Kaum perempuan dinilai rentan sebagai korban kekerasan secara daring (dalam jaringan) atau yang dikenal dengan Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO), terbukti sudah terjadi sebanyak 169 kasus dilaporkan.
"Pengaduan yang masuk ke Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), sepanjang Maret-Juni 2020 mencapai 169 kasus," ujar Sekretaris Dinas Kependudukan, pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Eka Wahyuni di Penajam, Senin.
Jumlah ini mengalami peningkatan signifikan hingga nyaris mencapai 400 persen jika dibandingkan kejadian tahun 2019 yang tercatat ada 45 kasus.
Sedangkan berdasarkan Sistem Infomasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPPA) kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Provinsi Kaltim pada tahun 2018 terdapat 500 kasus.
Kemudian tahun 2019 sebanyak 629 kasus dan tahun 2020 turun menjadi 566 kasus, atau terjadi penurunan kasus dari tahun 2019 ke tahun 2020 sebanyak 63 kasus.
"Sedangkan untuk total korban kekerasan tahun 2020 sebanyak 610 korban yang terdiri dari atas 347 korban anak atau 57 persen, kemudian 263 korban dewasa atau 43 persen dari total korban," katanya.
Apabila dilihat berdasarkan bentuk dan jenisnya, lanjut dia, terdapat beberapa aktivitas yang dapat dikategorikan sebagai KBGO, antara lain pelanggaran privasi.
Kemudian pengawasan dan pemantauan, perusakan reputasi atau kredibilitas, pelecehan, ancaman, dan serangan yang ditargetkan ke komunitas tertentu.
"Masing-masing korban atau penyintas KBGO mengalami dampak yang berbeda, seperti kerugian psikologis, keterasingan sosial, kerugian ekonomi, mobilitas terbatas, dan sensor diri terjadi karena hilangnya kepercayaan diri terhadap keamanan dalam menggunakan teknologi digital," tutur Eka.
Untuk itu, kata dia lagi, upaya menyelamatkan diri dari KBGO dapat dilakukan dengan dokumentasikan hal-hal yang terjadi, menghubungi pusat bantuan, lapor, blokir pelaku, dan yang paling penting adalah sama-sama menggunakan internet secara bijak.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2021