Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) membangun platform berbasis satelit penginderaan jauh yang dapat dimanfaatkan untuk memantau kondisi bencana hidrologi di berbagai daerah.
Kepala Pusat Riset Geoinformatika, Rokhis Khomarudin mengatakan platform teknologi itu bernama Geomimo yang merupakan akronim dari Geoinformatika Multi-Input dan Multi-Output.
"Kami telah menggunakan platform-platform ini untuk membangun sistem pemantauan bencana terkait air," ujarnya dalam keterangan di Jakarta, Jumat.
Geomimo merupakan sebuah platform yang berfungsi untuk mengumpulkan data satelit penginderaan jauh dan geospasial (multi input), kemudian diolah dan dianalisis secara otomatis untuk menghasilkan berbagai informasi (multi output).
Rokhis menekankan pentingnya berbagi data dan pengetahuan dalam pemanfaatan penginderaan jauh untuk penanggulangan bencana terkait air.
Geomimo akan fokus pada riset dan pengembangan sistem untuk ketahanan pangan, lingkungan, kebencanaan, perhitungan emisi gas rumah kaca, serta isu strategis lainnya, seperti penangkapan ikan ilegal, penanaman ganja ilegal, dan isu pertahanan serta keamanan.
“Geomimo menjadi alat yang vital dalam pengelolaan sumber daya air dan penanggulangan bencana di Indonesia dan global,” kata Rokhis.
Pada 23 Mei 2024, Rokhis mengenalkan rancangan platform Geomimo itu dalam ajang Forum Air Sedunia Ke-10 yang berlangsung di Bali.
Dia menyoroti mekanisme Sentinel Asia dan International Disaster Charter yang digunakan untuk menganalisis data satelit penginderaan jauh sebelum dan sesudah bencana.
Rokhis menunjukkan gambar banjir di Sumatera Barat sebagai ilustrasi.
Geomimo dirancang untuk melayani tiga jenis pengguna, yakni instansi pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat umum. Platform itu mencakup elemen berbagi data, peningkatan kapasitas (SDM dan infrastruktur), dan kerja sama.
"Beberapa pihak internasional, seperti JAXA Jepang, NASA, LASAC China, dan UN ESCAP sudah siap bekerja sama,” pungkas Rokhis.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2024
Kepala Pusat Riset Geoinformatika, Rokhis Khomarudin mengatakan platform teknologi itu bernama Geomimo yang merupakan akronim dari Geoinformatika Multi-Input dan Multi-Output.
"Kami telah menggunakan platform-platform ini untuk membangun sistem pemantauan bencana terkait air," ujarnya dalam keterangan di Jakarta, Jumat.
Geomimo merupakan sebuah platform yang berfungsi untuk mengumpulkan data satelit penginderaan jauh dan geospasial (multi input), kemudian diolah dan dianalisis secara otomatis untuk menghasilkan berbagai informasi (multi output).
Rokhis menekankan pentingnya berbagi data dan pengetahuan dalam pemanfaatan penginderaan jauh untuk penanggulangan bencana terkait air.
Geomimo akan fokus pada riset dan pengembangan sistem untuk ketahanan pangan, lingkungan, kebencanaan, perhitungan emisi gas rumah kaca, serta isu strategis lainnya, seperti penangkapan ikan ilegal, penanaman ganja ilegal, dan isu pertahanan serta keamanan.
“Geomimo menjadi alat yang vital dalam pengelolaan sumber daya air dan penanggulangan bencana di Indonesia dan global,” kata Rokhis.
Pada 23 Mei 2024, Rokhis mengenalkan rancangan platform Geomimo itu dalam ajang Forum Air Sedunia Ke-10 yang berlangsung di Bali.
Dia menyoroti mekanisme Sentinel Asia dan International Disaster Charter yang digunakan untuk menganalisis data satelit penginderaan jauh sebelum dan sesudah bencana.
Rokhis menunjukkan gambar banjir di Sumatera Barat sebagai ilustrasi.
Geomimo dirancang untuk melayani tiga jenis pengguna, yakni instansi pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat umum. Platform itu mencakup elemen berbagi data, peningkatan kapasitas (SDM dan infrastruktur), dan kerja sama.
"Beberapa pihak internasional, seperti JAXA Jepang, NASA, LASAC China, dan UN ESCAP sudah siap bekerja sama,” pungkas Rokhis.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2024