Unjuk rasa masyarakat adat Dayak Modang Desa Long Bentuq Kecamatan Busang, Kabupaten Kutai Timur, beberapa waktu lalu berimbas pada kondisi ekonomi masyarakat.
Pengurus Koperasi Mandiri 1 Krispensius mengatakan aktivasi perekonomian masyarakat terganggu, karena aksi dibarengi dengan penutupan portal Km 16.
Menurut Krispensius, masyarakat memang sangat terdampak penutupan portal Km 16 karena buah sawit milik masyarakat tidak bisa dijual ke pabrik, sehingga banyak sekali buah yang dibuang dan akhirnya membusuk. Padahal, saat ini sedang panen dan cuaca juga cukup baik.
Kondisi demikian, jelas Krispensius, tentu menjadikan masyarakat kehilangan pemasukan dan berimbas pada keluarga.
Sementara secara pribadi, Krispensius juga mengaku rugi. Sebagai transportir untuk mengangkut crude palm oil (CPO), misalnya, dia harus menyewa alat angkutan. Dan biaya angkutan tersebut terus berjalan, meski operasional terhenti karena penutupan portal.
“Kita gak ada penghasilan, lalu supir juga gak bisa kerja. Padahal uang makan terus jalan,” keluh Krispensius.
Yang juga disesalkan, karena masyarakat adat Dayak Long Bentuq tidak terlebih dahulu berkomunikasi dengan masyarakat di desa sekitar.
Padahal kalau mengatasnamakan masyarakat, lanjutnya, hendaknya dibicarakan dengan semua elemen masyarakat, termasuk pihak koperasi.
“Mereka tidak koordinasi dulu dengan kita. Apalagi KSU Unit 1 ini membawahi tiga desa, yaitu Long Nyelong, Long Lees dan Long Pejeng. Selain itu, jalan yang ditutup kan menyangkut orang banyak. Jadi siapapun sebenarnya berhak memakai jalan tersebut, bukan hanya bagi Long Bentuq,” lanjut Krispensius.
Kepala Desa Long Bentuq Heriansyah juga menilai, bahwa unjuk rasa tersebut sangat merugikan masyarakat.
"Bukan hanya bagi Kecamatan Busang, tetapi juga lintas daerah Muara Ancalong dan kecamatan lain. Sangat menghambat aktivitas masyarakat secara umum,” kata Heriansyah.
Begitu pula dengan buah sawit milik masyarakat, menurut Heriansyah juga banyak yang yang tidak bsia dijual dan akhirnya membusuk.
"Tentu saja akhirnya dibuang, karena warga tidak bisa melintas, khususnya warga Long Besak,” kata dia.
“Jadi, memang sangat merugikan. Apalagi waga sedang panen. Warga juga sebentar lagi panen padi. Apa tidak terpikir seperti itu,” pungkasnya.
Aksi unjukrasa warga Desa Long Bentuq mereka menuntut ganti rugi lahan terhadap perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Subur Abadi Wana Agung (SAWA).
Sementara pihak perusahaan menyatakan telah memberikan ganti rugi atas seluruh bidang tanah yang dipersoalkan oleh Kepala Adat Desa Long Bentuq.
“Pembebasan lahan dilakukan pada tahun 2009-2014, dengan melibatkan Tim 9 dari Pemda dan Kepala Adat Dayak dari 3 desa yakni Desa Long Pejeng, Long Lees dan Long Nyelong, juga Kepala Adat Besar Suku Dayak Kenyah Se-Sei Atan,” kata General Manager Licence & CSR PT SAWA, Angga Rachmat Perdana dalam keterangan resmi beberapa waktu lalu.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2021
Pengurus Koperasi Mandiri 1 Krispensius mengatakan aktivasi perekonomian masyarakat terganggu, karena aksi dibarengi dengan penutupan portal Km 16.
Menurut Krispensius, masyarakat memang sangat terdampak penutupan portal Km 16 karena buah sawit milik masyarakat tidak bisa dijual ke pabrik, sehingga banyak sekali buah yang dibuang dan akhirnya membusuk. Padahal, saat ini sedang panen dan cuaca juga cukup baik.
Kondisi demikian, jelas Krispensius, tentu menjadikan masyarakat kehilangan pemasukan dan berimbas pada keluarga.
Sementara secara pribadi, Krispensius juga mengaku rugi. Sebagai transportir untuk mengangkut crude palm oil (CPO), misalnya, dia harus menyewa alat angkutan. Dan biaya angkutan tersebut terus berjalan, meski operasional terhenti karena penutupan portal.
“Kita gak ada penghasilan, lalu supir juga gak bisa kerja. Padahal uang makan terus jalan,” keluh Krispensius.
Yang juga disesalkan, karena masyarakat adat Dayak Long Bentuq tidak terlebih dahulu berkomunikasi dengan masyarakat di desa sekitar.
Padahal kalau mengatasnamakan masyarakat, lanjutnya, hendaknya dibicarakan dengan semua elemen masyarakat, termasuk pihak koperasi.
“Mereka tidak koordinasi dulu dengan kita. Apalagi KSU Unit 1 ini membawahi tiga desa, yaitu Long Nyelong, Long Lees dan Long Pejeng. Selain itu, jalan yang ditutup kan menyangkut orang banyak. Jadi siapapun sebenarnya berhak memakai jalan tersebut, bukan hanya bagi Long Bentuq,” lanjut Krispensius.
Kepala Desa Long Bentuq Heriansyah juga menilai, bahwa unjuk rasa tersebut sangat merugikan masyarakat.
"Bukan hanya bagi Kecamatan Busang, tetapi juga lintas daerah Muara Ancalong dan kecamatan lain. Sangat menghambat aktivitas masyarakat secara umum,” kata Heriansyah.
Begitu pula dengan buah sawit milik masyarakat, menurut Heriansyah juga banyak yang yang tidak bsia dijual dan akhirnya membusuk.
"Tentu saja akhirnya dibuang, karena warga tidak bisa melintas, khususnya warga Long Besak,” kata dia.
“Jadi, memang sangat merugikan. Apalagi waga sedang panen. Warga juga sebentar lagi panen padi. Apa tidak terpikir seperti itu,” pungkasnya.
Aksi unjukrasa warga Desa Long Bentuq mereka menuntut ganti rugi lahan terhadap perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Subur Abadi Wana Agung (SAWA).
Sementara pihak perusahaan menyatakan telah memberikan ganti rugi atas seluruh bidang tanah yang dipersoalkan oleh Kepala Adat Desa Long Bentuq.
“Pembebasan lahan dilakukan pada tahun 2009-2014, dengan melibatkan Tim 9 dari Pemda dan Kepala Adat Dayak dari 3 desa yakni Desa Long Pejeng, Long Lees dan Long Nyelong, juga Kepala Adat Besar Suku Dayak Kenyah Se-Sei Atan,” kata General Manager Licence & CSR PT SAWA, Angga Rachmat Perdana dalam keterangan resmi beberapa waktu lalu.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2021