Komisi I DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan masyarakat adat Suku Dayak Tunjung, Benuaq dan Bentian, membahas salah satu ritual adat Botor Buyang yang dianggap beraroma permainan judi.
“ini adalah pertemuan kami yang kedua kalinya antara pemangku adat Dayak se- Kaltim dengan pihak kepolisian, yang dihadiri perwakilan Polres Kutai Kartanegara (Kukar) dan Polresta Samarinda terkait kegiatan adat Botor Buyang yang dipandang sebagai perjudian,” kata Ketua Komisi I DPRD Kaltim, Baharuddin Demmu di Samarinda, Rabu.
Ia mendefinisikan Botor Buyang ini sebagai permainan dimana pemain bertaruh untuk memilih pilihan dari beberapa pilihan yang benar dan menjadi pemenang, pemain yang kalah dalam pertaruhan akan menyerahkan taruhannya kepada pemenang. Hal itu menurut Suku Dayak bagian ritual yang mustahil diabaikan.
Lanjutnya, dalam pelaksanaan ritual Dayak Nguguh Taun ada sebuah kegiatan yang disebut dengan Butor Buyang dan Saung Salakang, dimana kegiatan tersebut di dalamnya ada sabung ayam, permainan dadu, menggunakan taruhan uang.
Kendati demikian, dalam permainan tersebut sebenarnya tidak ada pihak yang merasa dirugikan karena seluruh hasil dari permainan itu disumbangkan kepada pihak keluarga yang mengadakan acara. Sebab prosesi acara tersebut diperlukan anggaran yang cukup besar.
“Botor Buyang ini dulu pernah ditertibkan pada 2012, dan juga sempat di mediasi oleh Komisi I DPRD Kaltim. Namun kegiatan tersebut tetap berjalan dengan menggandeng pihak kepolisian untuk pengamanan selama prosesi adat berlangsung,” ungkap Bahar.
Tetapi belakangan ini bagian ritual tersebut kembali dipersoalkan, Pihak Kepolisian mengimbau agar kegiatan adat tersebut tidak menyertakan Botor Buyang karena melanggar aturan hukum pada pasal 303 KUHP soal kejahatan menawarkan atau memberi kesempatan bermain judi.
Permasalahannya adalah bagi Suku Dayak Botor Buyang merupakan bagian dari kegiatan adat yang turun temurun.
“Kami di DPRD melihat berdasarkan diskusi pada RDP yang berkembang bahwa Botor Buyang tak bisa lepas dari adat istiadat Suku Dayak. Namun yang perlu ditekankan bahwa kegiatan apapun kalau ada payung hukumnya, tentu tidak ada pelarangan. Sedangkan Botor Buyang dianggap meresahkan karena ada unsur perjudian di dalamnya,” imbuhnya.
Bahruddin Demu mengungkapkan, sebelumnya para pemangku adat Suku Dayak pernah melakukan musyawarah besar Adat Dayak se-Kaltim. Dalam musyawarah besar tersebut diputuskan bahwa Botor Buyang menjadi bagian dari ritual adat yang tak bisa dipisahkan, namun keputusan itu belum dilirik oleh pihak kepolisian sebagai payung hukum yang sah.
“Komisi I DPRD Kaltim berupaya mengkaji keputusan hasil musyawarah besar tersebut dan akan dikorelasikan dengan Peraturan Daerah (Perda) Perlindungan Masyarakat Adat, yang kemudian koordinasikan agar bisa dikuatkan dengan Peraturan Gubernur (Pergub),” ujar Baharuddin Demmu.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2023