama pendiri Komunitas Petani Muda Keren yang dihadirkan Pj Gubernur dalam kunjungannya.
Bahkan, Agung sempat terlihat heran saat melihat pepaya miba mengingat ukurannya berbeda dengan pepaya pada umumnya.
"Ini bentuknya memang kecil begini ya? atau gimana?," ujarnya heran.
Dalam kesempatan itu, Agung berkesempatan untuk mencicipi seiris buah dengan kulit berwarna hijau dan isinya berwarna oren tersebut.
"Rasanya luar biasa enak, sangat garing, renyah dan manis, ini di Bali tidak ada," tuturnya.
Melihat ukuran yang mini, Agung mengatakan cukup mudah bila dijual di Bali sebab terdapat banyak pilihan, baik dijual per biji atau per kilo.
"Karena membawanya itu sangat gampang, satu kantong plastik bisa isi banyak," akunya.
Selain itu, target pasarnya juga banyak, selain para turis yang berkunjung juga bisa untuk anak-anak, dewasa, hingga orang tua.
"Saya sangat tertarik mencoba mengembangkannya di Bali, ke depan tidak menutup kemungkinan ada kolaborasi petani di Bali dan Kaltim khususnya Balikpapan untuk menanam pepaya ini di Bali," akunya.
Untuk diketahui, komunitas Petani Muda Keren merupakan sebuah gerakan petani muda Nusantara yang mengintegrasikan pertanian dari hulu ke hilir menggunakan teknologi internet of things (IoT) smart farming atau bertani cerdas
Komunitas ini didirikan oleh Agung di Bali bersama rekan-rekannya berasal dari beragam bidang dengan satu tujuan, yaitu ingin petani bisa lebih baik lagi, ramah lingkungan, cerdas, dan berkelanjutan.
Belakangan ini, komunitas itu kerap memberikan pelatihan pertanian cerdas berbasis teknologi yang bernama Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S) Petani Muda Keren di bawah naungan Kementerian Pertanian RI hingga keluar pulau Bali bahkan merambah hingga beberapa pulai di Indonesia termasuk Kalimantan Timur.
“Saya dengar tadi dari Ibu Kepala Dinas, di Kaltim ini sudah memiliki 42 P4S, jadi saya rasa sudah cukup baik untuk memotivasi pemuda untuk bertani,” ujarnya.
Agung berharap, lebih lagi menjelang pemindahan Ibu Kota Nusantara ke Kaltim, masyarakat banyak yang termotivasi menjadi enterpreneur tani atau pengusaha pertanian.
“Pengusaha tani itu tidak serta-merta bertani, tapi juga menjual bibit, mengolah produk pasca panen, hingga agrowisata, itu harus dikembangkan sehingga pertanian ini bisa memberikan dampak yang berkelanjutan,” jelasnya.
Dia mencontohkan, hasil budidaya pepaya mini, maka mereka juga bisa menjual bibit-nya dan juga mungkin bisa melakukan tumpang sari.
Menularkan teknologi smart farming untuk Kaltim
Kehadiran Agung di Kaltim rupanya juga ingin menularkan cara bertani cerdas yaitu dengan bertani berbasis teknologi digital yaitu smart farming yang sudah disebarluaskan dan di edukasi di seluruh Indonesia sejak 2019.
“Dengan teknologi ini petani tidak harus berjemur terus di ladang, dengan teknologi ini pepaya miba juga bisa lebih maksimal, sebab tadi kata Pak Agus kan butuh pengawasan yang ketat” ungkapnya.
Melalui smart farming, ponsel pintar yang biasa digunakan anak-anak muda untuk bermain permainan, melihat media sosial dan lainnya, namun juga bisa digunakan untuk produktifitas pertanian.
“Tadi sudah saya sampaikan juga sistem ini ke Pak Pj Gubernur Kaltim, maka lahan pertanian di Kaltim dalam waktu dekat menerapkan sistem itu,” tuturnya.
Adapun alat-alat yang digunakan seperti pipa untuk saluran irigasi, springkler, fogger, selenoid, Closed Circuit Television (CCTV), dan mekanisasi lainnya, serta membutuhkan IoT untuk membuat mekanisasi ini bisa otomatis, dan butuh ponsel pintar yang menjalankan fungsi kontrol pengawasan.
“Bila sudah terinstalasi, petani bisa bebas tanpa harus berpanas-panas ke kebun, karena semua baik penyiraman, pemupukan, hingga pengawasan bisa melalui ponsel pintar.
Lanjut Agung, ada beberapa sensor elektronik pada sistem itu, yakni sensor kelembaban tanah (kadar air tanah), sensor PH tanah (kadar asam/basa), sensor hujan, dan sensor udara menyangkut temperatur, kelembaban, tekanan, serta ketinggian lokasi kebun.
