Balikpapan (ANTARA News Kaltim) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Balikpapan menangani setidaknya tiga ajaran Islam yang tergolong sesat di kota minyak Balikpapan itu sehingga tidak sampai meresahkan warga.

"Pertama di kawasan Sumber Rejo, lalu di Jalan Pupuk, dan ketiga justru di perumahan padat penduduk di belakang kantor DPRD Kota Balikpapan," kata Wakil Ketua MUI Balikpapan Bidang Kerukunan Beragama, Abdul Muis, di Balikpapan, Selasa.

Menurut Muis, aliran-aliran yang dinilai sesat tersebut memang tidak memiliki nama sehingga disebut berdasarkan lokasi rumah penganut utamanya.

Abdul Muis sendiri tidak bersedia menyebut identitas penganut maupun ajarannya.

"Karena kami masih mensinyalir, masih memantau saja. Identitas sementara dirahasiakan untuk mencegah anarkisme," kata Muis.

Sampai saat ini, katanya, para penganut ajaran yang dianggap sesat itu tidak menyebarkannya kepada orang lain.

Muis juga menjelaskan perihal kesesatan ketiga ajaran yang terpantau tersebut. Ajaran Islam yang dianggap menyesatkan di kawasan Pupuk, Kelurahan Damai, Balikpapan Selatan, tersebut mengajarkan tidak perlu umat Islam Shalat Jumat.

Padahal, ujarnya, Islam yang diajarkan Nabi Muhammad SAW adalah Shalat Jumat wajib bagi laki-laki Muslim. Shalatnya wajib berjamaah, di mana jumlah jamaah minimal 40 orang. Sebelum shalat, ada khutbah dari khatib, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari ritual tersebut. Shalat Jumat dikerjakan pada waktu yang biasa dilaksanakan untuk Shalat Dzuhur.

Sedangkan ajaran yang diajarkan di Klandasan Ilir, di belakang kantor DPRD Balikpapan, kata Abdul Muis, malah mengajarkan bahwa tidak perlu shalat. "Hanya eling pada Tuhan saja dinilai cukup. Tapi ajaran ini sudah tidak ada pengikutnya. Yang mengajarkannya seorang nenek," kata Abdul Muis.

Padahal, lanjutnya, seperti diketahui dan dipraktikkan bahwa agama Islam mengajarkan ummatnya harus mengerjakan shalat minimal lima kali dalam sehari pada waktu yang sudah ditentukan, yaitu Subuh, Dzuhur, Ashar, Magrib, dan Isya.

Sedangkan ajaran dari seorang yang disebut Habib Sumber Rejo, kata Muis, berkenaan dengan tata cara pernikahan. Menurut sang Habib, nikah batin sah antara pasangan lelaki dan perempuan walaupun tanpa ijab-kabul dan saksi, sebagaimana syarat formal pernikahan menurut Islam.

"Kami sudah berhasil menyelesaikan dan menangani ajaran sesat ini. Ini yang kami tangani dahulu karena berpotensi membuat kekacauan di masyarakat. Alhamdulillah bisa diisolasi dan diselesaikan tanpa ribut-ribut sehingga tidak menganggu kondusivitas kota," papar Muis.

Abdul Muis berpendapat penganut ajaran yang berbeda dari umumnya aturan atau kaidah suatu agama tetap dapat hidup bersama dengan alasan kebebasan hak asasi manusia, namun jika ajaran itu meresahkan, baik karena disebarluaskan atau praktiknya membuat tidak nyaman, otoritas untuk melarang ada pada pemerintah dengan rekomendasi Majelis Ulama Indonesia.

"Apapun alasannya umat Islam juga tidak dibenarkan melakukan tindakan main hakim sendiri," tegasnya. (*)

Pewarta: Novi Abdi

Editor : Arief Mujayatno


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2012