Samarinda (ANTARA Kaltim) - Klinik Pratama yang dikelola Badan Narkotika Nasional Kota Samarinda, Kalimantan Timur, membuka layanan rehabilitasi bagi pasien, khususnya anak-anak dan remaja yang kecanduan menghirup zat inhalan dari lem atau biasa dikenal dengan istilah "ngelem".

Kepala BNNK Samarinda AKBP Siti Zaekhomsyah di Samarinda, Selasa mengatakan BNN Pusat telah mengeluarkan surat edaran yang menginstruksikan semua klinik pratama di BNN provinsi maupun kabupaten/kota untuk menerima pasien ketergantungan zat adiktif lainnya, kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol.

"Di Kota Samarinda, jenis zat inhalan yang marak disalahgunakan adalah lem. Silakan bagi masyarakat yang memiliki anak, kerabat atau saudara yang kecanduan ngelem bawa ke tempat kami untuk mengikuti rehabilitasi, gratis tanpa dipungut biaya," katanya.

Menurut ia, penanganan anak-anak korban penyalahgunaan inhalan harus mengutamakan kehati-hatian, mengingat usia anak-anak ini sensitif.

"Salah dalam penanganan akan menjadikan trauma psikologis. Apalagi usia mereka adalah usia belajar, sehingga proses rehabilitasi juga memikirkan agar anak-anak ini tidak terganggu proses belajarnya di sekolah," ujarnya.

Kepala Klinik Pratama BNNK Samarinda dr Candra Ramahany menambahkan inhalan merupakan zat yang mudah menguap dan bersifat psikoaktif, sehingga penyalahgunanya dapat mengalami gangguan terkait irama jantung dan menurunkan kadar oksigen di tubuh maupun yang masuk ke otak.

"Risiko terburuknya dapat menyebabkan kematian mendadak," katanya.

Mengenai metode rehabilitasi, Candra menjelaskan pasien dengan kecanduan zat adiktif inhalan akan diperiksa secara menyeluruh untuk mengetahui riwayat pemakaian dan tingkat keparahannya, untuk selanjutnya dilakukan intervensi medis maupun sosial kepada pasien.

Jika sudah ada gangguan pada kejiwaan, terlebih dahulu dilakukan pengobatan di RS Atma Husada, baru kemudian dilakukan rehabilitasi di Klinik Pratama BNN.

"Metodenya mirip dengan rehabilitasi pecandu narkoba, karena inhalan juga sama berbahayanya dengan narkoba. Bahkan, daya rusak ke saraf otaknya lebih cepat, karena zat kimia yang dihirup," papar Chandra Ramahany. (*)

Pewarta: DK

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017