Balikpapan (ANTARA kaltim) -  Para aktivis lingkungan dari Jaringan Tambang mengingatkan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup soal perlunya melakukan audit lingkungan atas wilayah kerja minyak dan gas di Blok Mahakam, Kalimantan Timur.

"Kami mengingatkan bahwa Blok Mahakam berada di Delta Mahakam yang merupakan kawasan rawa-rawa yang memiliki fungsi ekologis penting, sehingga perlu pula diaudit apa saja yang sudah terjadi di kawasan itu selama adanya penambangan minyak dan gas," kata Dinamisator Jaringan Tambang (Jatam) Kaltim Merah Johansyah dihubungi di Balikpapan, Rabu.

Menurut Johansyah, meski pertambangan migas dikenal sangat minimal terlibat dalam kerusakan alam lingkungan atau pencemaran sebab teknologi dan standar tinggi yang diberlakukannya, bukan berarti industri itu bebas sama sekali dari perusakan lingkungan.

Johansyah mengingatkan terhadap kasus tenggelamnya kapal pengangkut bahan kimia di Delta Mahakam yang membuat perairan di sekitar lokasi tenggelamnya kapal ikut tercemar.

"Audit itu untuk memastikan kewajiban-kewajiban yang berkenaan dengan lingkungan telah dilaksanakan," katanya.

Blok Mahakam hingga Desember 2017 mendatang dikelola oleh Total E&P Indonesie. Setelah itu, pengelolaan berlanjut ke tangan Pertamina, perusahaan migas milik negara.

Di delta itu, Total menggali ratusan sumur untuk mendapatkan minyak dan gas. Blok Mahakam menjadi penghasil gas terbesar di Indonesia dan menjadi satu penyumbang devisa terbesar untuk negara.

Cadangan migas di blok itu diperkirakan masih sekitar 1,5 triliun kaki kubik dan bisa dieksploitasi hingga 2022 bila tidak ditemukan lagi cadangan-cadangan baru.

Pada sisi lain, di Kalimantan Timur secara umum, juga bagian-bagian Kalimantan yang lain, menurut data Jatam tercatat pertambangan batubara menjadi perusak lingkungan terbesar dan turut menyumbang permasalahan sosial, selain memberi dampak ekonomi di masyarakat.

"Tidak hanya pertambangannya, sampai pengangkutannya pun menimbulkan masalah. Lalu lalang ponton pengangkut batubara di Sungai Kedang Kepala, misalnya, mengancam kehidupan Pesut Mahakam, hewan yang dilindungi," ujar Merah Johansyah. (*)

Pewarta: Novi Abdi

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2015