Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Kalimantan Timur Muhammad Udin menilai hadirnya Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batu Bara bakal menyulitkan Pemerintah Daerah dalam melakukan pengawasan lingkungan.


Menurut Udin dengan adanya UU tersebut semua kebijakan bakal ditarik kepada Pemerintah Pusat, dan hal itulah yang menghambat pihaknya di daerah untuk melakukan pengawasan dan peninjauan perizinan yang telah keluar. 

"Masalah yang bisa terjadi, apakah pemerintah pusat langsung dapat melakukan monitoring dan pengawasan baik saat proses perizinan maupun saat operasional," kata Udin di Samarinda.

Ia menilai  alangkah baiknya kewenangan tersebut bisa dikembalikan kepada Pemerintah Daerah.

Dengan ditariknya kewenangan kepada pusat itu pun dianggap hanya orang-orang yang memiliki modal besar saja yang bksa melakukan pembuatan izin. 

"Situasi seperti ini justru menimbulkan rasa ketidak adilan, karena saya merasa adanya kesenjangan," ungkapnya.

Menurut dia, ketika izin yang sebelumnya berada pada provinsi saja masih belum maksimal dalam monitoring dan pengawasannya kepada perusahaan yang beraktivitas di Kaltim. Apalagi, saat ini ditarik ke pusat.
 
Logo-DPRD Kaltim (Dok Antaranews Kaltim)

Selain itu, juga berkaitan dengan maraknya dugaan tambang ilegal yang susah untuk diperiksa secara langsung perizinannya. 

Sementara itu, Ketua Komisi III DPRD Kaltim Hasanuddin Mas'ud mengatakan lahirnya UU Minerba tersebut memang sangat berdampak kepada daerah, salah satunya semakin sulit untuk pemantauan aktivitas dari perusahaan. 

Kemudian, yang lebih paham mengenai kondisi daerah yakni pemerintah daerahnya sendiri. 

"Seperti lubang tambang, dan masalah pertambangan lainnya," katanya.

Hasan mengatakan saat ini daerah hanya menjadi bancakan saja, terlebih merasakan dampaknya tetapi tanpa merasakan hasilnya.
 

Pewarta: Arumanto

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2021