Tokoh Adat Kalimantan Timur (Kaltim) Yulianus Henock meminta Pemerintah Provinsi Kaltim segera membayarkan dana insentif karbon yang menjadi hak masyarakat, karena dana tersebut sudah dibayarkan oleh Bank Dunia pada Oktober 2022 lalu.
“Indonesia telah menerima pembayaran insentif pertama sebesar 20,9 juta dolar AS atau setara dengan Rp320 miliar pada 20 Oktober 2022,” kata Henock di Samarinda, Kamis.
Pembayaran ini berdasarkan kesepakatan pada penandatanganan Emission Reduction Payment Agreement (ERPA) antara Pemerintah Indonesia dengan Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) Bank Dunia.
Dalam kesepakatan itu disebutkan bahwa Indonesia akan menerima pembayaran hingga 110 juta dolar AS untuk pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan yang terverifikasi.
Namun sudah lebih dari satu tahun semenjak dana karbon ditransfer oleh Bank Dunia pada Oktober 2022 ke Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), hak untuk masyarakat belum dibayarkan.
"Distribusi insentif dana karbon untuk Pemprov Kaltim dan kabupaten/kota pun telah ditransfer, bahkan sudah digunakan untuk perlajanan ke luar negeri, namun dana insentif karbon untuk pemerintah desa dan kelompok masyarakat atau masyarakat adat yang menjadi peran dan tanggung jawab Pokja Pembagian Manfaat yang di ketuai oleh kepala Biro Ekonomi belum dilaksanakan, ada apa?," tanya dia.
Untuk itu Yulianus Henock meminta Pemerintah Provinsi Kaltim segera mempercepat pembayaran dana insentif karbon yang merupakan hak masyarakat untuk segera dibayarkan.
Henock yang juga Ketua Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Koordinator Wilayah Kaltim ini melanjutkan, Untuk Pemprov Kaltim yang sudah menerima, ia minta tidak menggunakan ke hal-hal yang berlawanan dengan hukum.
Ini karena penggunaan dana insentif sudah ada aturan mainnya sesuai dengan dokumen-dokumen perjanjian internasional yang disepakati oleh Pemerintah Indonesia dan Bank Dunia.
Bahkan dokumen perjanjian itu pun diingatkan kembali melalui surat Edaran Menteri KLHK SE.47/MENLHK/PPI/KEU.0/1/2023 bahwa dana insentif yang dibayarkan hanya dapat digunakan untuk program dan kegiatan terkait FCPF sesuai dengan BSP (Benefit Sharing Plan/Dokumen Rencana Pembagian Manfaat), sehingga apa yang harus dibayarkan kepada masyarakat pun harus segera dilakukan.
Ia juga minta Pemerintah Provinsi Kaltim untuk transparan dalam hal penggunaan dana insentif untuk apa saja, yakni dari proporsi alokasi yang diterima oleh penerima insetif unsur pemerintah.
"Kalau tidak transparan, kami akan memblow up. Saya selaku Ketua MAKI Koordinator Wilayah Kaltim akan membuka itu secara terang-terangan dan akan melaporkan kepada aparat penegak hukum," katanya.
Laporan tersebut, katanya, akan dilakukan ke kepolisian, kejaksaan, dan KPK, bahkan sampai ke luar negeri, dalam hal ini Bank Dunia selaku pengelola program internasional FPCF-CF di Indonesia alias climate financing untuk tidak mencairkan dana selanjutnya, jika ada permasalahan pada dana yang sudah cair dari pihak pemerintah.
Ia kembali menegaskan bahwa pemda harus segera membayarkan hak rakyat, karena ia punya komitment tegas dalam memperjuangkan dan membela hak-hak rakyat.
“Dalam hal ini, hak rakyat harus segera dibayar, harus diutamakan, dikedepankan, karena semua besar dari rakyat, pemerintah besar dari rakyat, maka rakyat harus menjadi prioritas,” katanya.
