Balikpapan (ANTARA) - Lembaga swadaya masyarakat Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) menyebutkan jumlah nelayan di tanah air terus berkurang dan saat ini tersisa 2,2 juta orang dari total jumlah penduduk Indonesia.

Sekretaris Jenderal KIARA Riza Damanik di Balikpapan, Jumat, menyebutkan dalam sehari ada 116 nelayan yang berpindah ke jenis pekerjaan lain.

Menurut dia, jumlah nelayan tersisa itu didapat dari perhitungan dan perbandingan kasar jumlah nelayan tahun 2004 dan tahun 2011.

Jumlah penduduk Indonesia yang bekerja sebagai nelayan di tahun 2004 mencapai empat  juta orang. Menurut KIARA, kini jumlahnya tinggal separuhnya, yaitu 2,2 juta orang yang sebagian besar tinggal di pesisir utara dan selatan Jawa dan Bali.

Nelayan juga adalah mata pencaharian penduduk Indonesia di bagian timur, di seluruh Sulawesi, Maluku Utara, Maluku, penduduk pesisir Papua, dan kepulauan Nusa Tenggara.

Damanik mengatakan peralihan profesi nelayan itu terutama karena nelayan tidak punya modal. Nelayan Indonesia tidak memiliki perahu sendiri untuk menangkap ikan, atau tidak memiliki biaya untuk membeli bahan bakar minyak (BBM), atau juga kesulitan memperoleh BBM, dan tidak memiliki biaya untuk keluarga sementara ia pergi melaut.

Sering hasil tangkapan tidak menutupi biaya melaut,¿ kata Damanik. Menurut dia, seperti juga untuk petani, pemerintah harus punya program untuk meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup nelayan.

Nelayan juga terdorong untuk berganti pekerjaan karena cuaca ekstrem. Saat tidak bisa melaut tersebut, nelayan biasanya terjerat utang karena tidak memiliki sumber penghasilan lain.

Dengan jumlah nelayan tinggal 2,2 juta orang, Damanik menyebutkan, nelayan Indonesia masih mampu menangkap hingga 10 juta ton di tahun 2012. Sebesar 92 persen merupakan jerih payah nelayan tradisional.

Perusakan dan kerusakan lingkungan, juga privatisasi dan pengavlingan laut juga membuat nelayan putus asa.

Damanik mengambil contoh perubahan fungsi Pulau Miang di Kutai Timur. Pulau seluas 635 hektare  tersebut akan diubah menjadi terminal penampungan batubara yang akan diekspor.

Luasan terminal itu mencapai 590 hektare. Perubahan fungsi lingkungan juga dikhawatirkan akan menghilangkan mata pencaharian warga Pulau Miang, yakni menjadi nelayan lantaran ikan tak lagi hidup di sekitar tempat yang pasti akan tercemar dan sibuk itu.

"Kan ada penduduk yang tinggal di sana. Hak-hak mereka sebagai nelayan mestinya juga dilindungi," kata Damanik. 

Balikpapan saat ini menjadi tuan rumah Pertemuan Nasional Lingkungan Hidup (PNLH) XI Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) di Asrama Haji Batakan, Manggar, 11-16 April 2012.  (*)

Pewarta: Novi Abdi

Editor : Arief Mujayatno


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2012