Samarinda (ANTARA Kaltim) - Forum Persatuan Saudagar Kota Samarinda, Kalimantan Timur, meminta Pemerintah Kota Samarinda bertindak tegas menertibkan sejumlah toko swalayan waralaba yang beroperasi tanpa dilengkapi izin.
Ketua Forum Persatuan Saudagar (FPS) Gulman kepada wartawan di Samarinda, Selasa, mengatakan keberadaan toko swalayan waralaba secara perlahan telah mematikan usaha warung kecil, toko kelontong dan pedagang kaki lima selama beberapa tahun terakhir.
"Kami minta pemkot bersikap tegas, pasalnya ketika usaha kecil seperti PKL tanpa izin terus dirazia, kenapa usaha yang besar dan tanpa mengantongi izin justru dibiarkan begitu saja," kata Gulman, yang mengaku punya anggota lebih dari 10.000 pedagang.
Sekretaris FPS Basnur menambahkan bahwa data yang dihimpun lembaganya mencatat hingga saat ini ada sekitar 71 toko swalayan waralaba yang telah beroperasi di Samarinda.
Pada saat FPS melakukan aksi penolakan tahun 2013 saat pertama kalinya toko swalayan waralaba akan berdiri di Samarinda, telah ada moratorium dari Pemkot Samarinda yang menyepakati tidak akan menambah lagi perizinan baru toko swalayan.
Namun, lanjut Basnur, hingga saat ini keberadaan toko swalayan semakin menjamur, bahkan sejumlah toko disinyalir beroperasi tanpa mengantongi izin dari pemkot.
Basnur menuturkan selama belum muncul toko swalayan waralaba yang buka di depan tokonya di Jalan Juanda Samarinda, setiap hari bisa mengantongi penghasilan kotor sekitar Rp14 juta.
"Sekarang cari Rp4 juta saja sudah bukan main susahnya," kata Basnur.
H Kandari, pemilik toko di Jalan Belibis, menambahkan, "Ya sekadar untuk bisa bertahan saja sudah bagus. Omzet saya turun sampai 50 persen dan untuk bayar gaji karyawan saja susah."
FPS juga menyesalkan munculnya biro jasa yang membantu mengurus izin operasi toko swalayan waralaba di Kota Samarinda.
"Karena masih ada izin-izin yang belum dikeluarkan pemkot, kenapa lagi ada perusahaan biro izin. Jangan sampai karena biro izin ini, toko swalayan bebas berdiri di mana saja," tambah Gulman.
Ia kembali mendesak Pemkot Samarinda bersikap tegas terhadap persoalan ini.
"Ini namanya pembiaran. Sudah ribuan anggota kami yang tutup usahanya karena omzet yang terus menurun," tegasnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016
Ketua Forum Persatuan Saudagar (FPS) Gulman kepada wartawan di Samarinda, Selasa, mengatakan keberadaan toko swalayan waralaba secara perlahan telah mematikan usaha warung kecil, toko kelontong dan pedagang kaki lima selama beberapa tahun terakhir.
"Kami minta pemkot bersikap tegas, pasalnya ketika usaha kecil seperti PKL tanpa izin terus dirazia, kenapa usaha yang besar dan tanpa mengantongi izin justru dibiarkan begitu saja," kata Gulman, yang mengaku punya anggota lebih dari 10.000 pedagang.
Sekretaris FPS Basnur menambahkan bahwa data yang dihimpun lembaganya mencatat hingga saat ini ada sekitar 71 toko swalayan waralaba yang telah beroperasi di Samarinda.
Pada saat FPS melakukan aksi penolakan tahun 2013 saat pertama kalinya toko swalayan waralaba akan berdiri di Samarinda, telah ada moratorium dari Pemkot Samarinda yang menyepakati tidak akan menambah lagi perizinan baru toko swalayan.
Namun, lanjut Basnur, hingga saat ini keberadaan toko swalayan semakin menjamur, bahkan sejumlah toko disinyalir beroperasi tanpa mengantongi izin dari pemkot.
Basnur menuturkan selama belum muncul toko swalayan waralaba yang buka di depan tokonya di Jalan Juanda Samarinda, setiap hari bisa mengantongi penghasilan kotor sekitar Rp14 juta.
"Sekarang cari Rp4 juta saja sudah bukan main susahnya," kata Basnur.
H Kandari, pemilik toko di Jalan Belibis, menambahkan, "Ya sekadar untuk bisa bertahan saja sudah bagus. Omzet saya turun sampai 50 persen dan untuk bayar gaji karyawan saja susah."
FPS juga menyesalkan munculnya biro jasa yang membantu mengurus izin operasi toko swalayan waralaba di Kota Samarinda.
"Karena masih ada izin-izin yang belum dikeluarkan pemkot, kenapa lagi ada perusahaan biro izin. Jangan sampai karena biro izin ini, toko swalayan bebas berdiri di mana saja," tambah Gulman.
Ia kembali mendesak Pemkot Samarinda bersikap tegas terhadap persoalan ini.
"Ini namanya pembiaran. Sudah ribuan anggota kami yang tutup usahanya karena omzet yang terus menurun," tegasnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016