Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan melalui program hilirisasi sumber daya alam, terutama bahan baku baterai, serta menggaet investasi dari luar negeri, Indonesia ingin diproyeksikan sebagai negara dengan industri baterai kendaraan listrik terbesar di dunia.
"Kita ingin menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara industrialis baterai mobil terbesar di dunia," kata Bahlil dalam sebuah sesi kuliah umum di Universitas Sebelas Maret, Surakarta yang juga disiarkan secara daring dipantau di Jakarta, Selasa.
Bahlil menjelaskan saat ini tren industri otomotif global tengah mengarah ke pemanfaatan kendaraan dengan bahan bakar berbasis listrik di mana salah satu komponen penting yang dibutuhkan dalam produksi kendaraan listrik adalah baterai.
"Ke depan (bahan bakar) fosil, batubara akan ditinggalkan. (Tahun) 2030 mobil-mobil di dunia hampir semua pakai mobil listrik dan mobil listrik itu komponennya 40 persen baterai 60 persen," ujar Bahlil.
Baca juga: Indonesia perlu percepat industri baterai listrik
Lebih lanjut, dia menyebutkan bahwa bahan baku utama dari baterai kendaraan listrik adalah nikel, kobalt, mangan, dan litium. Indonesia, kata Bahlil, memiliki cadangan nikel sebanyak 25 persen dari total secara global.
Pada 2017 hingga 2018 pendapatan ekspor nikel dalam bentuk bahan mentah hanya bernilai sebesar 3,3 miliar dolar Amerika (Rp 50,5 triliun). Hal tersebut membuat Presiden Joko Widodo menginstruksikan untuk menghentikan ekspor bahan baku mentah dan memulai hilirisasi.
"Nikel ini, Indonesia (memiliki) cadangan nikel dunia 25 persen. Pada tahun 2017-2018 ekspor kita itu hanya 3,3 miliar dollar AS kemudian Jokowi perintahkan stop ekspor," ucap Bahlil.
Setelah menerapkan larangan ekspor dan memberlakukan kebijakan pembangunan industri hilirisasi nikel, Bahlil mengatakan pendapat ekspor nikel yang telah menjadi produk hilirisasi pada tahun 2022 naik hampir sepuluh kali lipat.
Baca juga: Pertamina berperan aktif bangun infrastruktur kendaraan listrik
"Begitu kita menyetop ekspor nikel kita bangun smelter, kita bangun industri, dan sekarang hasilnya dari 2019-2020 sampai dengan 2022 nilai ekspor kita dari nikel menjadi 30 miliar US dollar (Rp 459 triliun)," ujar Bahlil.
Dalam membangun industri produksi baterai kendaraan listrik dalam negeri, Bahlil mengatakan, Indonesia menggaet beberapa perusahaan energi maupun otomotif luar negeri seperti CATL, BASF, VW, LG, dan Ford untuk berinvestasi di Indonesia.
Bahlil menuturkan dengan program hilirisasi yang tengah digencarkan saat ini diharapkan dapat meningkatkan pendapat PDB per kapita Indonesia mencapai 11 ribu dolar AS (Rp 168 juta) dalam 10 tahun ke depan.
"Sepuluh tahun ke depan, kita ingin pendapatan per kapita kita harus 10 ribu sampai 11 ribu dolar. Nah itu rumusnya, salah satu diantaranya adalah penciptaan nilai tambah lewat hilirisasi," ucap Bahlil
Baca juga: Alasan mobil listrik lebih mahal dibandingkan konvensional
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2023
"Kita ingin menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara industrialis baterai mobil terbesar di dunia," kata Bahlil dalam sebuah sesi kuliah umum di Universitas Sebelas Maret, Surakarta yang juga disiarkan secara daring dipantau di Jakarta, Selasa.
Bahlil menjelaskan saat ini tren industri otomotif global tengah mengarah ke pemanfaatan kendaraan dengan bahan bakar berbasis listrik di mana salah satu komponen penting yang dibutuhkan dalam produksi kendaraan listrik adalah baterai.
"Ke depan (bahan bakar) fosil, batubara akan ditinggalkan. (Tahun) 2030 mobil-mobil di dunia hampir semua pakai mobil listrik dan mobil listrik itu komponennya 40 persen baterai 60 persen," ujar Bahlil.
Baca juga: Indonesia perlu percepat industri baterai listrik
Lebih lanjut, dia menyebutkan bahwa bahan baku utama dari baterai kendaraan listrik adalah nikel, kobalt, mangan, dan litium. Indonesia, kata Bahlil, memiliki cadangan nikel sebanyak 25 persen dari total secara global.
Pada 2017 hingga 2018 pendapatan ekspor nikel dalam bentuk bahan mentah hanya bernilai sebesar 3,3 miliar dolar Amerika (Rp 50,5 triliun). Hal tersebut membuat Presiden Joko Widodo menginstruksikan untuk menghentikan ekspor bahan baku mentah dan memulai hilirisasi.
"Nikel ini, Indonesia (memiliki) cadangan nikel dunia 25 persen. Pada tahun 2017-2018 ekspor kita itu hanya 3,3 miliar dollar AS kemudian Jokowi perintahkan stop ekspor," ucap Bahlil.
Setelah menerapkan larangan ekspor dan memberlakukan kebijakan pembangunan industri hilirisasi nikel, Bahlil mengatakan pendapat ekspor nikel yang telah menjadi produk hilirisasi pada tahun 2022 naik hampir sepuluh kali lipat.
Baca juga: Pertamina berperan aktif bangun infrastruktur kendaraan listrik
"Begitu kita menyetop ekspor nikel kita bangun smelter, kita bangun industri, dan sekarang hasilnya dari 2019-2020 sampai dengan 2022 nilai ekspor kita dari nikel menjadi 30 miliar US dollar (Rp 459 triliun)," ujar Bahlil.
Dalam membangun industri produksi baterai kendaraan listrik dalam negeri, Bahlil mengatakan, Indonesia menggaet beberapa perusahaan energi maupun otomotif luar negeri seperti CATL, BASF, VW, LG, dan Ford untuk berinvestasi di Indonesia.
Bahlil menuturkan dengan program hilirisasi yang tengah digencarkan saat ini diharapkan dapat meningkatkan pendapat PDB per kapita Indonesia mencapai 11 ribu dolar AS (Rp 168 juta) dalam 10 tahun ke depan.
"Sepuluh tahun ke depan, kita ingin pendapatan per kapita kita harus 10 ribu sampai 11 ribu dolar. Nah itu rumusnya, salah satu diantaranya adalah penciptaan nilai tambah lewat hilirisasi," ucap Bahlil
Baca juga: Alasan mobil listrik lebih mahal dibandingkan konvensional
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2023