Samarinda (ANTARA Kaltim) - Provinsi Kalimantan Timur mampu merealisasikan program pengadaan bantuan sapi jenis Brahman Cross asal Australia yang pengadaannya dari APBN 2015 melalui Kementerian Pertanian, meski belum 100 persen.
"Tahun 2015 Kementan melalui Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan melakukan pengadaan 30.000 ekor sapi impor bibit jenis Brahman Cross dari Australia, untuk hampir semua provinsi di Indonesia," ujar Kabid Budidaya dan Perbibitan Dinas Peternakan Provinsi Kaltim IG Made Jaya Adhi di Samarinda, Kamis.
Dari 30.000 ekor sapi itu, lanjutnya, Provinsi Kaltim mendapat jatah 10.000 ekor untuk didistribusikan kepada beberapa kelompok ternak yang tersebar di 10 kabupaten/kota.
"Kami bersyukur karena hanya Provinsi Kaltim yang sudah berhasil merealisasikan kedatangan sapi dari Australia. Semua sapi yang ada telah disebarkan kepada kelompok ternak penerima, bahkan sebagian sapi tersebut sudah melahirkan," katanya.
Dia mengakui bahwa realisasi yang diupayakan tersebut belum mampu 100 persen, karena ada beberapa kendala, di antaranya terkait regulasi, padahal regulasi merupakan hal terpenting dalam proses pengadaan sapi bibit.
Kendala itu adalah berdasarkan UU Nomor 41 tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, kemudian Permentan Nomor 48/Permentan/PK.40/8/2015 tentang Pemasukan Sapi Bakalan dan Sapi Indukan, hanya mengatur pemasukan sapi bakalan dan sapi indukan.
Dalam peraturan tersebut tidak memfasilitasi pemasukan sapi pejantan, sedangkan dalam impor sapi bibit dari Australia, 10 persen di antaranya merupakan pejantan supaya dapat membuahi betina.
Kendala lainnya, menurut ia, adalah tempat karantina yang layak di Kalimantan Timur hanya dapat menampung 1.500 ekor sapi, sedangkan yang didatangkan jumlahnya lebih dari itu.
Kemudian, Instalasi Karantina Hewan Sementara (IKHS) yang dibuat oleh rekanan di Kaltim masih dianggap belum layak, sehingga eksportir sapi dari Australia menunda izin ekspor sambil menunggu kelayakan IKHS.
Sedangkan sapi indukan dari Australia yang sudah berhasil didatangkan ke Kaltim pada 6 November 2015 sebanyak 2.078 ekor.
Saat tiba di Balikpapan, sebagian besar indukan sapi tersebut dalam kondisi bunting atau hamil sekitar enam bulan.
Untuk realisasi penyebaran sapi adalah ke Kabupaten Penajam Paser Utara sebanyak 713 ekor, kemudian Kabupaten Paser sebanyak 1.246 ekor.
Menurutnya, jumlah indukan sapi yang diterima oleh kelompok ternak sebanyak 1.926 ekor, yakni 701 ekor di Kabupaten Penajam Paser Utara dan 1.225 ekor di Kabupaten Paser.
Berkurangnya sapi di tangan peternak karena terjadi kematian sebanyak 152 ekor, yakni 119 ekor mati di IKHS dan 33 ekor lagi mati saat pengangkutan menggunakan truk dan mati setelah tiba di tangan peternak.
"Peternak tidak perlu khawatir atas kematian sapi tersebut, karena kematiannya masih menjadi tanggung jawab pihak penyedia, sehingga dalam tahun ini akan mendapat penggantiannya," kata Jaya Adhi. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016
"Tahun 2015 Kementan melalui Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan melakukan pengadaan 30.000 ekor sapi impor bibit jenis Brahman Cross dari Australia, untuk hampir semua provinsi di Indonesia," ujar Kabid Budidaya dan Perbibitan Dinas Peternakan Provinsi Kaltim IG Made Jaya Adhi di Samarinda, Kamis.
Dari 30.000 ekor sapi itu, lanjutnya, Provinsi Kaltim mendapat jatah 10.000 ekor untuk didistribusikan kepada beberapa kelompok ternak yang tersebar di 10 kabupaten/kota.
"Kami bersyukur karena hanya Provinsi Kaltim yang sudah berhasil merealisasikan kedatangan sapi dari Australia. Semua sapi yang ada telah disebarkan kepada kelompok ternak penerima, bahkan sebagian sapi tersebut sudah melahirkan," katanya.
Dia mengakui bahwa realisasi yang diupayakan tersebut belum mampu 100 persen, karena ada beberapa kendala, di antaranya terkait regulasi, padahal regulasi merupakan hal terpenting dalam proses pengadaan sapi bibit.
Kendala itu adalah berdasarkan UU Nomor 41 tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, kemudian Permentan Nomor 48/Permentan/PK.40/8/2015 tentang Pemasukan Sapi Bakalan dan Sapi Indukan, hanya mengatur pemasukan sapi bakalan dan sapi indukan.
Dalam peraturan tersebut tidak memfasilitasi pemasukan sapi pejantan, sedangkan dalam impor sapi bibit dari Australia, 10 persen di antaranya merupakan pejantan supaya dapat membuahi betina.
Kendala lainnya, menurut ia, adalah tempat karantina yang layak di Kalimantan Timur hanya dapat menampung 1.500 ekor sapi, sedangkan yang didatangkan jumlahnya lebih dari itu.
Kemudian, Instalasi Karantina Hewan Sementara (IKHS) yang dibuat oleh rekanan di Kaltim masih dianggap belum layak, sehingga eksportir sapi dari Australia menunda izin ekspor sambil menunggu kelayakan IKHS.
Sedangkan sapi indukan dari Australia yang sudah berhasil didatangkan ke Kaltim pada 6 November 2015 sebanyak 2.078 ekor.
Saat tiba di Balikpapan, sebagian besar indukan sapi tersebut dalam kondisi bunting atau hamil sekitar enam bulan.
Untuk realisasi penyebaran sapi adalah ke Kabupaten Penajam Paser Utara sebanyak 713 ekor, kemudian Kabupaten Paser sebanyak 1.246 ekor.
Menurutnya, jumlah indukan sapi yang diterima oleh kelompok ternak sebanyak 1.926 ekor, yakni 701 ekor di Kabupaten Penajam Paser Utara dan 1.225 ekor di Kabupaten Paser.
Berkurangnya sapi di tangan peternak karena terjadi kematian sebanyak 152 ekor, yakni 119 ekor mati di IKHS dan 33 ekor lagi mati saat pengangkutan menggunakan truk dan mati setelah tiba di tangan peternak.
"Peternak tidak perlu khawatir atas kematian sapi tersebut, karena kematiannya masih menjadi tanggung jawab pihak penyedia, sehingga dalam tahun ini akan mendapat penggantiannya," kata Jaya Adhi. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016