Kepala Dinas Pangan Pertanian dan Perikanan Kota Balikpapan Heria Prisni menegaskan, pedagang hanya boleh mengambil sapi dari Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
 

“Karena sementara ini hanya NTT yang bebas PMK (penyakit mulut kuku),” kata Kadis Prisni, Senin.

Dia tegas mengingatkan agar para pedagang hewan ternak agar tidak mengambil pasokan dari daerah yang masih merah PMK hal tersebut sangat berisiko kepada kesehatan ternak di Balikpapan.

“Jangan kucing-kucingan ya dengan petugas ikuti aturan saja,” kata Kadis Prisni.

Sebelum PMK merebak pasokan hewan ternak untuk daging bagi Balikpapan memang datang dari Sulawesi, Jawa, dan  hingga Nusa Tenggara Barat (NTB), saat ini sebagian besar daerah-daerah tersebut termasuk dalam zona merah PMK sama seperti Balikpapan.

Kota Balikpapan masuk zona merah PMK setelah ada tiga ekor sapi yang positif PMK namun demikian, ketiga sapi kini sudah sembuh dan tak ada ditemukan kasus PMK lagi.

Sementara untuk realisasi vaksin, dari target 16.000 ekor sapi baru divaksin 1.260 ekor, untuk tahap satu sudah 700 ekor dan tahap dua sudah 800 ekor tersisa 340 dosis vaksin.

“Untuk kambing belum karena vaksinnya tidak cukup, satu hari kita vaksin 9 ekor,” jelas Kadis Prisni. Jarak antarpeternakan yang relatif jauh juga sapi-sapi yang digembalakan di tengah padang menjadi kendala petugas dalam vaksinasi tersebut.

Penyakit mulut dan kuku (PMK) adalah penyakit infeksi virus yang sangat menular, penyakit ini menyerang sapi, kerbau, kambing, domba, juga babi, dan  termasuk juga hewan liar seperti gajah, dan  rusa.

Sapi atau hewan yang terkena PMK akan mengalami lepuh dan erosi di sekitar mulut, lidah, gusi, cuping hidung, puting susu, dan meneteskan air liur terus-menerus; mengakibatkan susah makan.

Pada kulit sekitar kuku juga melepuh yang mengakibatkan pincang bahkan kuku bahkan bisa terlepas karena kukunya sakit, hewan juga jadi banyak berbaring.  

Akibatnya, karena susah makan maka bobot hewan akan turun drastis, bila ia penghasil susu maka jumlah susu yang dihasilkan juga turun.

“Karena itu PMK ini sangat merugikan,” kata Kadis Prisni.

Meskipun demikian, pada hewan dewasa, tingkat kematiannya rendah artinya hewan dengan perawatan yang telaten bisa kembali sembuh seperti sedia kala hanya pada hewan yang masih muda atau anakan tingkat kematian bisa mencapai 50 persen.

Pewarta: Novi Abdi

Editor : Abdul Hakim Muhiddin


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2022