Balikpapan (ANTARA News Kaltim) - Direktur Usaha Kecil Menengah (UKM) Center  Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Dr Nining Indroyono Soesilo, mengatakan, dana UKM yang tidak terserap karena berbagai alasan setiap tahunnya mencapai Rp520 miliar.

"'Such a waste', sungguh tersia-sia," katanya di Balikpapan, Minggu.

Menurut dia, dana sebesar itu tersebar di berbagai badan usaha milik negara, termasuk perbankan dan sebagian juga ada di badan-badan usaha milik swasta.

Alasan umum yang sering diungkapkan bank atau badan-badan usaha tersebut adalah mereka tidak menemukan nasabah yang memenuhi syarat untuk menerima dana tersebut, ujarnya.

"Memang kisi-kisi, persyaratan, untuk mendapat kredit itu banyak sekali," kata Nining yang juga kakak kandung mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati itu.

Ia menambahkan, untuk bisa mengajukan permohonan kredit UKM ke bank misalnya sudah harus memiliki atau menjalankan usaha tersebut sekurang-kurangnya setahun.

"Padahal mereka rakyat kecil baru mau memulai usaha yang modalnya justru dari pinjaman itu," tutur Nining.

Sebab lain kredit UKM tak tersalur karena sistem penghargaan bagi "account officer" atau pejabat penyalur kredit di bank. Mereka ini dinilai berprestasi bukan dari jumlah nasabah yang berhasil digaetnya, tapi dari jumlah uang yang berhasil digelontorkannya.

"Sebab itulah skim korporat, menyalurkan kredit untuk pengusaha atau pengusaha besar jadi ukuran kesuksesan," jelasnya. Karena itu, mereka cukup memperoleh nasabah satu pengusaha, tapi kreditnya bisa miliaran.

Kalau UKM, menurut dia, sudah kreditnya kecil, jumlah orangnya banyak, lalu kreditor masih perlu pendampingan selama beberapa waktu agar tingkat keberhasilannya bisa lebih besar.

"Jadi mengurus UKM memang rumit dan repot, jenis pekerjaan yang orang bank, terutama bank konvensional, ogah menangani," kata Nining.

Karena itu, tegasnya, tidak mengherankan bahwa hanya ada 18 orang pengusaha UKM dari 1000 orang penduduk Indonesia atau hanya 0,18 persen. Padahal, dikatakan Nining, idealnya ada 2 persen pengusaha UKM dari 1000 penduduk.

Sebab itulah Nining bereksperimen, mengadopsi sistem Grameen Bank yang dipopulerkan Muhammad Yunus, perain Nobel untuk Perdamaian dari Bangladesh, satu sistem kredit tanpa jaminan namun kreditor mendapat pendampingan melekat.

Setiap kreditor, yang adalah ibu-ibu, diberi pinjaman Rp500 ribu untuk memulai usaha. Ia wajib mengembalikan uang itu dengan menyetor  Rp12.500 per minggu.

"Ada petugas kami yang tugasnya mengumpulkan setoran itu," sebut Nining.

Sambil mengumpulkan setoran itulah segala keluh kesah si pengusaha kecil didengarkan berikut saran dan petunjuk disampaikan.

Untuk mereka yang sudah punya usaha, UKM Center FE UI sudah berhasil menyalurkan kredit UKM hingga Rp6 miliar pada tahun ini.

Dari 200 nasabah atau disebut mitra binaan, 40 sudah melunasi pinjaman yang besarnya Rp30 juta. Bahkan sudah ada yang sukses, yang terus memperbesar usahanya hingga modalnya kini Rp2 miliar dari  pinjaman awal Rp50 juta.

Karena itu, Bank Mandiri dan juga BTN, minta kami menyalurkan dana mereka," kata Nining. (*)

Pewarta: Novi Abdi

Editor : Arief Mujayatno


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2011