Samarinda (ANTARA Kaltim) - BKKBN Kaltim pada 2010 pernah mengkhawatirkan bakal terjadi ledakan penduduk di Kaltim karena potensinya sangat besar.
Kini, di penghujung 2012, kekhawatiran itu menjadi kenyataan lantaran pertumbuhan penduduknya di atas 3,8 persen.
Jumlah penduduk Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) meningkat cukup tajam dengan laju pertumbuhan penduduk mencapai 3,82 persen per tahun, yakni pada Sensus 2000 jumlah penduduk Kaltim terdapat 2,4 juta jiwa, sedangkan pada sensus penduduk 2010 naik menjadi 3,5 juta jiwa.
Selanjutnya, data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim pada 2011 menyebutkan, jumlah penduduk Kaltim meningkat lagi menjadi 3.774.885 jiwa dengan kepadatan 19,02 jiwa per km2.
Kemudian hingga akhir 2012 diperkirakan bertambah lagi hingga menembus angka 4 juta jiwa. Sungguh angka ini di luar proyeksi.
Proyeksi yang dilakukan BPS usai melakukan sensus penduduk 2010 adalah, akhir 2010 jumlah penduduk Kaltim sebanyak 3,599 juta jiwa, 2011 naik menjadi 3,638 juta jiwa, 2012 menjadi 3,674 juta jiwa, 2013 sebanyak 3,709 juta jiwa, bahkan hingga 2020 pun penduduk
Kaltim diproyeksikan belum genap pada angkat 4 juta jiwa.
Namun, ternyata pada akhir 2012 bisa dipastikan dapat menembus di angka 4 juta jiwa karena hingga akhir 2011 saja sudah mencapai 3,775 juta jiwa.
Ledakan penduduk tersebut memang bukan murni karena faktor kelahiran, namun yang sangat menonjol adalah kedatangan perantau yang kebanyakan dari Pulau Jawa dan Sulawesi.
Banyaknya perantau yang datang ke Kaltim karena daerah itu dianggap menjanjikan untuk memperbaiki nasib atau meningkatkan kesejahteraan. Ibarat pepatah, ada gula ada semut.
Pepatah itulah yang sudah terbukti di sejumlah kota besar di Indonesia, seperti Jakarta yang merupakan ibu kota negara. Termasuk sejumlah kota di Kaltim seperti Samarinda dan Balikpapan yang merupakan daerah dengan pertumbuhan penduduk cukup cepat.
Menurut Kepala Badan Kependudukan dan keluarga Berencana (BKKBN) Perwakilan Kaltim Jupri Yasin, pertumbuhan penduduk Kaltim dengan angka tersebut berarti sangat tinggi karena berada di atas rata-rata nasional yang hanya 1,49 persen per tahun.
Pertumbuhan penduduk demikian sangat mempengaruhi kesediaan pangan, energi, kesehatan, pendidikan, lapangan kerja, dan berpotensi meningkatkan tingkat kemiskinan masyarakat, bahkan berpotensi naiknya tindak kriminal dan masalah sosial lain jika tidak ada pengendalian penduduk.
Menurut dia, rasio antara pendatang (migrasi) dan kelahiran di Kaltim sangat jauh, yakni angka kelahiran hanya 1,754 sedangkan untuk jumlah pendatang mencapai 2,7.
Secara nasional, laju pertumbuhan penduduk Kaltim menempati urutan ketiga, setelah Papua dan Riau. Lajunya pertumbuhan penduduk akan berimplikasi pada berbagai hal, di antaranya menurunnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM), meskipun saat ini IPM Kaltim masih bagus karena berada di peringkat lima nasional.
Apabila tingginya pertambahan penduduk itu dibiarkan, maka pemerintah daerah ke depan akan kesulitan mempertahankan, apalagi menaikkan angka IPM karena beban yang harus ditanggung semakin kompleks.
Variabel pengukur peringakat IPM adalah angka harapan hidup, angka melek huruf, angka rata-rata lama sekolah, dan angka pengeluaran belanja per penduduk per bulan.
Dampak dari tingginya pertumbuhan penduduk yang lain, yakni menurunnya tingkat kesejahteraan dan daya beli masyarakat, meningkatnya beban pemerintah terhadap penyediaan fasilitas kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur pembangunan.
Menurut Jupri, pertumbuhan ekonomi akan sulit dicapai, termasuk pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas tidak akan terwujud jika pertumbuhan penduduk tidak terkendali.
Cara terbaik untuk membangun ekonomi dan SDM adalah dengan mengendalikan laju pertumbuhan penduduk, khususnya melalui pengembangan program Kependudukan dan Keluarga Berencana (KKB).
