Long Bagun (ANTARA Kaltim) - Sebanyak empat orang anggota Ikatan Mahasiswa Pecinta Alam (Imapa) Universitas Mulawarman Samarinda, Kalimantan Timur, berhasil menaklukkan ketinggian batu dinding di Kampung Melaham, Kecamatan Long Bagun, Kabupaten Mahakam Ulu, dalam ekspedisi merintis jalur panjat.
"Dua pekan kami di Mahakam Ulu melakukan ekspedisi panjat tebing, masuk hutan dan identifikasi budaya lokal. Sebenarnya waktu yang panjang kami lewati bukan saat panjang tebing, namun koordinasi dengan pemerintah setempat dan akibat cuaca," ujar Siti Fatimah, anggota Imapa Unmul ditemui Antara di Long Bagun, Sabtu.
Ia mengatakan, untuk melakukan koordinasi memerlukan waktu beberapa hari, karena harus audensi dulu dengan Dinas Pariwisata setempat, kemudian audensi dengan Sekretaris Kabupaten Mahakam Ulu.
Setelah itu, keesokan harinya baru dilanjutkan pertemuan dengan masyarakat dan ketua Adat Melaham, guna meminta izin sekaligus minta petunjuk mengenai hal-hal apa saja yang tidak boleh dilanggar sesuai dengan adat yang diterapkan masyarakat adat, sehingga selama melakukan ekspedisi ini mereka tidak kena denda adat.
Selain Fatimah, tiga mahasiswa lain yang melakukan ekspedisi di Batu Dinding, Kampung Melaham ini adalah M Hidayatullah, M Khumeini, dan Mashuri. Meski dua pekan mereka berada di Mahakam Ulu, namun waktu efektif yang digunakan untuk melakukan ekspedisi hanya enam hari, sedangkan hari lainnya digunakan untuk koordinasi dan audensi.
Dari jumlah enam hari itu pun, hanya dua hari penuh yang bisa digunakan berada di Batu Dinding, karena hari-hari lainnya tidak didukung cuaca, yakni ketika baru beberapa meter memanjat, langsung turun hujan. Bahkan pernah sudah sampai pertengahan tebing, hujan turun lagi sehingga terpaksa mereka menunda pemanjatan.
"Kalau hujan gak bisa naik, licin, makanya kami batalkan sampai cuaca benar-benar mendukung. Nah, dua hari terakhir inilah yang kami manfaatkan waktu secara penuh karena tidak ada hujan, sampai akhirnya kami berhasil naik hingga puncak Gunung Batu Dinding ini," ujar Khumeini bersemangat mengenang keberhasilannya.
Ekspedisi ini dilakukan karena dalam waktu dekat akan ada kelompok lain yang memanjat di tebing tersebut, sehingga empat orang ini merupakan tim yang bertugas merintis untuk membuat jalur panjat agar tim berikutnya bisa memanjat tebing dengan ketinggian sekitar 150 meter tersebut.
Mereka menuturkan bahwa di teras dinding dengan jarak sekitar 15 meter dari permukaan air sungai, terdapat lima lungun (peti mati) terbuat dari kayu bulat. Di lokasi itu juga ada beberapa tengkorak manusia, karena di lokasi ini diduga kuat merupakan tempat semacam kuburan warga zaman dulu.
"Alhamdulillah kami bisa memanjat dinding batu ini sampai ke puncak dan berhasil turun selamat. Kami bersyukur bisa selamat karena lokasi ini dianggap mistis oleh warga setempat, apalagi di situ juga ada yang pernah meninggal akibat jatuh ketika memanjat. Kami berdoa agar dalam ekspedisi selanjutnya juga sukses dan semuanya selamat," ucapnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017
"Dua pekan kami di Mahakam Ulu melakukan ekspedisi panjat tebing, masuk hutan dan identifikasi budaya lokal. Sebenarnya waktu yang panjang kami lewati bukan saat panjang tebing, namun koordinasi dengan pemerintah setempat dan akibat cuaca," ujar Siti Fatimah, anggota Imapa Unmul ditemui Antara di Long Bagun, Sabtu.
Ia mengatakan, untuk melakukan koordinasi memerlukan waktu beberapa hari, karena harus audensi dulu dengan Dinas Pariwisata setempat, kemudian audensi dengan Sekretaris Kabupaten Mahakam Ulu.
Setelah itu, keesokan harinya baru dilanjutkan pertemuan dengan masyarakat dan ketua Adat Melaham, guna meminta izin sekaligus minta petunjuk mengenai hal-hal apa saja yang tidak boleh dilanggar sesuai dengan adat yang diterapkan masyarakat adat, sehingga selama melakukan ekspedisi ini mereka tidak kena denda adat.
Selain Fatimah, tiga mahasiswa lain yang melakukan ekspedisi di Batu Dinding, Kampung Melaham ini adalah M Hidayatullah, M Khumeini, dan Mashuri. Meski dua pekan mereka berada di Mahakam Ulu, namun waktu efektif yang digunakan untuk melakukan ekspedisi hanya enam hari, sedangkan hari lainnya digunakan untuk koordinasi dan audensi.
Dari jumlah enam hari itu pun, hanya dua hari penuh yang bisa digunakan berada di Batu Dinding, karena hari-hari lainnya tidak didukung cuaca, yakni ketika baru beberapa meter memanjat, langsung turun hujan. Bahkan pernah sudah sampai pertengahan tebing, hujan turun lagi sehingga terpaksa mereka menunda pemanjatan.
"Kalau hujan gak bisa naik, licin, makanya kami batalkan sampai cuaca benar-benar mendukung. Nah, dua hari terakhir inilah yang kami manfaatkan waktu secara penuh karena tidak ada hujan, sampai akhirnya kami berhasil naik hingga puncak Gunung Batu Dinding ini," ujar Khumeini bersemangat mengenang keberhasilannya.
Ekspedisi ini dilakukan karena dalam waktu dekat akan ada kelompok lain yang memanjat di tebing tersebut, sehingga empat orang ini merupakan tim yang bertugas merintis untuk membuat jalur panjat agar tim berikutnya bisa memanjat tebing dengan ketinggian sekitar 150 meter tersebut.
Mereka menuturkan bahwa di teras dinding dengan jarak sekitar 15 meter dari permukaan air sungai, terdapat lima lungun (peti mati) terbuat dari kayu bulat. Di lokasi itu juga ada beberapa tengkorak manusia, karena di lokasi ini diduga kuat merupakan tempat semacam kuburan warga zaman dulu.
"Alhamdulillah kami bisa memanjat dinding batu ini sampai ke puncak dan berhasil turun selamat. Kami bersyukur bisa selamat karena lokasi ini dianggap mistis oleh warga setempat, apalagi di situ juga ada yang pernah meninggal akibat jatuh ketika memanjat. Kami berdoa agar dalam ekspedisi selanjutnya juga sukses dan semuanya selamat," ucapnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017