Deputi Bidang Sistem dan Strategi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) RI, Raditya Jati mengungkapkan, sistem nasional penanggulangan bencana perlu disesuaikan dengan kebutuhan saat ini, karena telah terjadi pergeseran paradigma sepanjang tahun.

"Jika dulu fokus pada penanggulangan bencana, sekarang harus lebih fokus kepada pengurangan risiko bencana. Jadi jika dulu what to do sekarang how to do," jelas Radit dalam agenda Seminar Nasional Penguatan Sistem Penanggulangan Bencana untuk Ketangguhan Masyarakat pada Peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Tahun 2022 di Kota Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur, Rabu.

Radit menjelaskan, Indonesia telah memiliki sistem nasional penanggulangan bencana yang diatur dalam Undang - Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2007. Namun saat ini telah terjadi perubahan paradigma dalam pendekatan penanggulangan bencana.

Di hadapan para ahli kebencanaan dari BNPB dan BPBD se Indonesia yang hadir dalam agenda nasional tersebut, Radit juga menekankan, pendekatan penanggulangan bencana harus berorientasi pada keterkaitan capaian antar sub sistem.

Termasuk memprioritaskan pada penguatan kolaborasi, inklusi, dan integrasi multi stakeholders penanggulangan bencana untuk ketangguhan masyarakat.

Dengan tetap memperkuat peran BNPB dan BPBD sebagai koordinator pelaksana dan komando penanggulangan kebencanaan.

"Kita sudah punya indeks risiko bencana dan seharusnya, ini dimasukkan dalam indikator kinerja kepala daerah," ungkapnya.

Pendekatan sistem penanganan bencana, kata dia, juga harus terukur. Baik dari segi kelembagaan, pendanaan, sampai pada tahap monitor dan evaluasi.

Sistem nasional penanggulangan bencana harus mampu membangun resiliensi bangsa dalam menghadapi bencana.

Resiliensi ini harus dibentuk dari tingkat lokal. Dari komunitas, masyarakat, bahkan individu harus mampu membangun resiliensi ," jelasnya. 
 

Pewarta: Arumanto

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2022