Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memilih 34 penyelenggara inovasi keuangan digital (IKD) dari total 48 penyelenggara IKD yang tercatat hingga Juli 2019 untuk mengikuti ruang uji coba terbatas (prototype regulatory sandbox).
“Regulatory sandbox ini akan menjadi ruang percobaan bagi fintech sebelum memasarkan produk mereka,” kata Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida di Wisma Mulia 2 Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan bahwa 34 fintech tersebut akan dibagi ke dalam 15 segmen atau klaster yaitu agregator, credit scoring, financial planner, online distress solution, financing agent, claim service handling, project financing, online gold depository.
Selain itu ada juga klaster social network and robo advisor, funding agent, blockchain based, Digital DIRE (Dana Investasi Real Estat), Verification non-CDD, tax & accounting, dan Electronic-Know Your Customer (E-KYC).
"Jadi nanti kluster ini akan berada di sandbox dalam waktu satu tahun, bisa diperpanjang sampai enam bulan kemudian," katanya.
Ia menuturkan, ada kemungkinan OJK membuat peraturan baru dalam suatu klaster jika dalam satu klaster terdapat banyak anggota dan harus diawasi secara tersendiri oleh OJK.
Langkah tersebut sesuai dengan POJK Nomor 13/POJK.02/2018 yang berisi tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan dalam membangun sistem pengawasan Penyelenggara IKD secara efektif.
"Untuk aturan baru, nanti kita lihat perkembangannya dan tentunya OJK akan bekerjasama dengan asosiasi apakah butuh dibuat peraturan khusus atau masih bisa diawasi asosiasi,” ujarnya.
Nurhaida menjelaskan bahwa fintech yang terpilih untuk mengikuti regulatory sandbox akan diberi arahan serta evaluasi agar OJK bisa melihat dampak dari bisnis model fintech tersebut pada perekonomian, perlindungan konsumen, serta masyarakat.
Selanjutnya OJK akan menghentikan bisnis inovator jika ternyata fintech tersebut dinilai tidak signifikan dan masih belum bisa direkomendasikan.
Selain itu, Nurhaida menuturkan bahwa salah satu syarat menjadi fintech legal adalah dengan menjadi anggota Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech).
Sebelumnya, OJK telah memberi mandat kepada Aftech menjadi tangan kanannya, yaitu sebagai asosiasi penyelenggara Inovasi Keuangan Digital (IKD) yang bertugas untuk membangun sistem pengawasan Penyelenggara IKD secara efektif dan sehat.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2019
“Regulatory sandbox ini akan menjadi ruang percobaan bagi fintech sebelum memasarkan produk mereka,” kata Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida di Wisma Mulia 2 Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan bahwa 34 fintech tersebut akan dibagi ke dalam 15 segmen atau klaster yaitu agregator, credit scoring, financial planner, online distress solution, financing agent, claim service handling, project financing, online gold depository.
Selain itu ada juga klaster social network and robo advisor, funding agent, blockchain based, Digital DIRE (Dana Investasi Real Estat), Verification non-CDD, tax & accounting, dan Electronic-Know Your Customer (E-KYC).
"Jadi nanti kluster ini akan berada di sandbox dalam waktu satu tahun, bisa diperpanjang sampai enam bulan kemudian," katanya.
Ia menuturkan, ada kemungkinan OJK membuat peraturan baru dalam suatu klaster jika dalam satu klaster terdapat banyak anggota dan harus diawasi secara tersendiri oleh OJK.
Langkah tersebut sesuai dengan POJK Nomor 13/POJK.02/2018 yang berisi tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan dalam membangun sistem pengawasan Penyelenggara IKD secara efektif.
"Untuk aturan baru, nanti kita lihat perkembangannya dan tentunya OJK akan bekerjasama dengan asosiasi apakah butuh dibuat peraturan khusus atau masih bisa diawasi asosiasi,” ujarnya.
Nurhaida menjelaskan bahwa fintech yang terpilih untuk mengikuti regulatory sandbox akan diberi arahan serta evaluasi agar OJK bisa melihat dampak dari bisnis model fintech tersebut pada perekonomian, perlindungan konsumen, serta masyarakat.
Selanjutnya OJK akan menghentikan bisnis inovator jika ternyata fintech tersebut dinilai tidak signifikan dan masih belum bisa direkomendasikan.
Selain itu, Nurhaida menuturkan bahwa salah satu syarat menjadi fintech legal adalah dengan menjadi anggota Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech).
Sebelumnya, OJK telah memberi mandat kepada Aftech menjadi tangan kanannya, yaitu sebagai asosiasi penyelenggara Inovasi Keuangan Digital (IKD) yang bertugas untuk membangun sistem pengawasan Penyelenggara IKD secara efektif dan sehat.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2019