“Semua itu bisa dimonitor kapanpun dan dimanapun, saat ini kami masih melakukan edukasi projek itu, karena Kaltim baru ini kami masuk, setelah sebelumnya di Kalsel” ujarnya.
Untuk merealisasikan itu semua, Agung menyebutkan membutuhkan modal sekitar Rp 30 hingga 35 juta per 1000 Meter Persegi lahan. Sementara itu, untuk 1 Hektar lahan butuh Rp100 hingga 125 juta.
“Tapi itu di awal saja, tapi investasi bisa sampai 15 tahun, sekali pasang bisa sampai 15 tahun,” tegasnya.
Agung berharap, bila aplikasi itu terealisasi, maka ekspor jumlah banyak pepaya miba serta produk pertanian lainnya di Kaltim bisa lebih produktif.
“Melalui sistem itu hasil panen jauh lebih maksimal dan efisiensi hingga 70 persen,” Kata Agung.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2024
"Pepaya miba ini hasil tanaman pak Agus Basuki di Balikpapan Utara, dan ini buah khas di Balikpapan," kata Penjabat (Pj) Gubernur Kaltim Akmal Malik seusai meninjau kebun Pak Agus, Sabtu (30/3) .
Kebun Pak Agus terletak di Kilometer 12 Balikpapan Utara, tepatnya tak jauh dari Waduk Manggar sumber air untuk warga Kota Balikpapan.
Di kebun itu, terdapat beragam tanaman buah-buahan, mulai dari jambu kristal, pepaya Kalifornia, pepaya miba, dan lainnya.
Ia mengatakan asa dan peluangnya sangat menggiurkan, namun cukup disayangkan karena produksinya masih terbatas.
"Saya tadi berbincang dengan Pak Agus, untuk produksinya masih minim, jumlah orang yang berminat menanam juga terbatas," ungkap Akmal.
Oleh sebab itu, Akmal meminta sama kepada Agus yang disebutnya sebagai petani kolonial untuk mengembangkannya ke petani milenial.
"Cari anak baru, anak muda yang bisa untuk menanam pepaya miba, sehingga menjadi khas Kaltim dan Balikpapan, pepaya paling manis se Indonesia." pintanya.
"Nanti saya juga kembangkan, ada yang saya ajak dan memiliki lahan 6 hektare untuk menanam bibit itu," sambung Akmal.
Akmal menambahkan, pepaya ini juga bisa dilakukan hilirisasi agar nilai jual-nya pun juga bisa meningkat dengan dilakukan pengemasan sedemikian rupa, seperti menjadi olahan keripik dan lain sebagainya.
Agus menjelaskan kepada Pj Gubernur alasan di balik nama pepaya mini yakni karena bentuknya yang mini, hanya setangkup tangan orang dewasa.
Meski demikian, rasanya bisa disebut luar biasa manis, sebagai pembanding, pepaya biasa paling manis hanya sampai 12 brix pada brix refractor, mesin pengukur derajat kemanisan, sedangkan untuk pepaya miba mencapai 18 brix
Bibit awal pepaya mini sendiri didapat para petani Balikpapan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) dan di kembangkan di Balikpapan Timur serta Balikpapan Utara.
Untuk menanam pepaya mini Balikpapan, para petani mengikuti jadwal pemeliharaan yang sangat ketat.
Pemupukan, yang terutama menggunakan pupuk kandang, tidak boleh terlambat, tapi juga tidak boleh terlalu cepat. Semuanya harus tepat..
"Biasanya pepaya ini untuk memasok hotel, restoran, katering, juga supermarket, tidak hanya Balikpapan, tapi juga ke Jakarta dan Surabaya," kata Agus.
Bahkan ujar Agus pepaya miba dari kota minyak ini sudah rutin masuk dalam daftar menu di Istana Negara, Jakarta.
Menarik minat Komunitas Petani Muda Keren Indonesia
Pepaya mini Balikpapan rupanya menarik minat komunitas Petani Muda Keren Indonesia. Hal itu diakui langsung oleh AA Gede Agung Wedhatama pendiri Komunitas Petani Muda Keren yang dihadirkan Pj Gubernur dalam kunjungannya.
Bahkan, Agung sempat terlihat heran saat melihat pepaya miba mengingat ukurannya berbeda dengan pepaya pada umumnya.
"Ini bentuknya memang kecil begini ya? atau gimana?," ujarnya heran.
Dalam kesempatan itu, Agung berkesempatan untuk mencicipi seiris buah dengan kulit berwarna hijau dan isinya berwarna oren tersebut.
"Rasanya luar biasa enak, sangat garing, renyah dan manis, ini di Bali tidak ada," tuturnya.
Melihat ukuran yang mini, Agung mengatakan cukup mudah bila dijual di Bali sebab terdapat banyak pilihan, baik dijual per biji atau per kilo.
"Karena membawanya itu sangat gampang, satu kantong plastik bisa isi banyak," akunya.