Kependudukan, katanya, memiliki implikasi luas terhadap sektor pembangunan, mulai dari pembangunan pendidikan, kesehatan, tenaga kerja, perumahan, dan kebutuhan dasar masyarakat yang harus dipenuhi setiap hari, baik sandang, pangan, papan, listrik, air bersih, dan kebutuhan lain.
Untuk itu, perhatian pemerintah lebih difokuskan pada pengembangan program Kependudukan dan KB, sehingga persoalan yang berkaitan dengan masalah kependudukan dapat dituntaskan.
Menurut Ketua Ikatan Sosiologi Indonesia (ISI) Kaltim Sarosa Hamungpranoto, tingginya migrasi ke Kaltim karena daerah itu dianggap kaya dan menjanjikan untuk kehidupan yang lebih layak.
Tidak ada siapa pun dan undang-undang mana pun yang melarang migrasi, karena hal itu merupakan hak asasi, namun dia mengimbau kepada pendatang, agar mereka membekali diri dengan keterampilan agar dapat hidup lebih baik di perantauan.
Kaltim memang termasuk provinsi kaya di Indonesia. Paling tidak hal itu dapat dilihat dari nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan nilai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Pada 2008 PDRB Kaltim atas dasar harga berlaku sebesar Rp315 triliun, kemudian pada 2009 naik lagi menjadi Rp359,98 triliun, pada 2011 kembali naik hingga menjadi Rp390,6 triliun, selanjutnya hingga triwulan III 2012 PDRB Kaltim senilai Rp324,6 triliun, sehingga diperkirakan hingga akhir 2012 nilainya lebih tinggi dari PDRB 2011.
Sementara untuk APBD Kaltim juga masih tinggi dibanding provinsi lain, apalagi dalam tiga tahun terakhir APBD-nya terus meningkat.
Misalnya APBD Murni pada 2008 sebesar Rp6,16 triliun dan APBD Perubahan (APBD-P) Rp7,5 triliun, pada 2009 APBD Murni Rp5 triliun dan APBD-P menjadi Rp6,6 triliun.
Selanjutnya pada 2010 APBD Murni Rp5,25 triliun, pada 2011 APBD Murni Rp7,5 triliun dan setelah perubahan atau APBD-P menjadi Rp10 triliun, pada 2012 APBD Murni Rp10,5 triliun dan APBD-P Rp13,34 triliun, dan APBD Murni 2013 yang telah disahkan pada 30 November 2012 nilainya mencapai Rp13 triliun.
Namun, apa arti semuanya itu, jika angka pertumbuhan penduduknya juga membengkak drastis dari tahun ke tahun.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2012
Kini, di penghujung 2012, kekhawatiran itu menjadi kenyataan lantaran pertumbuhan penduduknya di atas 3,8 persen.
Jumlah penduduk Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) meningkat cukup tajam dengan laju pertumbuhan penduduk mencapai 3,82 persen per tahun, yakni pada Sensus 2000 jumlah penduduk Kaltim terdapat 2,4 juta jiwa, sedangkan pada sensus penduduk 2010 naik menjadi 3,5 juta jiwa.
Selanjutnya, data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim pada 2011 menyebutkan, jumlah penduduk Kaltim meningkat lagi menjadi 3.774.885 jiwa dengan kepadatan 19,02 jiwa per km2.
Kemudian hingga akhir 2012 diperkirakan bertambah lagi hingga menembus angka 4 juta jiwa. Sungguh angka ini di luar proyeksi.
Proyeksi yang dilakukan BPS usai melakukan sensus penduduk 2010 adalah, akhir 2010 jumlah penduduk Kaltim sebanyak 3,599 juta jiwa, 2011 naik menjadi 3,638 juta jiwa, 2012 menjadi 3,674 juta jiwa, 2013 sebanyak 3,709 juta jiwa, bahkan hingga 2020 pun penduduk
Kaltim diproyeksikan belum genap pada angkat 4 juta jiwa.
Namun, ternyata pada akhir 2012 bisa dipastikan dapat menembus di angka 4 juta jiwa karena hingga akhir 2011 saja sudah mencapai 3,775 juta jiwa.
Ledakan penduduk tersebut memang bukan murni karena faktor kelahiran, namun yang sangat menonjol adalah kedatangan perantau yang kebanyakan dari Pulau Jawa dan Sulawesi.
Banyaknya perantau yang datang ke Kaltim karena daerah itu dianggap menjanjikan untuk memperbaiki nasib atau meningkatkan kesejahteraan. Ibarat pepatah, ada gula ada semut.
Pepatah itulah yang sudah terbukti di sejumlah kota besar di Indonesia, seperti Jakarta yang merupakan ibu kota negara. Termasuk sejumlah kota di Kaltim seperti Samarinda dan Balikpapan yang merupakan daerah dengan pertumbuhan penduduk cukup cepat.
