Samarinda (ANTARA Kaltim) - Pemerintah Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur akan menjadikan upacara tradisional pesta adat Hudoq digelar setiap September menjadi agenda tahunan untuk pelestarian dan pengayaan budaya sekaligus menarik wisatawan.
"Mahakam Ulu merupakan daerah otonomi baru yang dimekarkan dari Kabupaten Kutai Barat empat tahun lalu, sehingga belum memiliki kalender budaya tetap, tapi akarnya memang sudah ada," ujar Kepala Dinas Pariwisata Mahakam Ulu Kristina Tening, saat dihubungi dari Samarinda, Selasa.
Akar budaya yang perlu dilestarikan itu adalah upacara adat Hudog Pekayang yang digelar setiap tahun pada September, sehingga budaya yang sudah mengakar di tengah masyarakat ini menjadi kalender tahunan.
Dalam rangkaian peringatan HUT ke-4 Kabupaten Mahakam Ulu pada 20 Mei mendatang, lanjutnya, direncanakan bupati setempat akan mengumumkan kepada masyarakat bahwa Hudoq Pekayang sebagai agenda tetap upacara adat tahunan bagi Pemkab Mahakam Ulu.
Hudoq Pekayang, lanjutnya, sejarahnya bermula dari doa untuk Sang Pencipta agar padi yang baru ditanam pada musim hujan sekitar September tetap tumbuh subur, tidak dimakan hama sampai panen tiba, sehingga hasil panen melimpah demi kemakmuran warga.
"Upacara adat Hudoq Pekayang digelar pada September karena menyesuaikan tradisi masyarakat di sini yang menanam padi pada bulan tersebut, yakni menyesuaikan dengan musim karena pada bulan itu biasanya curah hujan mampu memenuhi kebutuhan air bagi padi yang ditanam," katanya lagi.
Ia melanjutkan, budaya lain yang coba digali dan dilestarikan adalah upacara pascatanam padi dan prapanen, yakni ketika isi bulir padi sudah padat namun belum tua.
Dalam fase ini biasanya petani menuai beberapa bulir padi ketan yang padat, kemudian ditumbuk menggunakan alu plus lesung untuk dijadikan `ubaq` atau emping ketan muda yang dicampur dengan parutan kelapa.
Makan emping ketan muda secara bersama-sama orang banyak inilah merupakan acara `selamatan` karena padi yang telah padat itu tinggal menunggu panen, sekaligus memanjatkan doa, agar padi tersebut tidak dimakan hama pengganggu tanaman, hewan liar, maupun hal lain yang bisa memicu gagal panen.
"Terkait budaya `ubaq` ini, ada hal-hal menarik yang bisa dikembangkan dalam bentuk seni maupun festival, seperti lomba tari dengan alunan musik dari alu dan lesung, lomba masak aneka jajanan dari ubaq atau berbagai lomba sejenis yang berakar dari tradisi prapanen," ujar Kristina pula.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017
"Mahakam Ulu merupakan daerah otonomi baru yang dimekarkan dari Kabupaten Kutai Barat empat tahun lalu, sehingga belum memiliki kalender budaya tetap, tapi akarnya memang sudah ada," ujar Kepala Dinas Pariwisata Mahakam Ulu Kristina Tening, saat dihubungi dari Samarinda, Selasa.
Akar budaya yang perlu dilestarikan itu adalah upacara adat Hudog Pekayang yang digelar setiap tahun pada September, sehingga budaya yang sudah mengakar di tengah masyarakat ini menjadi kalender tahunan.
Dalam rangkaian peringatan HUT ke-4 Kabupaten Mahakam Ulu pada 20 Mei mendatang, lanjutnya, direncanakan bupati setempat akan mengumumkan kepada masyarakat bahwa Hudoq Pekayang sebagai agenda tetap upacara adat tahunan bagi Pemkab Mahakam Ulu.
Hudoq Pekayang, lanjutnya, sejarahnya bermula dari doa untuk Sang Pencipta agar padi yang baru ditanam pada musim hujan sekitar September tetap tumbuh subur, tidak dimakan hama sampai panen tiba, sehingga hasil panen melimpah demi kemakmuran warga.
"Upacara adat Hudoq Pekayang digelar pada September karena menyesuaikan tradisi masyarakat di sini yang menanam padi pada bulan tersebut, yakni menyesuaikan dengan musim karena pada bulan itu biasanya curah hujan mampu memenuhi kebutuhan air bagi padi yang ditanam," katanya lagi.
Ia melanjutkan, budaya lain yang coba digali dan dilestarikan adalah upacara pascatanam padi dan prapanen, yakni ketika isi bulir padi sudah padat namun belum tua.
Dalam fase ini biasanya petani menuai beberapa bulir padi ketan yang padat, kemudian ditumbuk menggunakan alu plus lesung untuk dijadikan `ubaq` atau emping ketan muda yang dicampur dengan parutan kelapa.
Makan emping ketan muda secara bersama-sama orang banyak inilah merupakan acara `selamatan` karena padi yang telah padat itu tinggal menunggu panen, sekaligus memanjatkan doa, agar padi tersebut tidak dimakan hama pengganggu tanaman, hewan liar, maupun hal lain yang bisa memicu gagal panen.
"Terkait budaya `ubaq` ini, ada hal-hal menarik yang bisa dikembangkan dalam bentuk seni maupun festival, seperti lomba tari dengan alunan musik dari alu dan lesung, lomba masak aneka jajanan dari ubaq atau berbagai lomba sejenis yang berakar dari tradisi prapanen," ujar Kristina pula.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017