Senada dengan Henock, Tokoh Perempuan Adat Paser di Kabupaten Paser, Yurni Sadariah juga meminta pihak terkait segera membayarkan hak rakyat, termasuk ke masyarakat adat melalui pemerintah desa karena selama ini masyarakat sudah melindungi hutan tetap lestari.
Selama ini, kata Yurni, masyarakat peduli hutan dan masyarakat adat sudah menjaga hutan dengan berbagai cara demi melindungi hutan dari ancaman pihak lain, termasuk rutin berpatrol demi hutan tetap lestari.
“Bahkan jauh sebelum adanya program FCPF-CF pun masyarakat adat sudah menjaga hutan, maka dengan adanya penghargaan dari Bank Dunia ini, kami berharap insentif yang sudah dibayarkan dari Bank Dunia tersebut segera ditransfer ke desa agar bisa dimanfaatkan oleh masyarakat,” katanya.
Sementara itu, berdasarkan surat dari Dirjen Perbendaharaan Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup, Kementerian Keuangan Nomor: S-397/BPDLH/2023 tangal 15 Desember 2023 tentang Penetapan Alokasi Dana RBP Program FCPF untuk Desa dan Kelompok Masyarakat, ditetapkan nilai anggaran kegiatan ini untuk seluruh Kaltim.
Dalam poin pertama surat penetapan ini disebutkan, penetapan alokasi kinerja untuk pemerintah desa/kampung/kelurahan, termasuk pembiayaan pengelolaan dana lembaga perantara sebesar 8.281.038 dolar AS atau Rp122,56 miliar, dengan asumsi nilai tukar Rp14.800 per dolar dan mengacu pada asumsi dasar makro APBN 2023.
Sebelumnya juga ada surat pembagian manfaat proporsi kinerja dan penghargaan dana FCPF-CF dari Sekprov Kaltim yang dikeluarkan pada 9 November 2023, yakni surat dengan nomor 500.4/16181/ Ek-III yang juga berisi nilai yang sama atau totalnya Rp122,56 miliar untuk 441 desa/kelurahan di Kaltim.
Uang sebesar ini tidak dibagi rata tiap desa/kelurahan, namun mengacu pada beberapa hal seperti tingkat kesulitan akses, bobot program, luasan hutan yang dijaga, kegiatan yang akan dilakukan, dan faktor lainnya.
Berdasarkan hal ini, maka tiap desa/kelurahan akan menerima nilai berbeda, seperti dua kelurahan di Balikpapan memperoleh alokasi sebanyak Rp214,4 juta atau masing-masing Rp107,2 juta.
Di Kabupaten Berau ada 79 kampung penerima dengan masing-masing Rp349,1 juta sehingga total Rp27,57 miliar.
Di Kutai Barat ada 81 kampung yang masing-masing mendapat alokasi Rp201,64 juta atau total Rp16,33 miliar, Kabupaten Kutai Kartanegara ada 68 desa dengan masing-masing Rp145,43 juta atau total Rp9,88 miliar.
Di Kutai Timur terdapat 83 desa yang masing-masing memperoleh Rp305,18 juta sehingga total senilai Rp25,33 miliar, di Mahakam Ulu ada 46 kampung dengan masing-masing menerima Rp378 juta atau total Rp17,38 miliar.
Untuk Kabupaten Paser terdapat 68 desa dengan masing-masing mendapat alokasi anggaran Rp283,26 juta atau total Rp19,26 miliar, dan untuk Kabupaten Penajam Paser Utara terdapat 14 desa alokasi Rp240,96 juta per desa sehingga total sebesar Rp3,37 miliar.
Selain itu, ada pula alokasi untuk lembaga perantara dengan nilai Rp3,19 miliar, sehingga total anggaran kinerja untuk Kaltim sebesar Rp122,5 miliar.