Selain itu, target pasarnya juga banyak, selain para turis yang berkunjung juga bisa untuk anak-anak, dewasa, hingga orang tua.
"Saya sangat tertarik mencoba mengembangkannya di Bali, ke depan tidak menutup kemungkinan ada kolaborasi petani di Bali dan Kaltim khususnya Balikpapan untuk menanam pepaya ini di Bali," akunya.
Untuk diketahui, komunitas Petani Muda Keren merupakan sebuah gerakan petani muda Nusantara yang mengintegrasikan pertanian dari hulu ke hilir menggunakan teknologi internet of things (IoT) smart farming atau bertani cerdas
Komunitas ini didirikan oleh Agung di Bali bersama rekan-rekannya berasal dari beragam bidang dengan satu tujuan, yaitu ingin petani bisa lebih baik lagi, ramah lingkungan, cerdas, dan berkelanjutan.
Belakangan ini, komunitas itu kerap memberikan pelatihan pertanian cerdas berbasis teknologi yang bernama Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S) Petani Muda Keren di bawah naungan Kementerian Pertanian RI hingga keluar pulau Bali bahkan merambah hingga beberapa pulai di Indonesia termasuk Kalimantan Timur.
“Saya dengar tadi dari Ibu Kepala Dinas, di Kaltim ini sudah memiliki 42 P4S, jadi saya rasa sudah cukup baik untuk memotivasi pemuda untuk bertani,” ujarnya.
Agung berharap, lebih lagi menjelang pemindahan Ibu Kota Nusantara ke Kaltim, masyarakat banyak yang termotivasi menjadi enterpreneur tani atau pengusaha pertanian.
“Pengusaha tani itu tidak serta-merta bertani, tapi juga menjual bibit, mengolah produk pasca panen, hingga agrowisata, itu harus dikembangkan sehingga pertanian ini bisa memberikan dampak yang berkelanjutan,” jelasnya.
Dia mencontohkan, hasil budidaya pepaya mini, maka mereka juga bisa menjual bibit-nya dan juga mungkin bisa melakukan tumpang sari.
Menularkan teknologi smart farming untuk Kaltim
Kehadiran Agung di Kaltim rupanya juga ingin menularkan cara bertani cerdas yaitu dengan bertani berbasis teknologi digital yaitu smart farming yang sudah disebarluaskan dan di edukasi di seluruh Indonesia sejak 2019.
“Dengan teknologi ini petani tidak harus berjemur terus di ladang, dengan teknologi ini pepaya miba juga bisa lebih maksimal, sebab tadi kata Pak Agus kan butuh pengawasan yang ketat” ungkapnya.
Melalui smart farming, ponsel pintar yang biasa digunakan anak-anak muda untuk bermain permainan, melihat media sosial dan lainnya, namun juga bisa digunakan untuk produktifitas pertanian.
“Tadi sudah saya sampaikan juga sistem ini ke Pak Pj Gubernur Kaltim, maka lahan pertanian di Kaltim dalam waktu dekat menerapkan sistem itu,” tuturnya.
Adapun alat-alat yang digunakan seperti pipa untuk saluran irigasi, springkler, fogger, selenoid, Closed Circuit Television (CCTV), dan mekanisasi lainnya, serta membutuhkan IoT untuk membuat mekanisasi ini bisa otomatis, dan butuh ponsel pintar yang menjalankan fungsi kontrol pengawasan.
“Bila sudah terinstalasi, petani bisa bebas tanpa harus berpanas-panas ke kebun, karena semua baik penyiraman, pemupukan, hingga pengawasan bisa melalui ponsel pintar.
Lanjut Agung, ada beberapa sensor elektronik pada sistem itu, yakni sensor kelembaban tanah (kadar air tanah), sensor PH tanah (kadar asam/basa), sensor hujan, dan sensor udara menyangkut temperatur, kelembaban, tekanan, serta ketinggian lokasi kebun.
“Semua itu bisa dimonitor kapanpun dan dimanapun, saat ini kami masih melakukan edukasi projek itu, karena Kaltim baru ini kami masuk, setelah sebelumnya di Kalsel” ujarnya.
Untuk merealisasikan itu semua, Agung menyebutkan membutuhkan modal sekitar Rp 30 hingga 35 juta per 1000 Meter Persegi lahan. Sementara itu, untuk 1 Hektar lahan butuh Rp100 hingga 125 juta.
“Tapi itu di awal saja, tapi investasi bisa sampai 15 tahun, sekali pasang bisa sampai 15 tahun,” tegasnya.
Agung berharap, bila aplikasi itu terealisasi, maka ekspor jumlah banyak pepaya miba serta produk pertanian lainnya di Kaltim bisa lebih produktif.
“Melalui sistem itu hasil panen jauh lebih maksimal dan efisiensi hingga 70 persen,” Kata Agung.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2024