Sangatta (ANTARA Kaltim) -  Bupati Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur Isran Noor menolak Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan soal "enclave" (pelepasan sebagian kawasan) Taman Nasional Kutai (TNK) Taman Nasional Kutai (TNK) seluas 7.800 hektare.

"Penolakannya atas SK Menhut tentang enclave TNK itu, karena pelepasan lahan yang disetujui hanya 7.800 hektare, tidak mencakup permukiman warga yang berada di dua kecamatan saat ini yang jumlahnya mencapai puluhan ribu orang," katanya di Sangatta, Selasa.

Ia mengatakan Pemkab Kutai Timur menolak dan meminta Kemenhut membatalkan SK penetapan pelepasan kawasan hutan (enclave) seluas 7.800 hektare.

Isran mengatakan sesuai usulan awal Pemkab Kutai Timur luas enclave yang diajukan seluas 24.000 hektare dan kemudian diusulkan oleh tim terpadu seluas 17.000 hektare, namun oleh Kemenhut hanya disetujui 7.800 hektare.

Dia mengatakan perjuangan untuk mendapatkan enclave TNK yang dilakukan Pemkab Kutai Timur semata-mata demi memperjuangkan hak-hak masyarakat yang sudah berdiam di kawasan tersebut selama puluhan tahun, khususnya warga yang tinggal di dua kecamatan yakni Kecamatan Sangatta Selatan dan Teluk Pandan.

"Masyarakat di kedua kecamatan tersebut juga memiliki hak yang sama dengan warga lainnya, juga memiliki hak menikmati pembangunan fasilitas kesehatan, pendidikan, serta perbaikan fasilitas umum lainnya" kata Isran.

Bisa dibayangkan, kata dia, sejak tahun 2011 Kemenhut melarang pembangunan fisik di Kecamatan Sangatta Selatan dan Teluk Pandan dengan sembilan desa yang kondisinya tertinggal.

Selain itu tidak boleh ada bangunan fisik, menurut Isran, Pemkab Kutai Timur juga tidak boleh mengalokasikan dana APBD dan juga tidak boleh menerima bantuan APBN dan APBD Provinsi Kaltim untuk melaksanakan pembangunan fisik dua kecamatan itu.

Karena itu, kata dia, setiap tahun kedua kecamatan dengan sembilan desa tesrebut tidak mendapat hak-hak dari negara berupa pembangunan, seperti gedung sekolah, rumah sakit, dan infrastruktur lainnya.

"Tahun 2015 dipastikan kedua kecamatan itu juga tidak mendapatkan dana APBD karena penolakan SK tersebut," katanya.

Sementara itu Kepala Desa Sangkima M Jafar mengatakan setuju dengan penolakan Bupati Kutai Timur atas SK enclave itu karena tidak sesuai dengan harapan rakyat di daerah.

"Saya setuju dan mendukung kebijakan bupati menolak SK Menhut, karena kalau hanya disetujui 7.800 hektare itu juga dua desa saja tidak cukup," katanya.

Menurut dia, kalau yang disetujui hanya 7.800 hektare jelas tidak akan cukup, karena perkembangan daerah sekarang tidak sama lagi dengan keadaan tahun 90-an sebelum kawasan hutan itu ditetapkan menjadi TNK.

Jafar menilai pemerintah pusat khususnya Kementerian Kehutanan itu kurang memahmi masalah di daerah. Kalau hanya 7.800 hektare disetujui barangkali hanya dua desa yang kebagian, yakni Sangatta Selatan dan Sangkima.

Sementara Desa Sangkima lama, dan desa lain di Kecamatan Teluk Pandan di mana bagiannya. (*)

Pewarta: Adi Sagaria

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2014