Pemerintah melalui kementerian membuat aturan baru pencairan dana jaminan hari tua atau JHT. Dalam permenaker nomor 2 tahun 2022 tentang tata cara dan persyaratan pembayaran manfaat jaminan hari tua disebutkan bahwa JHT baru bisa dicairkan saat usia mencapai 56 tahun atau usia pensiun.
Meski polemik pencairan JHT tidak terjadi di Samarinda, namun Sekretaris Komisi IV DPRD Samarinda, Deni Hakim Anwar meminta potensi gejolak protes JHT tetap harus diantisipasi. Ia menilai sosialisasi adalah langkah awal yang harus dilakukan untuk meredam gejolak demonstrasi.
“Pastinya kami di daerah akan mengundang asosiasi buruh beserta pemerintah agar membuka ruang diskusi untuk mentelaah isi seutuhnya dari kebijakan tersebut (JHT),” ungkap Deni saat dikonfirmasi, pada Kamis (17/02/2022).
Selain membuka ruang diskusi, lanjut Deni, nantinya melalui lembaga legislatif, DPRD Samarinda akan melakukan dorongan kepada pemerintah agar gencar melakukan sosialisasi.
“Jangan sampai terjadi gejolak baru kita bergerak. Tapi juga yang perlu diingat adalah kebijakan ini adalah kebijakan pusat yang tidak bisa dirubah di daerah,” kata Deni.
Meski tak mampu mengubah langsung kebijakan JHT Permenaker, Deni optimis hasil diskusi yang akan digelar dengan pihak terkait bisa dijadikan acuan revisi di pemerintahan pusat.
“Diskusi itu nanti untuk membuka satu kepemahaman dan hasilnya bisa kita jadikan acuan agar poin-poin yang kurang tepat pada kebijakan itu bisa di revisi oleh pusat,” jelasnya.
Ia sendiri tidak setuju dengan Permenaker nomor 2/2022, namun Deni tetap mengimbau agar seluruh lapisan masyarakat, khususnya yang bekerja di sektor perindustrian bisa menelaah secara utuh aturan tersebut.
Sebab menurut Deni, aturan itu tak sepenuhnya mutlak hanya bisa dicairkan saat usia buruh mencapai 56 tahun.
“Artinya dalam pengecualian ketika seseorang meninggal atau cacat itu bisa diberikan saat yang bersangkutan berhenti pada pekerjaannya. Sejauh ini polemik yang banyak dipersepsikan adalah yang masih sehat berhenti terus tidak dapat uangnya,” beber Deni. (adv)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2022
Meski polemik pencairan JHT tidak terjadi di Samarinda, namun Sekretaris Komisi IV DPRD Samarinda, Deni Hakim Anwar meminta potensi gejolak protes JHT tetap harus diantisipasi. Ia menilai sosialisasi adalah langkah awal yang harus dilakukan untuk meredam gejolak demonstrasi.
“Pastinya kami di daerah akan mengundang asosiasi buruh beserta pemerintah agar membuka ruang diskusi untuk mentelaah isi seutuhnya dari kebijakan tersebut (JHT),” ungkap Deni saat dikonfirmasi, pada Kamis (17/02/2022).
Selain membuka ruang diskusi, lanjut Deni, nantinya melalui lembaga legislatif, DPRD Samarinda akan melakukan dorongan kepada pemerintah agar gencar melakukan sosialisasi.
“Jangan sampai terjadi gejolak baru kita bergerak. Tapi juga yang perlu diingat adalah kebijakan ini adalah kebijakan pusat yang tidak bisa dirubah di daerah,” kata Deni.
Meski tak mampu mengubah langsung kebijakan JHT Permenaker, Deni optimis hasil diskusi yang akan digelar dengan pihak terkait bisa dijadikan acuan revisi di pemerintahan pusat.
“Diskusi itu nanti untuk membuka satu kepemahaman dan hasilnya bisa kita jadikan acuan agar poin-poin yang kurang tepat pada kebijakan itu bisa di revisi oleh pusat,” jelasnya.
Ia sendiri tidak setuju dengan Permenaker nomor 2/2022, namun Deni tetap mengimbau agar seluruh lapisan masyarakat, khususnya yang bekerja di sektor perindustrian bisa menelaah secara utuh aturan tersebut.
Sebab menurut Deni, aturan itu tak sepenuhnya mutlak hanya bisa dicairkan saat usia buruh mencapai 56 tahun.
“Artinya dalam pengecualian ketika seseorang meninggal atau cacat itu bisa diberikan saat yang bersangkutan berhenti pada pekerjaannya. Sejauh ini polemik yang banyak dipersepsikan adalah yang masih sehat berhenti terus tidak dapat uangnya,” beber Deni. (adv)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2022