Terpisah, Sekretaris Provinsi Kaltim Sri Wahyuni, saat dihubungi melalui pesan WhatsApp pada Senin (22/1/2024), terkait apa kendala sehingga anggaran untuk masyarakat di 441 desa/kelurahan belum ditransfer, ia tidak membalas sampai Kamis ini. Saat ditelepon pun tidak diangkat.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2024
“Indonesia telah menerima pembayaran insentif pertama sebesar 20,9 juta dolar AS atau setara dengan Rp320 miliar pada 20 Oktober 2022,” kata Henock di Samarinda, Kamis.
Pembayaran ini berdasarkan kesepakatan pada penandatanganan Emission Reduction Payment Agreement (ERPA) antara Pemerintah Indonesia dengan Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) Bank Dunia.
Dalam kesepakatan itu disebutkan bahwa Indonesia akan menerima pembayaran hingga 110 juta dolar AS untuk pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan yang terverifikasi.
Namun sudah lebih dari satu tahun semenjak dana karbon ditransfer oleh Bank Dunia pada Oktober 2022 ke Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), hak untuk masyarakat belum dibayarkan.
"Distribusi insentif dana karbon untuk Pemprov Kaltim dan kabupaten/kota pun telah ditransfer, bahkan sudah digunakan untuk perlajanan ke luar negeri, namun dana insentif karbon untuk pemerintah desa dan kelompok masyarakat atau masyarakat adat yang menjadi peran dan tanggung jawab Pokja Pembagian Manfaat yang di ketuai oleh kepala Biro Ekonomi belum dilaksanakan, ada apa?," tanya dia.
Untuk itu Yulianus Henock meminta Pemerintah Provinsi Kaltim segera mempercepat pembayaran dana insentif karbon yang merupakan hak masyarakat untuk segera dibayarkan.
Henock yang juga Ketua Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Koordinator Wilayah Kaltim ini melanjutkan, Untuk Pemprov Kaltim yang sudah menerima, ia minta tidak menggunakan ke hal-hal yang berlawanan dengan hukum.
Ini karena penggunaan dana insentif sudah ada aturan mainnya sesuai dengan dokumen-dokumen perjanjian internasional yang disepakati oleh Pemerintah Indonesia dan Bank Dunia.
Bahkan dokumen perjanjian itu pun diingatkan kembali melalui surat Edaran Menteri KLHK SE.47/MENLHK/PPI/KEU.0/1/2023 bahwa dana insentif yang dibayarkan hanya dapat digunakan untuk program dan kegiatan terkait FCPF sesuai dengan BSP (Benefit Sharing Plan/Dokumen Rencana Pembagian Manfaat), sehingga apa yang harus dibayarkan kepada masyarakat pun harus segera dilakukan.
Ia juga minta Pemerintah Provinsi Kaltim untuk transparan dalam hal penggunaan dana insentif untuk apa saja, yakni dari proporsi alokasi yang diterima oleh penerima insetif unsur pemerintah.
"Kalau tidak transparan, kami akan memblow up. Saya selaku Ketua MAKI Koordinator Wilayah Kaltim akan membuka itu secara terang-terangan dan akan melaporkan kepada aparat penegak hukum," katanya.
Laporan tersebut, katanya, akan dilakukan ke kepolisian, kejaksaan, dan KPK, bahkan sampai ke luar negeri, dalam hal ini Bank Dunia selaku pengelola program internasional FPCF-CF di Indonesia alias climate financing untuk tidak mencairkan dana selanjutnya, jika ada permasalahan pada dana yang sudah cair dari pihak pemerintah.
Ia kembali menegaskan bahwa pemda harus segera membayarkan hak rakyat, karena ia punya komitment tegas dalam memperjuangkan dan membela hak-hak rakyat.
“Dalam hal ini, hak rakyat harus segera dibayar, harus diutamakan, dikedepankan, karena semua besar dari rakyat, pemerintah besar dari rakyat, maka rakyat harus menjadi prioritas,” katanya.
Senada dengan Henock, Tokoh Perempuan Adat Paser di Kabupaten Paser, Yurni Sadariah juga meminta pihak terkait segera membayarkan hak rakyat, termasuk ke masyarakat adat melalui pemerintah desa karena selama ini masyarakat sudah melindungi hutan tetap lestari.