Menurut Kepala Badan Kependudukan dan keluarga Berencana (BKKBN) Perwakilan Kaltim Jupri Yasin, pertumbuhan penduduk Kaltim dengan angka tersebut berarti sangat tinggi karena berada di atas rata-rata nasional yang hanya 1,49 persen per tahun.
Pertumbuhan penduduk demikian sangat mempengaruhi kesediaan pangan, energi, kesehatan, pendidikan, lapangan kerja, dan berpotensi meningkatkan tingkat kemiskinan masyarakat, bahkan berpotensi naiknya tindak kriminal dan masalah sosial lain jika tidak ada pengendalian penduduk.
Menurut dia, rasio antara pendatang (migrasi) dan kelahiran di Kaltim sangat jauh, yakni angka kelahiran hanya 1,754 sedangkan untuk jumlah pendatang mencapai 2,7.
Secara nasional, laju pertumbuhan penduduk Kaltim menempati urutan ketiga, setelah Papua dan Riau. Lajunya pertumbuhan penduduk akan berimplikasi pada berbagai hal, di antaranya menurunnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM), meskipun saat ini IPM Kaltim masih bagus karena berada di peringkat lima nasional.
Apabila tingginya pertambahan penduduk itu dibiarkan, maka pemerintah daerah ke depan akan kesulitan mempertahankan, apalagi menaikkan angka IPM karena beban yang harus ditanggung semakin kompleks.
Variabel pengukur peringakat IPM adalah angka harapan hidup, angka melek huruf, angka rata-rata lama sekolah, dan angka pengeluaran belanja per penduduk per bulan.
Dampak dari tingginya pertumbuhan penduduk yang lain, yakni menurunnya tingkat kesejahteraan dan daya beli masyarakat, meningkatnya beban pemerintah terhadap penyediaan fasilitas kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur pembangunan.
Menurut Jupri, pertumbuhan ekonomi akan sulit dicapai, termasuk pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas tidak akan terwujud jika pertumbuhan penduduk tidak terkendali.
Cara terbaik untuk membangun ekonomi dan SDM adalah dengan mengendalikan laju pertumbuhan penduduk, khususnya melalui pengembangan program Kependudukan dan Keluarga Berencana (KKB).
Kependudukan, katanya, memiliki implikasi luas terhadap sektor pembangunan, mulai dari pembangunan pendidikan, kesehatan, tenaga kerja, perumahan, dan kebutuhan dasar masyarakat yang harus dipenuhi setiap hari, baik sandang, pangan, papan, listrik, air bersih, dan kebutuhan lain.
Untuk itu, perhatian pemerintah lebih difokuskan pada pengembangan program Kependudukan dan KB, sehingga persoalan yang berkaitan dengan masalah kependudukan dapat dituntaskan.
Menurut Ketua Ikatan Sosiologi Indonesia (ISI) Kaltim Sarosa Hamungpranoto, tingginya migrasi ke Kaltim karena daerah itu dianggap kaya dan menjanjikan untuk kehidupan yang lebih layak.
Tidak ada siapa pun dan undang-undang mana pun yang melarang migrasi, karena hal itu merupakan hak asasi, namun dia mengimbau kepada pendatang, agar mereka membekali diri dengan keterampilan agar dapat hidup lebih baik di perantauan.
Kaltim memang termasuk provinsi kaya di Indonesia. Paling tidak hal itu dapat dilihat dari nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan nilai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Pada 2008 PDRB Kaltim atas dasar harga berlaku sebesar Rp315 triliun, kemudian pada 2009 naik lagi menjadi Rp359,98 triliun, pada 2011 kembali naik hingga menjadi Rp390,6 triliun, selanjutnya hingga triwulan III 2012 PDRB Kaltim senilai Rp324,6 triliun, sehingga diperkirakan hingga akhir 2012 nilainya lebih tinggi dari PDRB 2011.
Sementara untuk APBD Kaltim juga masih tinggi dibanding provinsi lain, apalagi dalam tiga tahun terakhir APBD-nya terus meningkat.
Misalnya APBD Murni pada 2008 sebesar Rp6,16 triliun dan APBD Perubahan (APBD-P) Rp7,5 triliun, pada 2009 APBD Murni Rp5 triliun dan APBD-P menjadi Rp6,6 triliun.
Selanjutnya pada 2010 APBD Murni Rp5,25 triliun, pada 2011 APBD Murni Rp7,5 triliun dan setelah perubahan atau APBD-P menjadi Rp10 triliun, pada 2012 APBD Murni Rp10,5 triliun dan APBD-P Rp13,34 triliun, dan APBD Murni 2013 yang telah disahkan pada 30 November 2012 nilainya mencapai Rp13 triliun.
Namun, apa arti semuanya itu, jika angka pertumbuhan penduduknya juga membengkak drastis dari tahun ke tahun.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2012