Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur berharap seluruh pemangku kepentingan baik di provinsi dan kabupaten/kota untuk dapat membangun sistem perlindungan perempuan dan anak yang komprehensif guna mencegah serta menanggulangi kekerasan ,pelecehan,penelantaran dan eksploitasi.
“Lakukanlah langkah-langkah komperhensif dan berjenjang ke bawah dalam hal ini melibatkan seluruh lingkungan masyarakat, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, forum pemerhati anak dan warga masyarakat untuk melakukan tindakan pencegahan,”ujar Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi dalam sambutan yang disampaikan Asisten Pemerintahan dan Kesra Sekprov Kaltim, Moh Jauhar Efendi saat membuka Rapat Koordinasi Daerah Urusan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPP3A) tahun 2021 yang berlangsung di Hotel Grand Jatra Balikpapan, Senin (29/3/2021).
Menurut Jauhar di Provinsi Kaltim berdasarkan data yang dihimpun Kanwil Kementerian Agama, di masa pandemi perkawinan usia anak mengalami kenaikan cukup tinggi. Hal itu dapat memicu terjadinya kekerasan ,pelecehan,penelantaran dan eksploitasi terhadap perempuan dan anak.
Ia menegaskan pada dua tahun terakhir data perkawinan anak menunjukan kenaikan siginfikan, yakni tahun 2019 sebanyak 845 dan pada 2020 naik hingga 1.159 anak. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS ) Kaltim menyebutkan perkawinan anak sebelum umur 18 tahun di Pprovinsi Kaltim yahun 2019 sebesar 12,36 persen menduduki posisi ke 17 dari 35 provinsi.
"Angka ini jauh di atas capaian nasional yang hanya 10,82 persen. Angka perkawinan anak tertinggi terjadi di Kabupaten Kutai Kartanegara sebanyak 268 anak. Posisi kedua terjadi di Kota Samarinda sebanyak 194 anak dan di Kota Balikpapan sebanyak 179 anak," katanya.
Oleh karena itu ujar Jauhar, pemerintah menunjukkan komitmen melalui penetapan target penurunan perkawinan anak secara nasional dalam RPJMN 2020-2024. Dari 11,2 persen di tahun 2018 menjadi 8,74 persen pada tahun 2024.
Lanjut dia meskipun persoalan pernikahan usia anak saat masih menjadi permasalahan tersendiri bagi Indonesia. Berdasarkan data 2018 sebanyak 1.184.100 perempuan berusia 20 hingga 24 tahun tercatat telah menikah di usia 18 tahun.
“Beragam faktor melatar belakangi pernikahan usia muda di antaranya sebagai solusi persoalan ekonomi keluarga, budaya setempat dan minimnya edukasi terkait pernikahan dini,”katanya.
Kegiatan Rakorda Urusan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menghadirkan narasumber di antaranya Plt Kepala Dinas Kependudukan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Dra. Sri Wahyuni, Tim Ahli Perlindungan Anak dari Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia, Dr. Hamid Patilima, S. Krim.
Kemudian Dokter Spesialis Obgyn dr. Aspian Noor, SpOG (K), Wakil Ketua I TP-PKK Kaltim Dr. Futum Hubaib, dan Kepala Dinas Pemberdayaan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) Provinsi DKI Jakarta, Ir. Tuty Kusumawati.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2021