Lembaga Independen di bidang perlindungan satwa dan hutan, ProFauna Indonesia mendesak Pemerintah Kabupaten Berau, Kalimantan Timur untuk menindak tegas pelaku penangkapan ikan menggunakan potas yang disinyalir menyebabkan kematian sejumlah spesies burung dan penyu.
 

Ketua Profauna Indonesia Rosek Nursahid, saat dihubungi dari Samarinda, Jum'at, mengatakan penangkapan ikan secara ilegal dengan menggunakan potasium yang terjadi di perairan laut Kabupaten Berau pada taraf mengkhawatirkan.

Menurut Rosek, dampak yang ditimbulkan diduga telah membunuh sejumlah burung dan penyu yang menjadi penghuni perairan Berau.

"Profauna mendesak Pemerintah Kabupaten Berau dan Kementerian Kelautan dan Perikanan agar menindak tegas penangkapan ikan dengan menggunakan potas itu, karena selain bisa membunuh burung dan penyu, dalam jangka panjang juga akan merugikan nelayan itu sendiri,” kata Rosek Nursahid.
 

Dia membeberkan fakta penangkapan ikan secara ilegal yang terpantau pada bulan Oktober 2019 itu, diduga dilakukan oleh nelayan asal Pulau Balikukup dan Maratua, Kabupaten Berau.

"Modus operandinya biasanya adalah dengan melakukan penyelaman pada malam hari menggunakan alat bantu pernapasan berupa kompresor yang sudah dimodifikasi," ujarnya pula.

Menurut Rosek, penyelaman itu dilakukan pada malam hari untuk menghindari pantauan petugas.

Penyelam kemudian menyemprotkan bahan potasium/obat bius ke terumbu karang dan mengakibatkan beberapa ikan yang terkena obat ini akan pingsan sehingga mudah ditangkap dengan jaring.

Selain merusak terumbu karang dan membunuh ikan dalam jumlah yang besar, menangkap ikan dengan potasium itu juga diduga berdampak buruk kepada spesies lain yaitu burung dan penyu.

Dia membeberkan pada Oktober 2019 ini ranger Yayasan Penyu Indonesia (YPI) yang menjaga Pulau Belambangan telah menemukan sekurangnya 6 burung besar yang mati.

Diduga kuat burung-burung yang mati tersebut akibat terpapar residu potas/obat bius dengan memakan ikan sisa aktivitas pembiusan ikan yang dilakukan nelayan. Selain burung, juga ditemukan seekor penyu sisik yang mati misterius.

Menurut UU Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, setiap orang yang dengan sengaja memiliki, menguasai, membawa, dan/atau menggunakan alat penangkap ikan dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan bisa diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Pewarta: Arumanto

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2019