Pemerintah Kabupaten Kutai Timur di Provinsi Kalimantan Timur mengaku kesulitan memungut pajak sarang burung walet di daerah setempat yang ditaksir bernilai miliaran rupiah.
Hingga saat ini sistem deteksi yang tepat atas aktivitas penjualan yang dilakukan para pengusaha burung walet belum tersedia, sehingga menjadi sulit untuk menentukan besaran pajak, kata Sekretaris Bapenda Kutim, Lalu Mudazir saat dihubungi dari Samarinda, Kamis.
Dikatakan, pemungutan pajak sarang burung walet didasarkan atas kapan transaksi dilakukan dan berapa besaran transaksinya, Keduanya menjadi kunci bagi Bapenda untuk menetapkan pajak yang terutang.
“Selama ini pengusaha burung walet kurang transparan, seharusnya setiap kali selesai transaksi mereka lapor ke Bapenda, tapi kewajiban itu jarang atau lupa melapor dan menyetor pajaknya,” kata Muzakir.
Mudazir menambahkan berdasarkan data Bapenda, terdapat sekitar ratusan usaha sarang burung walet di Kutim.
"Ini belum termasuk sarang burung walet yang belum terdata, khususnya berada wilayah pedalaman yang cukup sulit dijangkau." imbuhnya.
Menurut Muzakir, Bapenda terus berupaya mencari formulasi guna mengoptimalkan pemungutan pajak sarang burung walet.
Formulasi itu diharapkan bisa mendeteksi transaksi penjualan sarang burung walet, agar potensi penerimaannya tidak hilang.
Ia juga mengakui keberadaan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 tahun 2011 tentang pajak sarang burung walet sudah lama ada.
"Mungkin minim sosialisasi akibatnya, banyak pengusaha sarang burung walet yang belum mengetahui hak dan kewajiban pajaknya," katanya.
Padahal, lanjut Muzakir Perda tersebut menyebutkan dasar pengenaan pajak sarang burung walet adalah nilai jual sarang burung walet.
Cara menghitungnya dengan mengalikan harga pasar sarang burung walet dengan volume sarang burung walet yang dijual.
Sementara itu, Kepala KP2KP Sangatta, Hadiyato menyebutkan selain optimalisasi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kutai Timur, kegiatan ini juga bertujuan untuk peningkatan kesadaran dan kepatuhan wajib pajak.
"Bapenda akan bekerja sama dengan KP2KP Sangatta, Camat dan kepala desa membentuk tim gabungan menginventarisir jumlah sarang walet yang beroperasi di Kutim. Kemudian data yang diperoleh dianalisia untuk menentukan besarnya jumlah obyek dan otensi pajak sarang wallet,” ujar Hadiyanto.
Hadiyanto menambahkan bahwa dasar hukum pajak usaha burung walet adalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Selain itu, terdapat Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 tentang jenis pajak daerah yang dipungut berdasarkan penetapan kepala daerah atau dibayar sendiri oleh wajib pajak.
“Di Kutim sendiri ada Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 tahun 2011 yang mengatur mekanisme pungutan pajak sarang burung wallet,” jelasnya.
“KP2KP Sangatta telah melaksanakan sosialisasi ke seluruh kecamatan dengan melakukan pembinaan,penyuluhan dan konsultasi pajak, harapannya masyarakat atau wajib pajak mengetahui hak dan kewajibannya sehingga potensi pajak sebagai instrument pendapatan negara bisa optimal,” katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2019