Pusat Studi Anti Korupsi Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda, Kaltim meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut tuntas pihak lain yang mungkin terlibat terkait operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bupati Penajam Paser Utara (PPU).
"Kami mendesak KPK mengusut tuntas siapapun yang terlibat dalam kasus ini, termasuk kemungkinan perkara lain yang sebelumnya kontroversial di PPU," ujar Anggota Pusat Studi Anti Korupsi Fakultas Hukum Unmul Orin Gusta Andini di Samarinda, Jumat.
Selain itu, pihaknya juga meminta penegakan hukum yang dilakukan terhadap kasus korupsi Bupati PPU Abdul Gafur Mas'ud dilakukan dengan transparan agar publik bisa memantau.
Hal lain yang dimintanya adalah agar KPK mempertimbangkan penggunaan delik pencucian uang, terutama terkait dengan harta kekayaan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.
"Kami juga minta KPK secara ketat mengawasi daerah-daerah yang kental dengan pendekatan politik dinasti dalam mengelola daerah, karena politik dinasti merupakan pintu masuk terjadinya tindak pidana korupsi," ujar Orin.
Ia melanjutkan, OTT Bupati PPU ini merupakan penangkapan yang keempat kalinya, setelah sebelumnya Syaukani HR (mantan Bupati Kutai Kertanegara), Rita Widyasari (mantan Bupati Kutai Kertanegara), dan Ismunandar (mantan Bupati Kutai Timur).
Dalam konferensi pers oleh KPK, lanjutnya, KPK menetapkan Bupati PPU beserta empat pejabat di PPU dan satu bendahara di Partai Demokrat DPC Balikapapan sebagai tersangka.
Mereka disangka telah menerima suap atas pengadaan barang dan jasa serta perizinan untuk pemanfaatan sumber daya alam.
Nilai pengadaan barang dan jasa berhubungan dengan nilai kontrak sekitar Rp112 miliar untuk proyek multiyears berupa peningkatan jalan Sotek-Bukit Subur dengan nilai kontrak Rp58 miliar, kemudian pembangunan gedung perpustakaan dengan nilai kontrak Rp9,9 miliar.
Sedangkan korupsi terkait perizinan, tersangka diduga menerima sejumlah uang atas penerbitan beberapa perizinan, antara lain perizinan untuk HGU lahan sawit di Kabupaten PPU dan perizinan bleach plant (pemecah batu) pada Dinas PUPR Kabupaten PPU.
"Hal ini menunjukkan, selain pengadaan barang dan jasa, perizinan di bidang sumber daya alam pun merupakan lahan yang tak kalah subur bagi praktik korupsi di Kaltim," kata Orin.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2022
"Kami mendesak KPK mengusut tuntas siapapun yang terlibat dalam kasus ini, termasuk kemungkinan perkara lain yang sebelumnya kontroversial di PPU," ujar Anggota Pusat Studi Anti Korupsi Fakultas Hukum Unmul Orin Gusta Andini di Samarinda, Jumat.
Selain itu, pihaknya juga meminta penegakan hukum yang dilakukan terhadap kasus korupsi Bupati PPU Abdul Gafur Mas'ud dilakukan dengan transparan agar publik bisa memantau.
Hal lain yang dimintanya adalah agar KPK mempertimbangkan penggunaan delik pencucian uang, terutama terkait dengan harta kekayaan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.
"Kami juga minta KPK secara ketat mengawasi daerah-daerah yang kental dengan pendekatan politik dinasti dalam mengelola daerah, karena politik dinasti merupakan pintu masuk terjadinya tindak pidana korupsi," ujar Orin.
Ia melanjutkan, OTT Bupati PPU ini merupakan penangkapan yang keempat kalinya, setelah sebelumnya Syaukani HR (mantan Bupati Kutai Kertanegara), Rita Widyasari (mantan Bupati Kutai Kertanegara), dan Ismunandar (mantan Bupati Kutai Timur).
Dalam konferensi pers oleh KPK, lanjutnya, KPK menetapkan Bupati PPU beserta empat pejabat di PPU dan satu bendahara di Partai Demokrat DPC Balikapapan sebagai tersangka.
Mereka disangka telah menerima suap atas pengadaan barang dan jasa serta perizinan untuk pemanfaatan sumber daya alam.
Nilai pengadaan barang dan jasa berhubungan dengan nilai kontrak sekitar Rp112 miliar untuk proyek multiyears berupa peningkatan jalan Sotek-Bukit Subur dengan nilai kontrak Rp58 miliar, kemudian pembangunan gedung perpustakaan dengan nilai kontrak Rp9,9 miliar.
Sedangkan korupsi terkait perizinan, tersangka diduga menerima sejumlah uang atas penerbitan beberapa perizinan, antara lain perizinan untuk HGU lahan sawit di Kabupaten PPU dan perizinan bleach plant (pemecah batu) pada Dinas PUPR Kabupaten PPU.
"Hal ini menunjukkan, selain pengadaan barang dan jasa, perizinan di bidang sumber daya alam pun merupakan lahan yang tak kalah subur bagi praktik korupsi di Kaltim," kata Orin.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2022