Balikpapan (ANTARA News Kaltim) - Pimpinan Administrator Pelabuhan (Adpel) Balikpapan mempertanyakan tudingan pelabuhan yang disebutkan ilegal di wilayah itu.
Adpel Balikpapan membawahi pelabuhan-pelabuhan yang ada di Kalimantan Timur bagian selatan, yaitu Balikpapan, kabupaten Penajam Paser Utara (PPPU), dan kabupaten Paser.
"Tunjukan saja yang mana yang ilegal itu. Nanti kami buka file-nya. Tapi kalau masih belum jelas, abu-abu, ya susah kami jelaskan," kata Kepala Seksi Pengawasan, Fasilitas dan Pelayaran Adpel Balikpapan, Rusli, Kamis.
Namun demikian, Rusli menegaskan bahwa tanpa adanya Surat Persetujuan Berlayar (SPB) atau "port clearance" yang dikeluarkan syahbandar dari Adpel, kapal yang tengah sandar di pelabuhan tidak diperbolehkan berlayar.
Syahbandar hanya mengeluarkan "port clearance" atau SPB kepada kapal yang sandar di pelabuhan resmi.
Sebelumnya, Kepala Dinas Perhubungan, Kebudayaan dan Pariwisata PPU Alimuddin menyebutkan dari 22 pelabuhan yang ada di PPU, hanya 5 yang memiliki izin lengkap. Tujuh belas pelabuhan lainnya tidak memiliki izin operasi dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sehingga bisa disebut ilegal.
Ke-17 pelabuhan lain berjalan dengan menggunakan rekomendasi Bupati PPU. Kebanyakan pelabuhan-pelabuhan tersebut milik perusahaan tambang batubara yang stockpile (lapangan penumpukan) berada di tepi selatan Teluk Balikpapan.
Meski juga memilih tidak mengomentari soal pelabuhan illegal tersebut, Kepala Adpel Semayang, Balikpapan, P Aritonang menyebutkan, seluruhnya ada 36 pelabuhan khusus yang terdaftar dan berlokasi di Balikpapan dan PPU.
"Seluruhnya 36 ada Badan Usaha Pelabuhan (BUP) dan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS). Ada yang lagi beberapa proses perizinan dan ada juga empat pelabuhan yang tidak jalan operasionalnya," kata Aritonang.
Aritonang menjelaskan, untuk mendapatkan izin operasi pelabuhan dari Kemenhub, terlebih dahulu pemohon menyelesaikan segala perizinan dari pemkab atau pemkot di mana pelabuhan itu berlokasi.
"Pertama harus beres status lahannya, kemudian AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan), termasuk kesusuaian dengan RTRW. Kalau perizinan dari pemkot atau pemkab sudah lengkap, dari situ baru dilihat aspek keselamatan pelayaran," katanya.
"Setelah itu kami sampaikan rekomendasi ke Kemenhub. Berdasarkan rekomendasi itu nanti keluar izin operasional," kata Aritonang. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2012
Adpel Balikpapan membawahi pelabuhan-pelabuhan yang ada di Kalimantan Timur bagian selatan, yaitu Balikpapan, kabupaten Penajam Paser Utara (PPPU), dan kabupaten Paser.
"Tunjukan saja yang mana yang ilegal itu. Nanti kami buka file-nya. Tapi kalau masih belum jelas, abu-abu, ya susah kami jelaskan," kata Kepala Seksi Pengawasan, Fasilitas dan Pelayaran Adpel Balikpapan, Rusli, Kamis.
Namun demikian, Rusli menegaskan bahwa tanpa adanya Surat Persetujuan Berlayar (SPB) atau "port clearance" yang dikeluarkan syahbandar dari Adpel, kapal yang tengah sandar di pelabuhan tidak diperbolehkan berlayar.
Syahbandar hanya mengeluarkan "port clearance" atau SPB kepada kapal yang sandar di pelabuhan resmi.
Sebelumnya, Kepala Dinas Perhubungan, Kebudayaan dan Pariwisata PPU Alimuddin menyebutkan dari 22 pelabuhan yang ada di PPU, hanya 5 yang memiliki izin lengkap. Tujuh belas pelabuhan lainnya tidak memiliki izin operasi dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sehingga bisa disebut ilegal.
Ke-17 pelabuhan lain berjalan dengan menggunakan rekomendasi Bupati PPU. Kebanyakan pelabuhan-pelabuhan tersebut milik perusahaan tambang batubara yang stockpile (lapangan penumpukan) berada di tepi selatan Teluk Balikpapan.
Meski juga memilih tidak mengomentari soal pelabuhan illegal tersebut, Kepala Adpel Semayang, Balikpapan, P Aritonang menyebutkan, seluruhnya ada 36 pelabuhan khusus yang terdaftar dan berlokasi di Balikpapan dan PPU.
"Seluruhnya 36 ada Badan Usaha Pelabuhan (BUP) dan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS). Ada yang lagi beberapa proses perizinan dan ada juga empat pelabuhan yang tidak jalan operasionalnya," kata Aritonang.
Aritonang menjelaskan, untuk mendapatkan izin operasi pelabuhan dari Kemenhub, terlebih dahulu pemohon menyelesaikan segala perizinan dari pemkab atau pemkot di mana pelabuhan itu berlokasi.
"Pertama harus beres status lahannya, kemudian AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan), termasuk kesusuaian dengan RTRW. Kalau perizinan dari pemkot atau pemkab sudah lengkap, dari situ baru dilihat aspek keselamatan pelayaran," katanya.
"Setelah itu kami sampaikan rekomendasi ke Kemenhub. Berdasarkan rekomendasi itu nanti keluar izin operasional," kata Aritonang. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2012