Samarinda (ANTARA Kaltim) - Ketua Komisi I DPRD Kalimantan Timur, Sudarno, mengutuk keras kasus kekerasan terhadap seorang wartawati di Kabupaten Paser, Kaltim.
"Kami mengutuk keras kejadian itu sebab wartawan dalam menjalankan tugas dilindungi undang-undang," ungkap Sudarno kepada wartawan di Samarinda, Sabtu.
Apalagi, menurut Sudarno, kekerasan tersebut dilakukan oleh oknum aparat desa yang seharusnya mengetahui tugas dan fungsi wartawan sehingga semestinya melindungi dan bukan justru ikut melakukan pengeroyokan.
"Terlepas dari wartawan itu sedang hamil atau tidak, namun apapun bentuk kekerasan terhadap pekerja pers itu tidak dibenarkan. Apalagi jika benar dia (wartawati) itu sedang hamil dan sampai keguguran, ini sudah perbuatan yang keterlaluan dan harus ditindak tegas," katanya.
Menurut dia, merampas alat kerja wartawan sudah jelas melanggar Undang-Undang Pers dan melakukan tindak kekerasan itu adalah pelanggaran pidana, apalagi jika sampai menyebabkan keguguran kandungan.
Polisitisi PDIP itu mendesak pihak kepolisian setempat untuk menangkap para pelaku pengeroyokan tersebut.
"Kami meminta polisi segera menangkap dan memproses hukum para pelaku, apapun jabatannya sebab tindakan itu sudah tidak bisa ditolelir. Jika Kapolres tidak bisa menangkap, kami minta Polda Kaltim yang turun tangan," kata Sudarno.
Sementara, Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Kalimantan Timur, Fitriasnyah Adisurya, juga mengecam kekerasan terhadap wartawan tersebut.
IJTI Kaltim, lanjut Fitriansyah Adisurya, akan segera melakukan investigasi terkait pengeroyokan yang dialami wartawan Paser TV tersebut.
"Malam ini kami bersama teman-teman akan ke Paser untuk melakukan investigasi terkait pengeroyokan tersebut. Namun, apapun alasannya, kami mengecam kekerasan terhadap wartawan tersebut," kata Fitriansyah Adisurya.
Kasus kekerasan tersebut dialami seorang wartawati Paser TV bernama Nurmilasari Wahyuni (23), saat tengah meliput sengketa lahan yang berujung pengrusakan di Desa Rantau Panjang, Kabupaten Paser, Sabtu (2/3).
"Saat itu saya sedang meliput pengrusakan rumah dan ketika mengambil gambar, oknum aparat desa setempat sempat memukuli pipi saya sebanyak tiga kali kemudian merampas kamera dan tas saya. Tidak hanya itu saya juga diinjak-injak mulai dari kaki perut dan kepala. Ada sekitar 16 orang termasuk aparat desa setempat yang mengeroyok saya," kata Nurmilasari Wahyuni, melalui pesan singkat kepada wartawan di Samarinda.
Kasus tersebut kata dia juga telah dilaporkan ke Polres Paser, sesaat setelah pengeroyokan berlangsung.
"Saya sudah laporkan kemarin (Sabtu) dan sudah divisum tetapi masih menunggu hasilnya. Saat ini saya masih dirawat di rumah sakit," ungkap Nurmilasari Wahyuni.
Sementara, Kapolres Paser, Ajun Komisaris Besar Ismahjuddin, saat dikonfirmasi, mengaku belum mengetahui laporan penganiayaan terhadap wartawan tersebut.
"Saya belum mendapat laporan itu dan nanti akan saya cek," kata Ismahjuddin. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013
"Kami mengutuk keras kejadian itu sebab wartawan dalam menjalankan tugas dilindungi undang-undang," ungkap Sudarno kepada wartawan di Samarinda, Sabtu.
Apalagi, menurut Sudarno, kekerasan tersebut dilakukan oleh oknum aparat desa yang seharusnya mengetahui tugas dan fungsi wartawan sehingga semestinya melindungi dan bukan justru ikut melakukan pengeroyokan.
"Terlepas dari wartawan itu sedang hamil atau tidak, namun apapun bentuk kekerasan terhadap pekerja pers itu tidak dibenarkan. Apalagi jika benar dia (wartawati) itu sedang hamil dan sampai keguguran, ini sudah perbuatan yang keterlaluan dan harus ditindak tegas," katanya.
Menurut dia, merampas alat kerja wartawan sudah jelas melanggar Undang-Undang Pers dan melakukan tindak kekerasan itu adalah pelanggaran pidana, apalagi jika sampai menyebabkan keguguran kandungan.
Polisitisi PDIP itu mendesak pihak kepolisian setempat untuk menangkap para pelaku pengeroyokan tersebut.
"Kami meminta polisi segera menangkap dan memproses hukum para pelaku, apapun jabatannya sebab tindakan itu sudah tidak bisa ditolelir. Jika Kapolres tidak bisa menangkap, kami minta Polda Kaltim yang turun tangan," kata Sudarno.
Sementara, Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Kalimantan Timur, Fitriasnyah Adisurya, juga mengecam kekerasan terhadap wartawan tersebut.
IJTI Kaltim, lanjut Fitriansyah Adisurya, akan segera melakukan investigasi terkait pengeroyokan yang dialami wartawan Paser TV tersebut.
"Malam ini kami bersama teman-teman akan ke Paser untuk melakukan investigasi terkait pengeroyokan tersebut. Namun, apapun alasannya, kami mengecam kekerasan terhadap wartawan tersebut," kata Fitriansyah Adisurya.
Kasus kekerasan tersebut dialami seorang wartawati Paser TV bernama Nurmilasari Wahyuni (23), saat tengah meliput sengketa lahan yang berujung pengrusakan di Desa Rantau Panjang, Kabupaten Paser, Sabtu (2/3).
"Saat itu saya sedang meliput pengrusakan rumah dan ketika mengambil gambar, oknum aparat desa setempat sempat memukuli pipi saya sebanyak tiga kali kemudian merampas kamera dan tas saya. Tidak hanya itu saya juga diinjak-injak mulai dari kaki perut dan kepala. Ada sekitar 16 orang termasuk aparat desa setempat yang mengeroyok saya," kata Nurmilasari Wahyuni, melalui pesan singkat kepada wartawan di Samarinda.
Kasus tersebut kata dia juga telah dilaporkan ke Polres Paser, sesaat setelah pengeroyokan berlangsung.
"Saya sudah laporkan kemarin (Sabtu) dan sudah divisum tetapi masih menunggu hasilnya. Saat ini saya masih dirawat di rumah sakit," ungkap Nurmilasari Wahyuni.
Sementara, Kapolres Paser, Ajun Komisaris Besar Ismahjuddin, saat dikonfirmasi, mengaku belum mengetahui laporan penganiayaan terhadap wartawan tersebut.
"Saya belum mendapat laporan itu dan nanti akan saya cek," kata Ismahjuddin. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013