Selama ini, kata Yurni, masyarakat peduli hutan dan masyarakat adat sudah menjaga hutan dengan berbagai cara demi melindungi hutan dari ancaman pihak lain, termasuk rutin berpatrol demi hutan tetap lestari.
“Bahkan jauh sebelum adanya program FCPF-CF pun masyarakat adat sudah menjaga hutan, maka dengan adanya penghargaan dari Bank Dunia ini, kami berharap insentif yang sudah dibayarkan dari Bank Dunia tersebut segera ditransfer ke desa agar bisa dimanfaatkan oleh masyarakat,” katanya.
Sementara itu, berdasarkan surat dari Dirjen Perbendaharaan Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup, Kementerian Keuangan Nomor: S-397/BPDLH/2023 tangal 15 Desember 2023 tentang Penetapan Alokasi Dana RBP Program FCPF untuk Desa dan Kelompok Masyarakat, ditetapkan nilai anggaran kegiatan ini untuk seluruh Kaltim.
Dalam poin pertama surat penetapan ini disebutkan, penetapan alokasi kinerja untuk pemerintah desa/kampung/kelurahan, termasuk pembiayaan pengelolaan dana lembaga perantara sebesar 8.281.038 dolar AS atau Rp122,56 miliar, dengan asumsi nilai tukar Rp14.800 per dolar dan mengacu pada asumsi dasar makro APBN 2023.
Sebelumnya juga ada surat pembagian manfaat proporsi kinerja dan penghargaan dana FCPF-CF dari Sekprov Kaltim yang dikeluarkan pada 9 November 2023, yakni surat dengan nomor 500.4/16181/ Ek-III yang juga berisi nilai yang sama atau totalnya Rp122,56 miliar untuk 441 desa/kelurahan di Kaltim.
Uang sebesar ini tidak dibagi rata tiap desa/kelurahan, namun mengacu pada beberapa hal seperti tingkat kesulitan akses, bobot program, luasan hutan yang dijaga, kegiatan yang akan dilakukan, dan faktor lainnya.
Berdasarkan hal ini, maka tiap desa/kelurahan akan menerima nilai berbeda, seperti dua kelurahan di Balikpapan memperoleh alokasi sebanyak Rp214,4 juta atau masing-masing Rp107,2 juta.
Di Kabupaten Berau ada 79 kampung penerima dengan masing-masing Rp349,1 juta sehingga total Rp27,57 miliar.
Di Kutai Barat ada 81 kampung yang masing-masing mendapat alokasi Rp201,64 juta atau total Rp16,33 miliar, Kabupaten Kutai Kartanegara ada 68 desa dengan masing-masing Rp145,43 juta atau total Rp9,88 miliar.
Di Kutai Timur terdapat 83 desa yang masing-masing memperoleh Rp305,18 juta sehingga total senilai Rp25,33 miliar, di Mahakam Ulu ada 46 kampung dengan masing-masing menerima Rp378 juta atau total Rp17,38 miliar.
Untuk Kabupaten Paser terdapat 68 desa dengan masing-masing mendapat alokasi anggaran Rp283,26 juta atau total Rp19,26 miliar, dan untuk Kabupaten Penajam Paser Utara terdapat 14 desa alokasi Rp240,96 juta per desa sehingga total sebesar Rp3,37 miliar.
Selain itu, ada pula alokasi untuk lembaga perantara dengan nilai Rp3,19 miliar, sehingga total anggaran kinerja untuk Kaltim sebesar Rp122,5 miliar.
Terpisah, Sekretaris Provinsi Kaltim Sri Wahyuni, saat dihubungi melalui pesan WhatsApp pada Senin (22/1/2024), terkait apa kendala sehingga anggaran untuk masyarakat di 441 desa/kelurahan belum ditransfer, ia tidak membalas sampai Kamis ini. Saat ditelepon pun tidak diangkat.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2024