Samarinda (ANTARA Kaltim) - Sedikitnya 1.800 hektare kawasan hutan dan lahan di areal Taman Nasional Kutai di Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur pada 2015 hangus terbakar.
Kepala Daerah Operasi I Sangkimah Taman Nasional Kutai (TNK), Slamet Tamsir, dihubungi dari Samarinda, Selasa, menyatakan kebakaran lahan dan hutan yang terjadi pada 2015 di kawasan hutan konservasi terjadi Oktober dan November 2015.
"Sepanjang 2015, luas kawasan hutan dan lahan yang terbakar di areal TNK mencapai 1.800 hektare dan yang terparah berlangsung pada Oktober dan November," ujar Slamet Tamsir.
Wilayah terparah yang terbakar pada 2015 kata Slamet Tamsir yakni di Sangatta dan Sangkimah.
Sementara, pada periode Januari hingga pertengahan Februari 2016 lanjut Slamet Tamsir, petugas TNK melakukan dua kali pemadaman yakni di lahan yang terbakar seluas 2,5 hektare dan 4,5 hektare.
"Pada periode Januari hingga Februari 2016, kami telah melakukan pemadaman kebakaran hutan di dua lokasi kebakaran, satu di lahan seluas 2,5 hektara dan satunya seluas 4,5 hektare. Kebakaran tersebut berada di Teluk Pandan dan Desa Kandolo," kata Slamet Tamsir.
"Lahan yang terbakar tersebut satu kawasan masuk dalam areal TNK, satunya di luar. Proses pemadaman tersebut kami lakukan bersama personel TNI dari Koramil serta kepolisian. Pada Januari 2016, kami bersama personel TNI juga melakukan proses pemadaman kebakaran lahan di kawasan Telaga Bening yang berbatasan langsung dengan areal TNK. Kawasan itu memang rawan terbakar sebab dulunya merupakan rawa sehingga saat kemarau dibakar masyarakat untuk membuka lahan," ujarnya.
Berdasarkan citra satelit kata Slamet Tamsir, saat ini terpantau lima "hotspot" atau titik panas di kawasan Taman Nasional Kutai.
"Saat ini terpantau lima titik panas di kawasan TNK. Kami terus melakukan patroli untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan di kawasan TNK, apalagi saat ini masih musim kemarau sehingga kebakaran rawan terjadi," kata Slamet Tamsir.
Masih kurangnya kesadaran masyarakat dalam membuka lahan menurut Slamet Tamsir, menjadi salah satu faktor rawannya terjadi kebakaran hutan dan lahan di kawasan Taman Nasional Kutai.
Penyuluhan dan pendekatan yang dilakukan selama ini tambah dia, belum mampu memberi kesadaran masyarakat terkait pembukaan lahan yang tidak harus dibakar.
"Harus diakui, pembukaan lahan tanpa pembakaran memang biayanya cukup mahal dibanding dibakar, Tetapi, prilaku tersebut justru sangat merugikan sebab pembakaran lahan yang selama ini dilakukan masyarakat justru ikut menghanguskan kawasan hutan," katanya.
"Jadi, harus ada alternatif atau cara dalam upaya menanggulangi kebakaran lahan dan hutan akibat pola pikir masyarakat yang masih melakukan pembukaan lahan dengan cara dibakar. Kami bersama TNI dan Polri secara rutin melakukan patroli, tetapi hal tersebut tidak akan berpengaruh banyak jika tidak ada perubahan pola pikir masyarakat," ujar Slamet Tamsir. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016
Kepala Daerah Operasi I Sangkimah Taman Nasional Kutai (TNK), Slamet Tamsir, dihubungi dari Samarinda, Selasa, menyatakan kebakaran lahan dan hutan yang terjadi pada 2015 di kawasan hutan konservasi terjadi Oktober dan November 2015.
"Sepanjang 2015, luas kawasan hutan dan lahan yang terbakar di areal TNK mencapai 1.800 hektare dan yang terparah berlangsung pada Oktober dan November," ujar Slamet Tamsir.
Wilayah terparah yang terbakar pada 2015 kata Slamet Tamsir yakni di Sangatta dan Sangkimah.
Sementara, pada periode Januari hingga pertengahan Februari 2016 lanjut Slamet Tamsir, petugas TNK melakukan dua kali pemadaman yakni di lahan yang terbakar seluas 2,5 hektare dan 4,5 hektare.
"Pada periode Januari hingga Februari 2016, kami telah melakukan pemadaman kebakaran hutan di dua lokasi kebakaran, satu di lahan seluas 2,5 hektara dan satunya seluas 4,5 hektare. Kebakaran tersebut berada di Teluk Pandan dan Desa Kandolo," kata Slamet Tamsir.
"Lahan yang terbakar tersebut satu kawasan masuk dalam areal TNK, satunya di luar. Proses pemadaman tersebut kami lakukan bersama personel TNI dari Koramil serta kepolisian. Pada Januari 2016, kami bersama personel TNI juga melakukan proses pemadaman kebakaran lahan di kawasan Telaga Bening yang berbatasan langsung dengan areal TNK. Kawasan itu memang rawan terbakar sebab dulunya merupakan rawa sehingga saat kemarau dibakar masyarakat untuk membuka lahan," ujarnya.
Berdasarkan citra satelit kata Slamet Tamsir, saat ini terpantau lima "hotspot" atau titik panas di kawasan Taman Nasional Kutai.
"Saat ini terpantau lima titik panas di kawasan TNK. Kami terus melakukan patroli untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan di kawasan TNK, apalagi saat ini masih musim kemarau sehingga kebakaran rawan terjadi," kata Slamet Tamsir.
Masih kurangnya kesadaran masyarakat dalam membuka lahan menurut Slamet Tamsir, menjadi salah satu faktor rawannya terjadi kebakaran hutan dan lahan di kawasan Taman Nasional Kutai.
Penyuluhan dan pendekatan yang dilakukan selama ini tambah dia, belum mampu memberi kesadaran masyarakat terkait pembukaan lahan yang tidak harus dibakar.
"Harus diakui, pembukaan lahan tanpa pembakaran memang biayanya cukup mahal dibanding dibakar, Tetapi, prilaku tersebut justru sangat merugikan sebab pembakaran lahan yang selama ini dilakukan masyarakat justru ikut menghanguskan kawasan hutan," katanya.
"Jadi, harus ada alternatif atau cara dalam upaya menanggulangi kebakaran lahan dan hutan akibat pola pikir masyarakat yang masih melakukan pembukaan lahan dengan cara dibakar. Kami bersama TNI dan Polri secara rutin melakukan patroli, tetapi hal tersebut tidak akan berpengaruh banyak jika tidak ada perubahan pola pikir masyarakat," ujar Slamet Tamsir. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016