Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Paser mencatat sebanyak 158 anak melakukan pernikahan dini sepanjang tahun 2022.
"Tahun 2022 ada 158 anak yang menikah di bawah umur," kata Kepala DP2KBP3A Paser, Amir Faisol, di Tanah Grogot, Kamis.
Ia mengatakan, pernikahan dini tersebut disebabkan berbagai faktor diantaranya faktor lingkungan dan tuntutan orang tua untuk menikah cepat.
"Faktor lainya adalah pergaulan dengan lawan jenis yang berisiko," ucap Amir.
Selain itu, adanya desakan masyarakat sekitar, hubungan yang tidak dapat restu dari orang tua, serta keinginan dari anak sendiri, juga mempengaruhi pernikahan di bawah umur.
Amir menuturkan, untuk menekan kasus pernikahan dini saat ini, pihaknya gencar melakukan sosialisasi ke sekolah-sekolah soal bahaya dan resiko pernikahan dini bagi kedua pasangan maupun calon anak.
"Program ini kami sinergikan dengan pencegahan stunting," katanya.
Stunting atau kondisi gizi kronis, kata Amir, salah satunya disebabkan karena kurangnya kesiapan dari calon mempelai dalam mempersiapkan pernikahan.
Disamping itu, lanjut dia, untuk menekan kasus pernikahan dini DPPKBP3A Paser aktif melakukan pembentukan Sekolah Siaga Kependudukan.
"Kami berkoordinasi dengan pengadilan agama tentang pendewasaan usia pernikahan dan memperkuat kerjasama lintas sektor yang terkait dengan pemangku kepentingan di desa dan kecamatan," kata Amir.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2023
"Tahun 2022 ada 158 anak yang menikah di bawah umur," kata Kepala DP2KBP3A Paser, Amir Faisol, di Tanah Grogot, Kamis.
Ia mengatakan, pernikahan dini tersebut disebabkan berbagai faktor diantaranya faktor lingkungan dan tuntutan orang tua untuk menikah cepat.
"Faktor lainya adalah pergaulan dengan lawan jenis yang berisiko," ucap Amir.
Selain itu, adanya desakan masyarakat sekitar, hubungan yang tidak dapat restu dari orang tua, serta keinginan dari anak sendiri, juga mempengaruhi pernikahan di bawah umur.
Amir menuturkan, untuk menekan kasus pernikahan dini saat ini, pihaknya gencar melakukan sosialisasi ke sekolah-sekolah soal bahaya dan resiko pernikahan dini bagi kedua pasangan maupun calon anak.
"Program ini kami sinergikan dengan pencegahan stunting," katanya.
Stunting atau kondisi gizi kronis, kata Amir, salah satunya disebabkan karena kurangnya kesiapan dari calon mempelai dalam mempersiapkan pernikahan.
Disamping itu, lanjut dia, untuk menekan kasus pernikahan dini DPPKBP3A Paser aktif melakukan pembentukan Sekolah Siaga Kependudukan.
"Kami berkoordinasi dengan pengadilan agama tentang pendewasaan usia pernikahan dan memperkuat kerjasama lintas sektor yang terkait dengan pemangku kepentingan di desa dan kecamatan," kata Amir.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2023