Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) bersama sejumlah pihak terkait melakukan konservasi terhadap sekitar 320 hektare lahan basah yang tersebar di sejumlah daerah, seperti Kabupaten Kutai Kartanegara, Paser, dan Berau.
"Sekitar 320 hektare lahan basah ini tersebar di daerah yang berada di daerah pasang surut laut maupun sungai, seperti kawasan rawa dan lahan mangrove di beberapa kabupaten/kota di Kaltim," ujar Kepala DLH Provinsi Kaltim E.A. Rafiddin Rizal di Samarinda, Jumat.
Dalam melakukan konservasi lahan basah, ada sejumlah pihak yang terlibat, Dewan Daerah Perubahan Iklim (DDPI) Kaltim, Yayasan Konservasi Alam Nusantara, Yayasan Mangrove Lestari, Yayasan Ulin, Perisai Alam Borneo, dan Yayasan Bioma.
Sejumlah pihak yang peduli terhadap kelestarian lingkungan tersebut, katanya, para mitra pemerintah yang mendampingi masyarakat dalam mengelola lahan sekaligus melakukan konservasi sehingga pengelolaan lahan tersebut tidak merusak lingkungan.
Bahkan, lanjutnya, masyarakat turut serta menjaga lingkungan karena melalui pendampingan masyarakat sadar bahwa dengan menjaga lingkungan maka sumber ekonomi mereka akan berkelanjutan, karena ekosistem di lahan basah tidak punah.
"Selain itu, melalui pendampingan yang dilakukan para lembaga swadaya masyarakat maupun oleh yayasan, bahkan masyarakat setempat mendapat kompensasi, tapi kompensasinya tidak dalam bentuk uang, namun dalam bentuk lain yang dibutuhkan masyarakat, seperti perlengkapan solar cell untuk kebutuhan energi listrik warga," katanya.
Ia mengatakan kolaborasi pemerintah daerah bersama masyarakat dan mitra pembangunan, bahkan dengan dunia usaha, telah dipraktikkan dalam setiap lanskap pengelolaan lahan basah yang telah berjalan selama ini.
Dasar dari program pengelolaan lahan basah yang dilakukan bersama selama ini, adalah Kesepakatan Pembangunan Hijau atau Green Growth Compact (GGC).
GGC merupakan aksi kolaborasi menggandeng berbagai pihak, baik pemerintah, swasta, lembaga nonpemerintah, perguruan tinggi, masyarakat adat, maupun masyarakat sipil untuk mempercepat pencapaian tujuan "Kaltim Hijau".
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2023
"Sekitar 320 hektare lahan basah ini tersebar di daerah yang berada di daerah pasang surut laut maupun sungai, seperti kawasan rawa dan lahan mangrove di beberapa kabupaten/kota di Kaltim," ujar Kepala DLH Provinsi Kaltim E.A. Rafiddin Rizal di Samarinda, Jumat.
Dalam melakukan konservasi lahan basah, ada sejumlah pihak yang terlibat, Dewan Daerah Perubahan Iklim (DDPI) Kaltim, Yayasan Konservasi Alam Nusantara, Yayasan Mangrove Lestari, Yayasan Ulin, Perisai Alam Borneo, dan Yayasan Bioma.
Sejumlah pihak yang peduli terhadap kelestarian lingkungan tersebut, katanya, para mitra pemerintah yang mendampingi masyarakat dalam mengelola lahan sekaligus melakukan konservasi sehingga pengelolaan lahan tersebut tidak merusak lingkungan.
Bahkan, lanjutnya, masyarakat turut serta menjaga lingkungan karena melalui pendampingan masyarakat sadar bahwa dengan menjaga lingkungan maka sumber ekonomi mereka akan berkelanjutan, karena ekosistem di lahan basah tidak punah.
"Selain itu, melalui pendampingan yang dilakukan para lembaga swadaya masyarakat maupun oleh yayasan, bahkan masyarakat setempat mendapat kompensasi, tapi kompensasinya tidak dalam bentuk uang, namun dalam bentuk lain yang dibutuhkan masyarakat, seperti perlengkapan solar cell untuk kebutuhan energi listrik warga," katanya.
Ia mengatakan kolaborasi pemerintah daerah bersama masyarakat dan mitra pembangunan, bahkan dengan dunia usaha, telah dipraktikkan dalam setiap lanskap pengelolaan lahan basah yang telah berjalan selama ini.
Dasar dari program pengelolaan lahan basah yang dilakukan bersama selama ini, adalah Kesepakatan Pembangunan Hijau atau Green Growth Compact (GGC).
GGC merupakan aksi kolaborasi menggandeng berbagai pihak, baik pemerintah, swasta, lembaga nonpemerintah, perguruan tinggi, masyarakat adat, maupun masyarakat sipil untuk mempercepat pencapaian tujuan "Kaltim Hijau".
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2023